Iddaily Mobile | Dari Anda Untuk Publik
Youtube Pilihan Iddaily: Pramoedya Ananta Toer
       

26 Januari 2010

Ayo Kenali Komik Indonesia!

Press Release

Persoalan mandeknya perkembangan komik (cergam) Indonesia tidak terletak pada minimnya produksi atau kualitas komik lokal. Salah satu penyebab kemandekan tersebut adalah terbatasnya pengenalan dan pemasaran tokoh-tokoh komik lokal Indonesia kepada masyarakat.

Di beberapa tempat, kita bisa dengan mudah melihat tokoh komik dari luar negeri. Boneka mereka dijadikan bonus di beberapa restoran fastfood. Kaos dengan gambar Doraemon, atau Spiderman dapat dengan mudah kita temukan dimana-mana. Kegiatan-kegiatan terkait komik luar juga banyak diselenggarakan. Seperti baru-baru ini terdapat X-Men live action di Dufan, dan juga acara cosplay tokoh-tokoh komik asing di berbagai acara. Semua itu diminati karena masyarakat telah mengenal tokoh-tokoh komik luar negeri, khususnya Jepang dan Amerika.

Sedangkan tokoh-tokoh komik Indonesia, tidak banyak masyarakat yang mengenalnya. Tokoh-tokoh seperti Gundala, Si Buta dari Goa Hantu, dan kawan-kawannya sulit dicari batang hidungnya. Mengenal saja tidak, tentu sulit berharap mereka akan suka komik Indonesia.

Padahal sejak dulu Indonesia sesungguhnya terus memproduksi karya-karya komik yang berkualitas. Sayangnya, anak sekarang banyak yang tidak tahu Gundala, si Jampang, dan tidak banyak dari mereka tahu tentang tokoh komik terbaru seperti Jagoan Comic, atau Gibug dan Oncom.

Oleh karena itu, pengenalan komik Indonesia kepada publik perlu terus diupayakan. Kami berusaha mengakomodir kebutuhan tersebut. Kami bermaksud mengajak masyarakat untuk mengenal komik-komik Indonesia yang tenggelam diantara komik-komik asing. Agar masyarakat menyadari kebangkitan komik Indonesia!

Melanjutkan kesuksesan Pameran Cergam 2009 lalu, sekaligus menyambut perayaan Festival Komik Indonesia di bulan Februari nanti, dengan bangga kembali kami menyelenggarakan Pameran Cergam 2010: Komik Indonesia Bangkit II. Pameran kali ini diadakan di Museum Bank Mandiri pada tanggal 26-31 Januari 2010. Kali ini kami menampilkan lebih banyak materi pameran dibanding sebelumnya. Selain itu kami juga mengadakan diskon buku komik dan pemutaran film yang diangkat dari tokoh-tokoh komik seperti Gundala, Si Jampang, dll.

Pameran Cergam 2010: Komik Indonesia Bangkit II merupakan salah satu rangkaian acara menuju Festival Komik Indonesia yang akan diselenggarakan pada 22-28 Februari 2010 di Pasar Festival (Kuningan, Jakarta). Festival Komik Indonesia akan menjadi ajang perayaan komik dengan tema “Berani Ngomik!”. Dalam Festival ini kami mengajak masyarakat untuk berani berkarya melalui komik dan turut dalam barisan membangkitkan perkomikan Indonesia. Festival Komik Indonesia akan diramaikan dengan acara bursa dan pameran komik, talk show, lomba-lomba, temu penggemar dan book signing, peluncuran komik, putar film dan hiburan.

Menumbuhkan Semangat Film di Purbalingga

Iman D. Nugroho

Festival Film South to South 2010 “dikejutkan” dengan hadirnya film berjudul Pawang Air karya sutradara asal Purbalingga, Bowo Leksono. Film berdurasi 18 menit 09 detik itu berhasil memperoleh penghargaan khusus dalam event dua tahunan itu. Film ini dianggap memiliki nilai yang tidak dimiliki film lain yang berkompetisi dalam event itu: Special Mention.

Dalam dunia film Indonesia, nama Bowo Leksono mungkin bagaikan jarum di tumpukan jerami. Hampir tidak terlihat. Apalagi, sutradara berusia 33 tahun ini memang menekuni film independen, yang sulit membuatnya muncul ke permukaan. “Entahlah, dunia film independen sepertinya lebih pas untuk saya, karena itu saya memilih jenis film ini,” kata Bowo Leksono pada The Jakarta Post, belum lama ini.

Meski demikian, nama Bowo Leksono di dunia film independen cukup terkenal. Film besutannya berjudul Peronika, hampir pasti diputar di setiap festival film independen yang digelar di Indonesia. Film yang bercerita tentang gagap teknologi canggih itu juga dianggap sebagai film yang bisa dijadikan contoh film independen berkualitas, meski dikerjakan dengan biaya dan peralatan yang sangat sederhana. “Haha,..memang membanggakan bila bicara soal Peronika,” kenangnya.

Peronika bercerita tentang sebuah keluarga kecil yang terlilit konflik karena handphone baru milik sang anak laki-laki di keluarga itu. Saat orang tua sang anak coba menelepon handphone, tapi justru dijawab oleh Veronica, yang tak lain merupakan layanan otomatis milik operator kartu telepon yang dipakai sang anak. Karena pengetahuan yang terbatas, sang bapak merasa anaknya berselingkuh dengan perempuan bernama Veronica (dalam bahasa Jawa disebut Peronika). Konflik pun muncul. Kelucuan pun terjadi. “Banyak orang suka dengan tema sederhana ini,” kenang Bowo.

Sejarah perkenalan Bowo di dunia film berawal dari seringnya laki-laki pendiam ini dengan komunitas film di tahun 2002. Bowo yang ketika itu bekerja sebagai jurnalis di sebuah Koran harian di Jakarta ini tertarik dengan dunia film. Apalagi, Bowo sempat menekuni dunia teater sejak dirinya menjadi siswa Sekolah Menengah Atas (SMA). Ketertarikan itu semakin menjadi-jadi, ketika Bowo memiliki kesempatan kembali daerah asalnya di Purbalingga, Jawa Tengah. “Saya melihat, banyak hal di Purbalingga yang bisa difilmkan,” kata Bowo.

Bowo pun memutuskan untuk berhenti dari profesinya sebagai jurnalis dan menjadi filmmaker. Berbekal kamera analog S-VHS, Bowo memulai memproduksi film pertamanya berjudul Orang Buta dan Penuntunnya. Film pendek yang diilhami novel karta Ahmad Jauhari ini memang bukan karya terbaiknya. Hanya saja, film ini seakan menjadi kunci dari terbukanya kotak pandoro dunia film yang sangat menarik.

“Di film itulah saya mulai belajar bagaimana film yang ternyata tidak hanya urusan gambar, melainkan juga persoalan sound system, dan editing yang serius,” kenangnya. Beruntung, pertemanan Bowo dengan komunitas film maker independen asal Yogjakarta membuatnya bisa menggali lebih banyak tentang film. Semua “ilmu” otodidak yang didapatkannya itu diwujudkan dalam Peronika. “Lumayan juga, Peronika muncul sebagai film pembuka di festival film pendek bergengsi, Confident,” kenang lulusan Universitas Diponegoro, Semarang Jawa Tengah ini.

Semangat Bowo pun semakin terpelecut. Kali ini, Bowo berencana melebarkan pengetahuan dunia filmnya kepada komunitas anak muda Purbalingga. Dengan biaya sendiri, plus membawa dua filmnya, Bowo melakukan road show ke beberapa sekolah untuk berdialog dengan siswa di sekolah tersebut. “Tujuan saya Cuma satu, ingin menunjukkan kepada anak-anak muda itu tentang mudahnya membuat film dan hasilnya jauh lebih bagus dari pada sinetron di televisi,” katanya.

Langkah itu membuahkan hasil saat beberapa anak SMU di Purbalingga bersepakat untuk membuat komunitas film bernama Cinema Lovers Community atau CLC. Komunitas yang dipimin oleh Bowo ini memiliki satu “agama”: membuat film independen sebanyak-banyaknya. “Saya terpesona dengan semangat anak muda di CLC, sudah tidak terhitung lagi berapa film independen yang sudah dihasilkan, dan beberapa diantaranya menyabet juara dalam festival film,” katanya. Sekitar Midnight, film garapan CLC memebangkan Tawuran Film Nasional, Confident di Surabaya.

Antusiasme itu juga yang membuat CLC memberanikan diri untuk membuka acara nonton bersama di Gedung Pemerintah Kabupaten Purbalingga pada Maret 2006. Acara yang disebut Bioskop Kita itu pun memperoleh sambutan baik dari publik Purbalingga. “Masyarakat yang sudah bosan dengan film mainstream menonton Bioskop Kita yang diputar di ruang tamu gedung Pemkab,” kenanya. Sayang, semua itu hanya berjalan selama tiga bulan. Tanpa alasan yang jelas, Pemkab Purbalingga menghentikan Bioskop Kita. “Kami sempat demo untuk menolak penutupan, tapi kita orang kecil, tetap kalah,” katanya.

Namun, seperti sebuah film, show must go on. CLC tetap berjalan meski tidak ada lagi tempat untuk memutas film karyanya. “Saya hanya meyakinkan kawan-kawan CLC, untuk tetap bersemangat,” kenangnya. Dewi keberuntungan berpihak padanya. Dengan biaya sendiri, CLC mengcreate sebuah festival film local. Festival bertajuk Purbalingga Film Festival pada tahun 2007 yang juga disertai dengan kompetisi local. “Sekaligus untuk mengasah kemampuang film anggota CLC,” katanya merendah. Dan hasilnya pun tidak mengecewakan Bowo Leksono menyabet penghargaan khusus di South to South Film Festival kali ini.

25 Januari 2010

Osama Bin Laden Bertanggungjawab?

Iman D. Nugroho | Youtube |AP



Pemimpin Al Qaeda Osama Bin Laden kembali disalahkan dalam aksi terorisme. Kali ini Osama dinilai bertanggungjawab dalam aksi peledakan pesawat terbang Delta Air di Michigan, AS pada 25 Desember 2009 lalu. Seperti diberitakan kantor berita AP, pihak intelejen AS menangkap bukti audio percakapan kelompok AL Qaeda yang di dalamnya memuat ancaman pada AS.

From South to South Film Festival with Love To The Earth

Iman D. Nugroho

Bumi sudah beranjak tua. Itu sebuah kepastian. Namun, tidak berarti bumi akan segera “mati” karena “penyakit” polusi yang dideritanya. Campur tangan manusia, dengan diawali oleh peningkatan kepedulian, menjadi kunci utama upaya menyelamatkan bumi. Dengan semangat itulah South to South Film Festival 2010 hadir. “Kami secara khusus mengambil tema We Care,” kata Ferdinand Rachim, ketua pelaksana.

Pusat kebudayaan Jeman, Goethehaus dan Pusat Kebudayaan Prancis Jakarta atau CCF sedikit berbeda pada akhir minggu ketiga Januari 2010 ini. Ruangan yang biasanya selalu tenang itu, kali ini riuh dengan suara anak muda dan rancak perkusi. Beberapa kali gong tanda dimulainya sebuah pertunjukan film terdentang beberapa kali di Goethehause. Yup! Saat itulah, tepatnya 22-24 Januari 2010, digelar South to South Film Festival 2010 di Goethehaus dan CCF.

South to South Film Festival atau StoS adalah sebuah event budaya bertemakan lingkungan yang diselenggarakan oleh sembilan organisasi yang fokus dalam isu lingkungan hidup dan sosial. Seperti Jatam, Walhi, Climate Justice, Kiara, Gekko Studio, E, Sawit Watch, Solidaritas Perempuan dan Indonesia Berseru. Melalui event ini, ke Sembilan organisasi ini menyajikan berbagai hal yang terkait dengan persoalan social dan lingkungan hidup. Sementara nama South to South diambil karena event ini memunculkan persoalan-persoalan di negara bagian selatan hingga ke ujung selatan lain.

StoS pertama kali menggebrak Indonesia pada 2006. Dengan tema Di Balik Kemilau Emas, festival film alternative ini menyita perhatian publik. Dua tahun kemudian, pada 2008, kembali digelar StoS kedua dengan tema besar “Vote for Live.” Meski memakai kata film festival, namun StoS sangat berbeda dengan film festival kebanyakan. Ukuran-ukuran dalam sebuah film, sedikit diabaikan dalam festival ini. “Bukan capaian artistiknya, melainkan bagaimana mengemas sebuah isu lingkungan dalam sebuah film,” kata Ferdinand.






Kerangka Besar Ini Milik Adam?

Iman D. Nugroho

Artikel ini penting nggak penting. Dalam sebuah surving di Google, tiba-tiba menemukan foto kerangka berukuran besar. Uniknya, dalam posting di beberapa blog di tahun 2007 itu sama-sama mempertanyakan, kemungkinan foto kerangka yang disebut-sebut ditemukan di China ini adalah kerangka orang pertama bumi. Siapa lagi kalau bukan Adam (Orang Islam menyebutnya Adam AS-Allahi Salam).

Untuk menjawab pertanyaan itu, Saya mencoba meriset di Google yang mungkin bisa memperjelas hal itu. Hasilnya, well, bisa dikatakan nihil. Beberapa fakta lain yang muncul adalah ditemukannya profil manusia (atau kera) tua di China. Menurut Physorg.com (link: http://www.physorg.com/news94753229.html), memang pernah ada penemuan kerangka tua di China. Umurnya kurang lebih 40,000 tahun. Kerangka itu disebut-sebut merupakan "pelarian" dari makhluk yang sama dari Afrika.

CNN.com (link: http://www.cnn.com/2009/TECH/science/10/01/oldest.human.skeleton/index.html) memberitakan hal yang kurang lebih sama. Hanya saja, televisi AS itu memilih sudut berita adanya perbedaan teori Darwin yang mengatakan manusia berevolusi dari kera. Sayangnya, sejauh hasil googling yang saya dapatkan, tidak ada informasi yang menguatkan ditemukannya tengkorak berukuran besar ini. Coba bandingkan ukuran manusia dan kepala tengkorak (dalam lingkaran merah).

Foto palsu?