Iddaily Mobile | Dari Anda Untuk Publik
Youtube Pilihan Iddaily: Pramoedya Ananta Toer
       

15 Januari 2010

Greenpeace: 2010 Tahun “Uji Emisi” Indonesia

Press Release

Menurut Greenpeace, tahun 2010 adalah tahun yang akan menjadi ujian awal bagi pemerintah Indonesia untuk benar-benar muncul dengan usulan kongkrit pengurangan emisi seperti yang dikomitmenkan oleh pemerintah pada pertemuan iklim Copenhagen tahun lalu.

Carut-marut pengelolaan lingkungan menjadi tantangan tersediri bagi pemerintahan SBY. Presiden di forum internasional telah mengumumkan komitmen akan mengurangi emisi gas rumah kaca Indonesia hingga 26% pada 2020, dan akan menjadi 41% jika ada dukungan internasional.

Tetapi hingga saat ini pemerintah belum melakukan langkah maupun rencana kongkrit dalam upaya memenuhi target itu, terutama Kementerian Kehutanan sehubungan dengan deforestasi dan penghancuran lahan gambut yang menyumbang hingga 80 persen dari total emisi Indonesia.

Evaluasi Kinerja 100 Hari Pemerintahan SBY

Tanggal 28 Januari 2010 akan menjadi hari keseratus pemerintahan SBY. Kami berharap semua janji yang dilontarkan SBY bisa dia wujudkan termasuk janji-janji di bidang lingkungan. Paling tidak, pada 100 hari ini kita bisa melihat rencana dan upaya konkrit pemerintah untuk mewujudkan janji-janji itu.

Tetapi hingga saat ini deforestasi dan penghancuran lahan gambut masih saja terjadi, bahkan saat SBY melontarkan janji penurunan emisi Indonesia di Pertemuan Iklim Kopenhagen Desember 2009 lalu. Masyarakat masih menderita akibat deforestasi, dan terus berjuang untuk menghentikan penghancuran hutan yang menjadi tempat hajat hidup mereka.

Hukum dan peraturan pemerintah masih membiarkan para penjahat hutan menghancurkan hutan, termasuk saat para penjahat hutan itu melakukan kegiatan ilegal seperti menghancurkan lahan gambut yang berkedalaman lebih dari tiga meter.


14 Januari 2010

Perahu Khas Marseille dan Perahu Layar Nusantara Bertemu Pandang di Lautan

Iman D. Nugroho

Pusat Kebudayaan Prancis (CCCL) Surabaya kembali mengangkat kejayaan perahu tradisional. Kali ini CCCL mencoba Membuka lembaran agenda seni budaya 2010 dengan mengangkat bagian dari tradisi yang pernah mengenyam era kejayaan dan banyak ditinggalkan oleh masyarakat maritim yang semakin mengakrabi teknologi tinggi: perahu tradisional.

Acara berupa dua pameran foto, pameran perahu dan sejumlah diskusi seputar perahu tradisional di masa kini itu bekerjasama dengan House of Sampoerna dan Tim Maritime Challenge – Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Rangkaian acaranya bertajuk "Bertemu Pandang di Lautan : Perahu Khas Marseille dan Perahu Layar Nusantara (Timur Jawa & Madura)" digelar di dua lokasi secara bersamaan. CCCL Surabaya dan House of Sampoerna, pada tanggal 20 Januari – 5 Februari 2010.

Paul Piollet asal Prancis mengungkap sejarah pelayaran di Indonesia melalui fotografi perahu-perahu layar yang telah hilang. Menampilkan pameran foto tentang perahu layar tradisional asal Indonesia, yaitu bagian Timur Jawa dan Madura. Jauh sebelum kedatangan bangsa Eropa, para pelaut Nusantara sudah berlayar di lautan antar kepulauan, Samudra Hindia, Laut China dan sebagian dari Samudra Pasifik. Pembuatan perahu dimulai setidaknya pada zaman keemasan kerajaan Majapahit (abad XIV) dan terus berkembang hingga sekarang.

Awalnya dimulai di pulau Jawa, dekat kawasan hutan jati, kemudian pulau Sulawesi, semasa kerajaan Gowa (abad XVI dan XVII), lalu di Kalimantan dan Sumatra. Foto-foto yang ditampilkan diambil pada tahun 1970 – 1980, yang menunjukkan generasi terakhir perahu layar untuk transportasi dan menangkap ikan, sebelum beralih ke perahu motor. "Menandai berakhirnya era kejayaan kapal-kapal layar tersebut.” tulis Paul Piollet

Lalu ada Pameran Foto “Perahu Khas Marseille ” karya Patrick Box yang akan resmi dibuka di House of Sampoerna pada Kamis, 21 Januari 2010, pk. 18.30. Perahu khas Marseille, merupakan perahu tradisional dari kayu yang digunakan untuk menangkap ikan di pantai, dan banyak ditemui di pelabuhan-pelabuhan di kota Marseille. Perahu-perahu tersebut menjadi bagian dari pemandangan kota lebih dari satu abad.

Unsur warisan maritim lokal yang tidak mungkin bisa dilewatkan dan tidak terpisahkan keberadaannya dari pelabuhan-pelabuhan di Marseille. Terlebih lagi, perahu layar ini melambangkan perpaduan budaya yang menjadi ciri khas sejak jaman bahari pelabuhan Marseille dan sektor nelayan di Mediterania. Merupakan anggota terbanyak dari perkumpulan perahu layar di laut Mediterania, perahu khas Marseille merupakan bagian warisan kelautan ‘Euro-Mediterania’. Foto-foto karya Patrick Box dapat kami gelar di Surabaya berkat dukungan maskapai penerbangan Singapore Airlines.

Selanjutnya, Pameran perahu Yole de Bantry karya Tim Maritime Challenge – ITS, serta diskusi bersama Tim Maritime Challenge – ITS di CCCL : Jumat, 22 Januari 2010, pk. 18.00. Selama berlangsungnya pameran foto “Perahu Layar Nusantara (Jawa Timur & Madura)” di CCCL, akan dipamerkan perahu ‘Yole de Bantry’ dari Indonesia buatan Tim Maritime Challenge - ITS, yang telah berulangkali memenangkan kompetisi Maritime Challenge, untuk kembali berlomba pada « Maritime Challenge » 2010 di Kanada.

‘Yole de Bantry’ merupakan perahu kayu yang secara prinsip bermanuver dengan dayung dan layar. Perahu asal Prancis ini digunakan saat perang pada era Napoleón oleh armada laut Prancis dan Inggris. Pada 1986, Lance Lee asal Amerika dan Français Bernard Cadoret asal Prancis, memutuskan untuk mempopulerkannya dan menyelenggarakan kompetisi persahabatan bagi para pemuda.

Sejumlah mahasiswa dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, yang tergabung dalam tim “Maritime Challenge” telah menjadi perwakilan Indonesia pada 4 kompetisi internasional terakhir.

Menilik Lagi Jembatan Penyeberangan

Bayu Indra

Mungkin setiap orang dari kita pernah melihat jembatan penyebrangan? Ya, jembatan penyebrangan dibuat bertujuan untuk memberikan rasa aman bagi para pejalan kaki yang hendak menyebrang jalan raya, selain kemudian difungsikan oleh pemerintah sebagai tempat pemasangan papan iklan.

Namun, fakta berbicara lain. Coba lihat kembali jembatan penyeberangan. Jarang ada pejalan kaki yang memanfaatkan jembatan penyebrangan, sebagian besar lebih suka
menyeberang di bawah jembatan. Alasannya bermacam macam, tetapi sebagian besar mengaku mengunakan jembatan penyebrangan terlalu lama, butuh tenaga ekstra dan memakan waktu lama alias tidak efisien waktu. Satu hal yang terbaikan: resikonya lebih besar.

Sebuah pertanyaan pun muncul, apakah benar jembatan dibuat hanya sebagai "pemanis" dan tempat pemasangan papan reklame semata? Apakah uang anggaran yang pemerintah keluarkan untuk membangun jembatan atau fasilitas publik lainnya saat ini tidak terlalu berguna atau tidak butuhkan lagi oleh masyarakat? Bahkan mungkin, lebih tidak dimanfaatkan semaksimalnya oleh masyarakat?

Sebaiknya pemerintah saat ini harus mempertimbangkan lagi, mana yang lebih prioritas dan berguna bagi masyrakat. Mungkin dengan menyubsidi minyak tanah atau BBM mungkin? Daripada harus mmbuat jembatan penyebrangan baru yang hanya akan menjadi pajangan
di tengah kota tanpa dimanfaatkan dgn maksimal.

Bahtsul MasaiLINUX Bersama Pesantren Open Source – Madrasah Open Source (POS-MOS)

Press Release

Dukungan terhadap kampanye penggunaan perangkat lunak legal berbasis open source di Indonesia, "memaksa" Yayasan Ponpes SPMAA Turi Lamongan mengadakan sosialisasi dan pelatihan bertajuk “Bahtsul MasaiLINUX Bersama POS-MOS (Pesantren Open Source – Madrasah Open Source): Dasar-dasar Desktop Ubuntu dan Web Berbasis CMS”.

Menempati Aula Masjid Ruhullah Yayasan Ponpes SPMAA, kegiatan diikuti 30 peserta yang terdiri dari pengelola madrasah dan pesantren, murid/santri, serta komunitas pegiat opensource yang ada di Kabupaten Lamongan. Pelatihan ini dibuka bersama oleh Direktur Yayasan Ponpes SPMAA, Gus H. Khosyi'in Kocoworo Brenggolo, S.Ag., dan Kepala Kantor PDE Kabupaten Lamongan, Drs. Hurip Tjahjono, M.Hum., Senin pagi (11/1/2010).

Selama sepuluh hari, peserta akan belajar dasar-dasar penggunaan sistem operasi dan paket aplikasi komputer berbasis opensource. Distro Ubuntu Muslim Edition atau yang lebih dikenal dengan Sabily sengaja dipilih untuk menyesuaikan komunitas dan lingkungan pesantren. Pelatihan yang didampingi fasilitator dari Yayasan Air Putih ini juga mengajari peserta praktik pengelolaan web berbasis CMS (content management system).

Dalam sambutannya, Direktur Yayasan Ponpes SPMAA, Gus Khosyi'in mengharapkan kegiatan ini bisa menjadi gerakan alternatif dalam upaya menekan angka pembajakan dan pemakaian perangkat lunak illegal di tanah air. Lebih lanjut, Gus Khosy'iin juga menjelaskan bahwa filosofi dan semangat open source telah lama diterapkan di pondok pesantren SPMAA. “Sejak awal dirintis oleh Bapa Guru MA. Muchtar tahun 1961, proses pembelajaran di pesantren dan madrasah SPMAA menganut sistem terbuka. Sumber belajar dan peserta bisa datang dari mana saja, sehingga istilah opensource bagi kami bukan hanya berlaku pada isu teknologi komputer semata, tapi juga pada falsafah proses pengajarannya” kata Gus Khosyi'in.

Sementara itu Kepala Kantor PDE Kabupaten Lamongan, Drs. Hurip Tjahjono, M.Hum., menyampaikan apresiasi dan komitmennya untuk mendukung keberlanjutan dari kegiatan POS-MOS ini. “Kami mewakili institusi pemerintah siap bekerjasama dengan berbagai elemen masyarakat dan komunitas agar kampanye opensource ini semakin meluas sehingga target tahun 2011 sebagai tenggat akhir migrasi penggunaan opensource bisa tercapai,” jelasnya.

Pesantren Open Source – Madrasah Open Source (POS MOS) merupakan program inisiatif Yayasan Ponpes SPMAA yang dideklarasikan pada tanggal 20 Agustus 2009. Program yang menyasar pesantren dan madrasah se-Indonesia ini bertujuan membantu pemerintah dalam kampanye Indonesia Go Open Source (IGOS).

Selain berfungsi sebagai wadah komunitas pesantren/madrasah pengguna open source, program POS-MOS juga mengemban misi pengembangan pesantren dan madrasah terutama dalam pemanfaatan sumber daya. Penggunaan istilah POS-MOS merujuk pada filosofi, semangat dan gerakan opensource: Ilmu, pengetahuan, teknologi terbuka dan boleh dinikmati siapa saja untuk sebesar-besarnya kemakmuran umat dunia akhirat. Secara umum visi POS-MOS adalah “Menjadikan Pesantren dan Madrasah Sebagai Institusi Pendidikan Terbuka, Mudah, Murah, Mardhatillah, dan Menjangkau Semua”.

Hingga saat ini kegiatan yang telah digelar POS-MOS a.l: sosialisasi ke pesantren/madrasah melalui event rutin “Bahtsul MasaiLINUX Bersama POS-MOS”, silaturahmi antar komunitas opensource, advokasi ke pemerintah, penggalangan dukungan lewat group di facebook dan juga hibah komputer bagi sekolah melalui kampanye “Satu Komputer Untuk Ma'had & Madrasah” atau disingkat SERUMAH.

Catatan Greenpeace atas kehadiran SBY di Copenhagen

Iman D. Nugroho

Organisasi lingkungan Internasional, Greenpeace mencatat beberapa poin penting yang dikatakan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dalam Conferensi Internasional Perubahan Iklim di Copenhagen, Denmark, beberapa waktu lalu. Salah satunya, SBY meyakinkan 110 pemimpin bahwa seluruh negara harus mulai “bergerak” untuk mengubah iklim menjadi lebih baik pada 2010.

Lima poin yang patut digarisbawahi adalah membangun koalisi strategis tanpa kompromi untuk menggolkan perubahan iklim itu. Dengan cara menumbuhkan kepedulian pada negara berkembang, yang selama ini terlalu lambat dalam bergerak untuk bergerak lebih cepat paling tidak dengan target 40 persen lebih cepat. Perbincangan tentang peringanan dan adaptasi akan menjadi sia-sia tanpa ada support secara financial. Dalam hitungan SBY, paling tidak diperlukan USD. 25-35 trilyun pertahun sampai tahun 2012.

Presiden SBY juga mendeklarasikan pengurangan emisi di Indoensia hingga 26-41 persen, sebagai solusi global atas perubahan iklim. Juga focus pada perlunya menjaga hutan di Indonesia agar terus ada sebagai penyeimbang iklim di dunia. Indoensia juga harus menjaga hutan tetap ada dan secara otomatis meningkatkan produksi karbon. Dan pada ujungnya untuk kebutuhan masyarakat juga.

Bisakan SBY merealisasikan apa yang dikatakan?