Iddaily Mobile | Dari Anda Untuk Publik
Youtube Pilihan Iddaily: Pramoedya Ananta Toer
       

17 Desember 2009

Rano Karno Merasa Panitia FFI Ceroboh

Iman D. Nugroho

Artis Rano Karno yang juga Wakil Bupati Tangerang menilai panitia pelaksanaan Festifal Film Indonesia [FFI] 2009 ceroboh. Hal itu tampak ketika pelaksanaan FFI di sela-sela acara Dahsyat RCTI, belum lama ini. "Saya saksikan di televisi, saat penyerahan penghargaan untuk Sophan Sopiaan, suasana tidak khidmat. Bahkan malah ramai oleh teriakan penonton di bawah panggung," katanya.

Hal itu terjadi, menurut Rano, karena panitia FFI yang diserahkan kepada stasiun TV yang bersangkutan tidak memahami esensi pemberian hadiah ada Sophan Sopiaan. Bahkan, secara teknis, panitia pelaksana juga tidak cermat untuk fokus pada acara itu. "Kalau mereka [panitia] mau, seharusnya saat pemberian anugerah keada Sophan, mike di penonton dimatikan sementara." jelasnya.

Rano menggarisbahawi, pengkaitan acara penganugerahan FFI di acara televisi, kemungkinan berkaitan dengan dana yang tidak mencukui. Namun, merasa aneh dengan panitia FFI yang tidak mengundang dirinya. Padahal, dalam dunia film Rano bukanlah orang baru dan masih layak diperhitungkan, mengingat kiprahnya selama ini. "Mungkin saja mereka lupa, semoga pelaksanaan tahun depan bisa lebih baik," katanya.

16 Desember 2009

Musik Dalam Definisi Purwa Caraka

Iman D. Nugroho

"Bagaimana Nahla? Apakah grogi?" tanya Purwa Caraka. Nahla menggeleng. Purwa tersenyum dan mulai meminkan intro musik. Hampir bersamaan, Nahla menggesek biolanya. Sebuah lagu bergaya Irlandia milik The Corrs pun mengalun. Penonton terkesima. Kolaborasi Purwa Caraka and dan gadis berusia 14 tahun itu tersaji sempurna.

Applause panjang menyambut berarkhirnya duet Nahla dan Purwa Caraka. Belum selesai penonton menahan napas, kembali Nahla beraksi. Kali ini, lagu asli Jakarta berjudul Jali-Jali mengalun rancak. Goyangan tubuh gadis itu mengambah atraktif aksinya. Beberapa modifikasi violin yang dimainkannya, menambah asyik performa murid Purwa Caraka Music Studio (PCMS) Bintaro itu. Purwa yang saat itu memainkan piano, tidak kalah tangkas. Jemarinya mengikuti kelincahan gesekan biola Nahla. Untuk kesekian kali, tepuk tangan menggema di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ), Selasa (15/12) malam.

Penampilan Purwa Caraka dalam World Music Fertival IV 2009 ini benar-benar menjadi penutup pagelaran tahunan yang mengasyikkan. Apalagi, dalam pagelaran itu Purwa menyajikan beberapa karya hasil eksplorasi musical yang didapatkannya dari berbagai tempat di dunia. Tidak hanya di Indonesia. Mulai India, Spanyol, Afrika, Irlandia, Inggris, Eropa Timur dan tentu saja Indonesia. Termasuk berbagai genre clasik, pop hingga dangdut.

Purwa jelas tidak sendirian. Dalam acara bertajuk Music My Personal Definition itu Purwa ditemani oleh tim inti music yang sudah 15 tahun malang melintas bersama Purwa Caraka. Tentu saja, hal itu berbuah tampilan yang luar biasa. Pagelaran itu dibuka dengan lagu Ratapan Anak Tiri yang diubah menjadi lebih megah. Dentingan piano Purwa “bertarung” akrab dengan instrument lain. “Saya tidak tahu, apakah generasi sekarang masih mengenal lagu itu,” Purwa berseloroh.

Usai lagi pertama, Purwa menggebrak dengan lagu berjudul Moteno CafĂ© dari Spanyol. Di Indonesia, lagu ini sudah mengalami penggubahan menjadi lagu Kopi Dangdut yang dipopulerkan oleh Fahmi Alatas. “Ini lagu aslinya,” kata Purwa. Suara seruling meliuk-liuk di awal menambah keceriaan lagu ini. Dari 150-an penonton, hampir semuanya menggoyangkan kaki mengikuti irama. Kendang yang ditabuh pun menyuguhkan atmosfir dangdut yang khas. Apalagi, disambung dengan lagu Mawar Merah milik Rhoma Irama. Penyanyi senior Trie Utama hadir dalam lagi ke empat, Dunia. Lagu yang beraransemen India ini memiliki ketukan ¾, sehingga cukup sulit dimainkan.

Usai mengeksplorasi dangdut, Purwa mengajak penonon ke Eropa melalui lagi karangan Redrigo berjudul Concerto de Arangues. Lagu yang dipopulerkan oleh Chic Corea ini sengaja dimodifikasi menjadi lagu baru oleh Purwa dan band-nya. Petikan gitar klasik diawal sangat menyayat. Apalagi ketika berpadu dengan flute dan ketipung di tengah-tengah lagu. Selanjutnya, Nahla, sang violin cilik hadir menggetarkan panggung. Dua lagu milik The Corrs dan Jali-Jali yang menuai applause seperti mengantar manis lagi Eropa Timur berjudul Cardas. Duet piano dan violin dalam lagu ini, seakan tidak terpisahkan.

Purwa menutup pagelarannya dengan duet bersama composer dan pianis Marusya Nainggolan, Ensemble Drum Purwa Caraka Music Studio Cempaka Putih dan Purwa Caraka Music Studio Choir. Dalam sesi terakhirnya ini, Pemilik Purwa Carakan Musik Studio di berbagai kota besar di Indonesia ini kembali mengeksplorasi music Indonesia. Kali ini dari Batak dan Bali. “Bahasa music adalah bahasa universal. Semua bisa bertemu dalam satu panggung,” kata Purwa.

Di sela-sela pagelaran, Purwa kembali menegaskan pentingnya masyarakat member tempat music-music yang memerlukan talenta luar biasa. Tidak hanya music popular yang banyak beredar di televisi. “Harus ada orang-orang yang peduli dengan music semacam ini, karena talenta asal Indonesia itu luar biasa,” katanya. Untuk itu, Purwa mengingatkan peran pemerintah untuk memberikan anggaran lebih bagi tempat-tempat yang sering menyelenggarakan pagelaran serupa. “Apa mesti menungg saya jadi presiden,” selorohnya disambut applause panjang.

Kelly Kwalik Tertembak, So What?

Iman D. Nugroho | dari berbagai sumber

Betapa kejamnya kita sebagai bangsa, bila kita mengabaikan berita tertembaknya Kelly Kwalik di Mimika, Papua, awal pekan ini. Kalau memang benar, sekali lagi terbukti, kita lebih memilih pendekatan senjata, ketimbang negosiasi atau diplomasi.

Berita tertembaknya Kelly Kwalik (sebagian orang menyebut dia sebagai Jendral Kelly Kwalik) terselip di antara pemberitaan lain yang lebih punya nilai jual. Seperti penghitungan koin Prita Mulyasari dan kasus Bank Century yang kemungkinan menyeret Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Wapres Boediono. Apakah tertembaknya Kelly tidak penting?

Tentu saja penting. Kelly Kwalik, bagiku adalah potret kegigihan orang Papua dalam memperjuangkan keyakinannya. Kita tidak harus setuju dengan apa yang dilakukan Kelly, tapi setidaknya kita melihat itu seperti kita melihat perjuangan saudara-saudara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) beberapa tahun lampau.

Atau seperti kita melihat pejuang-pejuang Hak Asasi Manusia (HAM) yang menuntut penegakan HAM secara penuh di Indonesia. Juga seperti Suciwati dan keluarga orang hilang yang terus meneriakkan tuntutan pengungkapan kasus terbunuhnya Munir dan orang hilang lain. Hanya saja, Kelly memiliki cara dan cita-cita yang berbeda. Itu terserah dia.

Siapa Kelly Kwalik? Nama Kelly dan wakilnya, Daniel Kokoya, mencuat ketika dirinya menculik 20-an orang di areal sekitar Freeport dan Wamena. Lima diantaranya adalah warga negara Inggris dan Belanda. Prabowo Subijanto memimpin pembebasan para sandera itu, dan berhasil. Kelly sendiri melarikan diri ke Papua Nugini untuk mengatur pemberontakan dari sana. Sesekali, Kelly datang ke Propinsi Papua untuk bertemu dengan pendukung mereka.

Nama Kelly sering kembali diingat ketika 1 Desember tiba. Saat itulah, beberapa orang pendukung negara Papua, mengibarkan bendera Bintang Kejora (bendera Organisasi Papua Merdeka-OPM) secara sporadis. Apalagi, ketika ada peristiwa di sekitar jalur menuju penambangan PT. Freeport. Kelly dan kawan-kawannya selalu di salahkan. Padahal, tidak ada bukti penembakan itu dilakukan oleh OPM.

Kelly disebut-sebut sudah terbunuh. Apakah Papua akan lebih baik? Apakah lingkungan yang rusak akan segera baik? Apakah akan lebih aman? Apakah pembangunan akan lebih maju? Apakah pendidikan bakal lebih baik? Apakah kemiskinan akan terhapus? Apakah,..terlalu banyak pertanyaan bila bicara soal Papua?

Last question: Apakah Papua akan terus menjadi bagian dari Indonesia?

Purwa Caraka Personal Difinition

Iman D. Nugroho

Purwa Caraka mengisi World Music Festival di Gedung Kesenian Jakarta [GKJ], Selasa [15/12] malam. Dalam pagelaran itu, Purwa didukung oleh puluhan musisi dan menyajikan sembila komposisi yang diramu dalam berbagai aroma. Mulai jazz, pop, tradisional hingga klasik. Seperti tampak pada gambar, Purwa berkolaborasi dengan PCMS Choir yang sedang bergaya tari kecak Bali.

15 Desember 2009

Patung Obama Kecil di Taman Menteng itu,..

Jojo Raharjo (photo), Iman D. Nugroho (text)

Ini adalah pertama kalinya, Indonesia memiliki patung masa kecil presiden dari negara lain. Apalagi kalau bukan patung Presiden AS Barrack Obama yang ditempatkan di Taman Menteng, Jakarta Pusat.

Entah, apa maksud dari pendirian patung ini. Tulisan di bawah patung ini menjelaskan, patung ini dibuat karena Barrack Obama pernah tinggal di Indonesia.

"Si kecil Berry (panggilan kecil Barrack Obama) bermain bersama ibunya Ann di daerah Menteng ini. Dia tumbuh dewasa menjadi Presiden Amerikat Serikat ke-44 dan menerima Nobel Perdamaian."

Barrack Obama memang dianggap dekat oleh Indonesia karena pernah tinggal di Jakarta di masa kecilnya. Namun, pembuatan patung itu dianggap berlebihan mengingat presiden kulit hitam pertama di Amerika Serikat itu terbukti tidak memihak kepada negara berkembang dan terus menggalakkan perang di Afghanistan dengan menyetujui pengiriman pasukan AS.