Iddaily Mobile | Dari Anda Untuk Publik
Youtube Pilihan Iddaily: Pramoedya Ananta Toer
       

15 Desember 2009

Memutarbalikkan Legenda Untuk Haha-hihi

Iman D. Nugroho

Bagaimana bila cerita legenda di bolak-balik? Film Bukan Malin Kundang adalah jawabannya. Di film ini, cerita anak durhaka yang menjadi batu dimodifikasi. Justru sang ibu yang menjadi batu.

Ryan (Ringgo Agus Rahman) terperanjat. Setelah dicari-cari, sang ibu ternyata sudah berubah menjadi batu. Dua sahabat Ryan, Ado (Desta) dan Luna (Sissy Priscillia) tak kuasa melihat kesedihan sahabatnya, dan berusaha mencari solusi untuk masalah Ryan. “Seperti legenda Malin Kundang,” kata Luna meyakinkan Ryan. Ketiganya pun berusaha mencari cara untuk mengubah sang ibu kembali menjadi manusia. Petualangan pun dimulai.

Penggalan kisah di atas adalah titik awal cerita dalam film Bukan Malin Kundang. Film yang menceritakan kisah Ryan, Ado dan Luna itu memang menarik perhatian. Terutama judul dan temanya yang dekat dengan cerita legenda termasyur di Indonesia, Malin Kundang. Malin Kundang adalah legenda dari daerah Minangkabau, Padang, Sumatera Barat, yang menceritakan sosok Malin, anak durhaka.

Malin yang sejak kecil diasuh sang ibu, tiba-tiba saja menjadi sombong saat sudah kaya raya. Apalagi, Malin memiliki istri anak seorang raja. Suatu ketika, Malin bertemu dengan ibunya, setelah bertahun-tahun merantau. Sayang, Malin tidak mau mengakui sosok perempuan tua dan miskin itu adalah ibu kandungnya. Sang ibu yang murka, mengutuk Malin dan seluruh kekayaannya menjadi batu.

Sebagian orang meyakini cerita ini sebagai sebuah kebenaran, lantaran sampai saat ini batu Malin Kundang itu bisa ditemui di pantai Air Manis, Padang, Sumatera. Sebagian lain menilai kisah itu hanya rekaan semata. Apapun itu, cerita tentang Malin Kundang tetap ada sampai sekarang.

Nah, berbeda dengan cerita Malin Kundang asli, film Bukan Malin Kundang garapan sutradara Igbal Rais ini justru berbeda. Ryan, Ado dan Luna menjadi tokoh utama dalam film yang naskahnya ditulis oleh Semali dan Hilman Rais ini. Ketiga sahabat ini adalah mahasiswa yang jarang ke kampus dan memiliki kebiasaan jahil.

Ryan hidup berdua bersama ibunya. Pemuda manja ini selalu memperlakukan sang ibu yang single parent itu dengan semena-mena. Sementara, Ado memiliki keluarga dengan jumlah anggota keluarga yang sangat banyak. Karena itulah, Ado merasa tidak pernah mendapat perhatian. Luna lain lagi. Perempuan satu-satunya dalam tiga sahabat itu justru merasakan over protective dari kedua orang tuanya.

Hobi mereka yang suka menjahili orang kini kena batunya. Ryan dengan semena-mena mengikat Rapiah, seorang nenek renta (Aming) di atas tiang listrik. Hanya gara-gara menghalangi jalan. Nenek yang marah itu mengutuk Ryan. Saat pulang, Ryan mendapati sang ibu tidak ada di rumah.

Hingga akhirnya, keesokan ketiga sahabat itu menemukan sebuah patung yang dinilai sebagai patung sang ibu. Ketiganya berusaha keras mencari cara menyembuhkan kutukan itu. Mulai membawanya ke Dukun (Joe P Project) hingga menculik Nenek Rapiah untuk dipaksa memaafkan Ryan dan menarik kutukannya.

Untuk sebuah film komedi, cerita Bukan Malin Kundang terasa lebih fresh, dibanding cerita film komedi yang belakangan hanya dibuat bertemakan persoalan cinta semata. Apalagi film ini juga mengusung nilai-nilai lama yang, mungkin, sudah jarang sekali dibicarakan. “Karena itulah, saya merasa tertantang mengerjakan film ini,” kata Iqbal Rais, sang sutradara. Apalagi, tantangan lain yang dihadapi adalah tidak mengabaikan cerita asli, Malin Kundang yang syarat nilai.

Bagi Semali dan Hilman Mutasi, pembuatan naskah film yang didasari oleh cerita sebuah daerah tertentu, dan kemudian dipelesetkan, menjadi tantangan tersendiri. Tak heran, bila dalam proses membuat naskah ini, Semali dan Hilman perlu berbulan-bulan diskusi. “Sharing sangat penting, untuk tidak meninggalkan esensi cerita asli, tapi dengan sentuhan baru versi kekinian,” kata Semali. Bila meleset sedikit saja, bisa jadi akan mendapatkan cap pelecehan.

Namun, saat film itu sudah selesai dibuat, justru Igbal Rais, Semali maupun Hilman malah bangga. Penggarapan dan peran artis yang bermain dalam film ini berhasil menambah bobot film yang akan ditayangkan pada 23 Desember 2009 ini. Tidak jauh dari Hari Ibu Nasional pada 22 Desember. Ringgo Agus Rahman, Desta dan Sissy Priscillia menjadi sosok yang tidak bisa dilepaskan dari film yang mulai digarap pada awal Oktober 2009 ini.

Ringgo Agus Rahman yang dalam film itu diceritakan sebagai anak manja dan bengal, menilai film ini pantas ditonton anak muda agar lebih mengerti arti orang tua di masa sekarang. “Kalau Aku sih, melihat film ini sebagai dedikasi untuk orang tua, terutama ibuku,” katanya. Ringgo mengaku, hubungannya sangat dekat dengan sang ibu. “Sampai kelas 1 SMP, aku masih tidur sama ibuku lho,” kenangnya.

Meski diwarnai dengan kedalaman makna, film Bukan Malin Kundang tetap saja memiliki kekurangan. Penggambaran ketiga tokoh utama sebagai sosok yang manja dan bengal, terlalu berlebihan dengan seringnya ketiganya memaki di sela-sela parody sarkasme. Film ini juga mengabaikan nilai-nilai lain berupa penghapusan stereotypes karakter etnis tertentu.

Well, apapun, tak ada salahnya melihat Malin Kundang dalam bentuk lain.

*photo by Rapi Film

Memang Bukan Malin Kundang, kok,..

Iman D. Nugroho

Film ini memang bukan tentang legenda Malin Kundang namun ceritanya hampir mirip, terutama dalam hal “Patung Batu” dan “Kutukan”. Bedanya, kalau dalam legenda Malin Kundang diceritakan sang anak yang menjadi batu, dalam film ini, justru sang ibu yang membatu. Kok?

Kisah ini dibawa oleh karakter anak-anak muda bernama RYAN (Ringgo Agus Rahman), ADO (Desta) dan LUNA (Sissy Priscillia), mereka ini boleh dibilang anak kuliahan yang jarang ke kampus atau anak kampus yang jarang kuliah. Mereka bersahabat, karena sama-sama suka nongkrong dan suka jahil. Ryan hidup berdua bersama ibunya, Ryan anaknya manja ngga ketulungan, semua kebutuhan Ryan disediakan oleh Ibunya yang nota bene Single Parent. Lain halnya dengan Ado, yang berasal dari keluarga besar.

Kayaknya Ibu dan Bapak Ado tak mengenal istilah KB (Keluarga Berencana) atau bagi mereka KB itu mungkin artinya Keluarga Besar dan membuat Ado kurang mendapat perhatian dari orang tuanya. Beda lagi sama Luna, orang tua Luna amat sangat memperhatikan Luna, malah cenderung over protective, setiap saat Luna dipantau keberadaannya, Luna menjadi pribadi yang Manis Di Dalam Liar Di Luar.

Hobi mereka yang suka menjahili orang kini kena batunya, karena kejahilan mereka sudah melewati batas. Suatu hari Ryan dengan semena-mena mengikat seorang Nenek-nenek renta (Aming) di atas tiang listrik, hanya gara-gara menghalangi jalan. Bagi Ryan hal itu buat lucu-lucuan aja…Nenek yang emosi lantas mengutuk Ryan. .

Saat Ryan pulang, rumahnya kosong Ibunya entah ke mana, Ryan malah senang, Ia mengajak Ado dan Luna untuk datang ke rumahnya. Sepanjang malam mereka bercanda, heboh dan gila-gilaan. Hingga esok harinya mereka menemukan Patung Batu perempuan yang berwujud Ibu Ryan. Dengan bantuan internet dan ke’sok-tahu’an mereka, kejadian ini mereka hubungkan dengan Kutukan seperti legenda Malin Kundang, tapi bedanya yang menjadi batu bukan anaknya tapi ibunya.

Untuk mengembalikan Ibunya menjadi manusia, Ado membawa mereka termasuk Patung Ibu Ryan ke Poliklenik, tempat praktek dukun-dukun paranormal. Dari salah seorang Dukun paling top (Joe P Project) Ryan diharuskan mencari Nenek-nenek yang pernah dijahili untuk menarik kutukannya.

Mencari nenek-nenek di kota Jakarta bukanlah pekerjaaan yang mudah, yang mereka ingat hanyalah sang nenek suka memakai topi kembang. Manakala bertemu dengan Pak Sabeni (Jaja Miharja), lelaki 5 jaman, kakek satu ini sudah pernah mengencani wanita sejak jaman kemerdekaan hingga jaman reformasi. Lewat informasi dari Sabeni, Ryan berhasil menemukan Nenek bertopi kembang, Nenek Rapiah namanya.

Perjalanan pencarian Nenek Rapiah (Aming) menjadi petualangan seru, emosional dan menggelikan. Persahabatan Ryan, Ado & Luna pun menjadi taruhannya. Apa yang akan terjadi dengan patung ibu Ryan?

*photo caption: Ryan, Ado dan Luna berdiri di samping patung sang ibu.

14 Desember 2009

Presiden Yudhoyono berkunjung ke Jerman

Press Release

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 15 Desember akan melakukan kunjungan satu hari ke Berlin. Presiden direncanakan akan melakukan pembicaraan dengan Presiden Jerman Horst Köhler, Kanselir Jerman Angela Merkel dan Menteri Luar Negeri Jerman Guido Westerwelle.

Kunjungan Presiden Yudhoyono menunjukkan hubungan yang erat dan bersahabat antara Republik Federal Jerman dan Republik Indonesia. Kunjungan Presiden Indonesia ke Jerman
terakhir terjadi sembilan tahun yang lalu. Topik-topik utama yang akan dibicarakan di Berlin meliputi tema internasional dan tema regional, perlindungan iklim, masalah ekonomi maupun pembangunan di Indonesia.

Dalam rangka Indonesia menghadiri Pertemuan Tingkat Tinggi G-20 dan Konferensi Perubahan Iklim PBB di Kopenhagen, tema utama yang akan dibicarakan adalah meningkatkan kerja sama Jerman – Indonesia dalam bidang Iklim dan Kebijakan Lingkungan Hidup. Disamping itu Presiden Yudhoyono atas undangan German Council on Foreign Relations (DGAP) juga akan menyampaikan pidato.

Presiden Yudhoyono antara lain akan didampingi oleh Menteri Luar Negeri RI Marty Natalegawa, yang secara terpisah juga akan melakukan pembicaraan bilateral dengan Menteri Luar Negeri Jerman Guido Westerwelle.

graphic by 4.bp.blogspot.com

13 Desember 2009

"Aku benci pagi hari ini, Jen,.."

Iman D. Nugroho

Belaian tanganmu mengejutkanku. Tak pernah kusangka, hembusan sejuk AC di kamar hotel ini membuat tanganmu sedingin itu. "It's time to wake up, my love?" katamu berbisik. Sial. Bagaimana aku bisa ketiduran! Wawancara pagi ini sangat penting untuk buku terakhirku. "Okay, thank you,.." Aku bangun cepat. Masuk ke kamar mandi. Kau hanya melihatku, tersenyum di balik selimut putih itu. "Don't forget to kiss me before you go," katamu.

Tak perlu aku jelaskan detil siapa Aku. Singkatnya, aku adalah seorang penulis buku. Tidak seberapa terkenal. Bukuku juga nggak pernah jadi Best Seller di toko buku. Yah, hanya beberapa kali resensinya naik di koran nasional. Itu pun karena aku meminta kawan-kawanku menulisnya untukku, dan mengirimnya ke media cetak nasional kelas dua. Orang memanggilku, Rei.

Setahun lalu, adalah awal dari kelahiran kedua bagiku. Ketika Jen menyorongkan tangannya untuk berkenalan. "I am Jennifer, you can call me Jen," katanya di depan fast food Bandara Sukarno Hatta. Kejadian itu bukan kejadian yang pantas diceritakan sebetulnya, apalagi dijadikan status facebook. Bagaimana bisa, ketika itu Jen menolongku dari keroyokan pengunjung bandara yang entah mengapa meneriakiku sebagai pencopet. Sial!

Saat itu, Jen yang ternyata sebelumnya satu pesawat denganku, melerai dan menyakinkan pada orang-orang yang marah itu atas kesalahpahaman mereka. "You are wrong! This guy is just arrived with me!" kata Jen setengah berteriak. Melihat orang bule yang bicara, orang-orang itu keder juga. Meski beberapa di antaranya masih melayangkan tinjunya padaku.

Sejak itu, kita pun akrab. Hanya teman biasa yang saling sapa di Facebook. Nothing special. Tidak seperti cerita romantis pada umumnya, Jen sama sekali tidak pernah membaca bukuku. Tapi, dia menghargai profesiku sebagai penulis. "Owesome!" katanya. "Well, even I am a book writer but your skin is whiter than me,.." kataku. Jen hanya melongo, nggak nyambung memang. Habisnya, aku bingung mau omong apa.

Ketidaknyambungan itu (ini bahasa apa sih!), yang justru membuat kami semakin dekat. Jen beberapa kali memintaku untuk mengajaknya bila aku ada rencana "belanja" bahan untuk buku baruku. Eits! Aku sempat curiga, jangan-jangan dia agen CIA atau FBI yang sengaja ditugaskan untuk membuntuti aku. Hmmmm,..Tapi untuk apa. Buku yang aku tulis pun, bukan buku berbahaya yang pantas di-intel-i. Buku terakhirku adalah resep masakan Indonesia. Apa pentingnya bagi CIA atau FBI?

Sudahlah, akhirnya aku mulai mengajakkan bekerja. Ikut wawancara, ikut jalan-jalan ke gunung, kemana saja. Jen mengaku senang. Seperti merasakan Indonesia sebenarnya, setelah tiga bulan dia ada di sini. Jen, memang bukan CIA atau FBI. Dia hanya guru bahasa Inggris di salah satu lembaga kursus bahasa Inggris di Jakarta. Teman-temannya, ya banyak orang bule. Kalau toh ada orang lokal (jadi ingat buah-buahan), itu nggak jauh-jauh dari relasi di tempat kursus, atau murid-muridnya. Aku adalah temannya yang paling aneh, baginya. "But I love you,.. I mean,..I love you as a friend," katanya.

Aku yang nggak seberapa paham bahasa Inggris, hanya mantuk-mantuk (mengangguk-angguk) saja. Sambil tersenyum. Satu hal yang aku tahu, ada kata "love" di dalamnya. Tapi aku nggak boleh GR dong. Siapa tahu "love" yang dimaksud ini, bukan cinta dalam arti romantis, tapi dalam arti lain. Misalnya: I love dog! Masa aku harus GR dengan kalimat itu! Tapi tetap saja, aku "waspada". Bagaimana tidak, nggak setiap hari bisa jalan-jalan sama perempuan berambut pirang, mancung dan cerdas banget! Sumpah!

"So, we will go to Malang of East Java for 2 days?" tanya Jen melalui SMS. "Yes, like usual, you will join with me, right?" balasku. Kringggg,...kringggg,... tiba-tiba HP-ku berbunyi. Jen menelepon. "Do you still want me to unswer it?" tanyanya. "Hahaha,..no! Okay, where is our meeting point?" jawabku dengan tanya. "I'll pick you up, bye Rei," Jen mengakhiri pembicaraan. Hmmm, Jen.

Rumit juga menjelaskan bagaimana aku dan Jen setelah hampir setahun ini bersama-sama. Memang tidak pernah ada kata cinta terucap. Tapi, apa yang kami lakukan, sepertinya melewati semuanya. Seperti ketika malam bebarapa bulan lalu itu. Entah bagaimana, Jen begitu mesra. Keringat yang menetes di sela-sela debu Jakarta, tak menghentikannya menciumiku. Dan setelah itu,... "Jen,.." desahku. Jen tidak membalas.

Detik terus berlalu. Sudah 5 sore, Jen belum juga datang. Pesawat kami harus berangkat jam 8 malam. Lima SMS-ku, tak terbalas.Teleponku pun tak diangkatnya. Email dan FB yang aku buka melalui handphone pun tak berisi pesan darinya. Dua tiket pesawat di tanganku, seperti terus memanggil. Mengingatkan betapa pentingnya perjalanan ke Malang kali ini. "Jen,.kau kemana?"

***

Aku terperanjat. Guyuran air dari shower membangunkan lamunanku. Kubuka pintu kamar mandi hotel dan melihat ke arah tempat tidur. Jen tidak ada di sana. Hanya laptop dan handphone yang menyala lampunya,..sebuah SMS masuk. "Rei. Bom meledak di JW Marriot dan Ritz Carlton. Segera ke Jakarta."

"God, please no..,"

Hendrayana-Anggara untuk LBH Pers

Iman D. Nugroho

Hendrayana [kanan] dan Anggara [kiri] terpilih sebagai Direktur Eksekutif dan Wakil Direktur Eksekutif dalam Rapat Umum anggota LBH Pers, Sabtu [12/12/09] malam di Jakarta. Dalam rapat kali ini, dibentuk pula Dewan Pengawas LBH Pers yang akan mengawasi dan bekerja bersama LBH Pers.