Press Release
Lomba karya foto dan tulis bertema Pengembangan Blok Cepu yang digelar AJI Surabaya dan Mobil Cepu Ltd, akhirnya resmi ditutup, Minggu (20/04/08) pukul 00.00 Wib. Jumlah karya yang diikutkan dalam lomba yang sempat diwarnai oleh “surat kaleng” pemboikotan itu mencapai 200-an karya foto dan tulis. “Sebuah jumlah yang membanggakan mengingat dinamika yang terjadi atas lomba ini,”kata Kukuh S. Wibowo, Ketua Pelaksana Lomba Foto dan Tulis AJI Surabaya-Mobil Cepu Ltd.
Lomba foto dan tulis AJI Surabaya-Mobil Cepu Ltd digelar dua bulan mulai akhir 19 Februari hingga 19 April 2008. Dalam lomba itu, AJI Surabaya memberi kesempatan kepada jurnalis aktif, freelance/stringer untuk mengikutkan karya jurnalistik yang pernah dimuat selama periode waktu 1 Maret 2006 – 19 April 2008. Setiap peserta dapat mengirimkan karyanya maksimal 5 (lima) foto/tulis.
Untuk menambah bobot lomba ini, AJI Surabaya memilih dewan juri dari jurnalis professional dan pengamat media. Seperti Kemal Jufri (Imaji/ fotografer freelance), Eddy Hasbi (Harian Kompas), Sigit Pamungkas (Kantor Berita Reuters), Abdul Manan (Sekretaris Jenderal AJI Indonesia/Tempo), Ignatius Harianto (Direktur Eksekutif Lembaga Pers dan Pembangunan-LSPP) dan Endy M. Bayuni (Pemimpin Redaksi The Jakarta Post). “Kami meyakini, dewan juri akan mampu menyaring dengan ketat karya foto dan tulis yang masuk ke email lomba,” kata Kukuh S. Wibowo.
Lomba ini memiliki jumlah hadiah yang tergolong besar, dengan jumlah total sebanyak Rp.52 juta. Juara pertama akan mendapatkan Rp. 9 juta plus sertifikat. Sementara juara dua dan tiga, akan mendapatkan Rp.7 dan Rp.5 juta plus sertifikat. Sementara juara empat dan lima akan menggondol Rp. 3 juta dan Rp. 2 juta plus sertifikat. Pengumuman pemenang dan penerimaan hadiah akan diselenggarakan di Surabaya pada tanggal 3 Mei 2008.
Jumlah karya foto dan tulis yang masuk, kebanyakan dilakukan pada detik-detik akhir penutupan lomba. Sebagian besar peserta lomba mengirim jumlah maksimal karya, sebanyak lima buah. Hanya beberapa peserta yang terlalu bersemangat mengirimkan sampai 11 karya. Hingga saat ini, tim penyeleksi awal lomba dari AJI Surabaya masih melakukan seleksi awal sebelum diserahkan ke Dewan Juri. Menurut rencana, proses awal ini akan berlangsung satu minggu, hingga hasilnya akan diketahui 29 April 2008. Siapa yang akan menjadi pemenang? Kita lihat saja nanti.
20 April 2008
17 April 2008
Kesalahan Penanganan Dalam Penembakan Alastlogo Pasuruan
Iman D. Nugroho
Penembakan warga desa Alastlogo, Pasuruan, yang menewaskan 4 orang, dan melukai belasan lainnya oleh pasukan Marinir TNI-AL, adalah buah dari berbagai kesalahan penanganan. Hal itu yang tampak dalam persidangan di Mahkamah Tinggi Tinggi III Surabaya, Kamis (17/04/08) ini. Meski begitu, Mantan Kepala Seksi Operasi Marinir Grati Pasuruan, Mayor Marinir Bakri menekankan, penembakan itu bisa dibenarkan sebagai upaya menjaga diri dan alasan menjaga aset TNI-AL.
Penanganan yang keliru itu tampak dari kebiasaan pasukan Marinir yang melakukan patroli dengan membawa peluru tajam. Dalam patroli rutin yang dilakukan 30 Mei 2007 lalu itu misalnya, 13 pasukan patroli Marinir membawa 12 senjata jenis Senapan Serbu (SS) 1, dengan 10 peluru tajam, 5 peliru hampa dan 2 peluru karet. Di hari yang sama itulah tragedi penembakan terjadi.
Mantan Kepala Seksi Operasi Marinir Grati Pasuruan, Mayor Marinir Bakri mengatakan, kebiasaan membawa peluru tajam itu sudah ada sebelum dirinya menjabat di Grati Pasuruan. "Sebelum Saya masuk ke Pasuruan pada Agustus 2006, kebiasaan itu (membawa peluru tajam) sudah dilakukan, makanya ketika hari itu akan dilakukan patroli, perlengkapan yang dibawa pun sama," kata Bakri.
Mayor Marinir Bakri menekankan, sebagai tentara, patroli membawa senjata memang harus dilakukan untuk mengamankan aset TNI-AL. Apalagi di dua lokasi patroli, Desa Alastlogo dan Desa Sumber Anyar, sering ada demo anarkhi. "Karena itu Marinir berhak melakukan upaya pencegahan, bentuknya dilihat kondisi di lapangan," katanya.
Mayor Marinir Bakri juga sudah menekankan kepada Letnan Budi, kepala tim patroli saat itu, untuk menghindari kontak fisik dengan masyarakat. Bakri juga memerintahkan anak buahnya untuk tidak merusak tanaman masyarakat yang ada di wilayah patroli seluas 3600 Ha dengan 10 desa itu. Namun yang terjadi justru di luar dugaan. Pasukan patroli yang sedang bertugas terlibat penembakan warga sipil yang menewaskan empat orang.
Tragedi itu, kata Mayor Marinir Bakri disebabkan karena ada lemparan dengan batu oleh sekitar 300-an penduduk Alastlogo yang mengetahui adanya patroli Marinir. Dalam sebuah pembicaraan telepon, Letnan Budi dan Mayor Bakri sempat dilaporkan bahwa pasukan patroli sedang terdesak oleh tindakan penyerangan oleh penduduk. "Saya sudah perintahkan untuk mundur, tapi kemudian hubungan telepon terputus, hingga akhirnya saya tahu ada penembakan dan korban jiwa," kata Mayor Bakri.
SS1 Senjata Berbahaya
Sementara itu, Suprapto, ahli senjata dari PT. Pindad yang hadir sebagai saksi ahli dalam persidangan Kamis ini mengatakan, senjata SS 1 yang digunakan oleh pasukan Marinir adalah senjata serbu yang tangguh. Dengan 3 jenis operasional tembakan, single shoot, triple shoot dan automatic, senjata berkaliber 5,6 Mm ini memiliki jarak efektif hingga 600 meter. "Jarak kurang dari 400 meter bisa menembus papan setebal 10 Cm," katanya.
Popor senjata yang bisa dibengkokkan, membuat senjata ini mudah untuk dipakai saat mobile pasukan. Karenanya, seperti namanya, SS1 yang merupakan license dari Belgia ini pas sebagai senjata serbu. "Sejauh yang saya tahu, karena alasan itulah, TNI-AL hanya memakai SS1 sebagai satu-satunya senjata laras panjang," katanya.
Imbar Susianto Slamet, ahli magazine dari PT. Pindad Malang yang juga hadir sebagai saksi ahli menjelaskan, keefektifan SS1 juga terlihat dari jenis magazine yang digunakan, yakni jenis MU 5 TJ kaliber 5,5 Mm. Peluru jenis ini, memiliki kemampuan memutar di udara, lantaran ujung senapan SS1 memiliki ulir. "Bila masuk ke dalam target, maka bisa dipastikan akan meninggalkan lubang kecil di bagian depan, namun lubang menganga lebar dan robek-robek di bagian belakang," unkap Imbar.
Karena besarnya daya dorong peluru yang dimiliki SS1, bisa dipastikan proyektil yang terlempat akan pecah bila membentur benda keras seperti tanah, batu, tembok dan kayu. Pecahan proyektil itu pun masih memiliki kemampuan membunuh obyek, bila pecahannya melesat dengan kecepatan di atas 10 joule. "Namun itu tergantung besar dan kecepatan pecahan proyektil, kalau cukup besar dan cepat, maka akan bisa membuat manusia meninggal," kata Imbar.
Seperti diketahui, dalam penembakan Marinir di Desa Alastlogo, dari 12 orang korban (4 meninggal) tiga di antaranya korban meninggal memiliki luka yang diduga terkena pecahan proyektil. Hanya korban Mistin yang memiliki lubang kecil di punggungnya, namun menganga di bagian dada. Proyektil yang menembus Mistin bersarang di anaknya, Chairil Anwar yang saat itu berada digendongannya.
Penembakan warga desa Alastlogo, Pasuruan, yang menewaskan 4 orang, dan melukai belasan lainnya oleh pasukan Marinir TNI-AL, adalah buah dari berbagai kesalahan penanganan. Hal itu yang tampak dalam persidangan di Mahkamah Tinggi Tinggi III Surabaya, Kamis (17/04/08) ini. Meski begitu, Mantan Kepala Seksi Operasi Marinir Grati Pasuruan, Mayor Marinir Bakri menekankan, penembakan itu bisa dibenarkan sebagai upaya menjaga diri dan alasan menjaga aset TNI-AL.
Penanganan yang keliru itu tampak dari kebiasaan pasukan Marinir yang melakukan patroli dengan membawa peluru tajam. Dalam patroli rutin yang dilakukan 30 Mei 2007 lalu itu misalnya, 13 pasukan patroli Marinir membawa 12 senjata jenis Senapan Serbu (SS) 1, dengan 10 peluru tajam, 5 peliru hampa dan 2 peluru karet. Di hari yang sama itulah tragedi penembakan terjadi.
Mantan Kepala Seksi Operasi Marinir Grati Pasuruan, Mayor Marinir Bakri mengatakan, kebiasaan membawa peluru tajam itu sudah ada sebelum dirinya menjabat di Grati Pasuruan. "Sebelum Saya masuk ke Pasuruan pada Agustus 2006, kebiasaan itu (membawa peluru tajam) sudah dilakukan, makanya ketika hari itu akan dilakukan patroli, perlengkapan yang dibawa pun sama," kata Bakri.
Mayor Marinir Bakri menekankan, sebagai tentara, patroli membawa senjata memang harus dilakukan untuk mengamankan aset TNI-AL. Apalagi di dua lokasi patroli, Desa Alastlogo dan Desa Sumber Anyar, sering ada demo anarkhi. "Karena itu Marinir berhak melakukan upaya pencegahan, bentuknya dilihat kondisi di lapangan," katanya.
Mayor Marinir Bakri juga sudah menekankan kepada Letnan Budi, kepala tim patroli saat itu, untuk menghindari kontak fisik dengan masyarakat. Bakri juga memerintahkan anak buahnya untuk tidak merusak tanaman masyarakat yang ada di wilayah patroli seluas 3600 Ha dengan 10 desa itu. Namun yang terjadi justru di luar dugaan. Pasukan patroli yang sedang bertugas terlibat penembakan warga sipil yang menewaskan empat orang.
Tragedi itu, kata Mayor Marinir Bakri disebabkan karena ada lemparan dengan batu oleh sekitar 300-an penduduk Alastlogo yang mengetahui adanya patroli Marinir. Dalam sebuah pembicaraan telepon, Letnan Budi dan Mayor Bakri sempat dilaporkan bahwa pasukan patroli sedang terdesak oleh tindakan penyerangan oleh penduduk. "Saya sudah perintahkan untuk mundur, tapi kemudian hubungan telepon terputus, hingga akhirnya saya tahu ada penembakan dan korban jiwa," kata Mayor Bakri.
SS1 Senjata Berbahaya
Sementara itu, Suprapto, ahli senjata dari PT. Pindad yang hadir sebagai saksi ahli dalam persidangan Kamis ini mengatakan, senjata SS 1 yang digunakan oleh pasukan Marinir adalah senjata serbu yang tangguh. Dengan 3 jenis operasional tembakan, single shoot, triple shoot dan automatic, senjata berkaliber 5,6 Mm ini memiliki jarak efektif hingga 600 meter. "Jarak kurang dari 400 meter bisa menembus papan setebal 10 Cm," katanya.
Popor senjata yang bisa dibengkokkan, membuat senjata ini mudah untuk dipakai saat mobile pasukan. Karenanya, seperti namanya, SS1 yang merupakan license dari Belgia ini pas sebagai senjata serbu. "Sejauh yang saya tahu, karena alasan itulah, TNI-AL hanya memakai SS1 sebagai satu-satunya senjata laras panjang," katanya.
Imbar Susianto Slamet, ahli magazine dari PT. Pindad Malang yang juga hadir sebagai saksi ahli menjelaskan, keefektifan SS1 juga terlihat dari jenis magazine yang digunakan, yakni jenis MU 5 TJ kaliber 5,5 Mm. Peluru jenis ini, memiliki kemampuan memutar di udara, lantaran ujung senapan SS1 memiliki ulir. "Bila masuk ke dalam target, maka bisa dipastikan akan meninggalkan lubang kecil di bagian depan, namun lubang menganga lebar dan robek-robek di bagian belakang," unkap Imbar.
Karena besarnya daya dorong peluru yang dimiliki SS1, bisa dipastikan proyektil yang terlempat akan pecah bila membentur benda keras seperti tanah, batu, tembok dan kayu. Pecahan proyektil itu pun masih memiliki kemampuan membunuh obyek, bila pecahannya melesat dengan kecepatan di atas 10 joule. "Namun itu tergantung besar dan kecepatan pecahan proyektil, kalau cukup besar dan cepat, maka akan bisa membuat manusia meninggal," kata Imbar.
Seperti diketahui, dalam penembakan Marinir di Desa Alastlogo, dari 12 orang korban (4 meninggal) tiga di antaranya korban meninggal memiliki luka yang diduga terkena pecahan proyektil. Hanya korban Mistin yang memiliki lubang kecil di punggungnya, namun menganga di bagian dada. Proyektil yang menembus Mistin bersarang di anaknya, Chairil Anwar yang saat itu berada digendongannya.
15 April 2008
Basa-basi Imigrasi,..capek dech!
Tiga puluh satu tahun menjadi warga negara RI, belum sekali pun pernah memiliki paspor atau Surat Perjalanan Republik Indonesia (SPRI). Sekali-kali ingin mengurus paspor, harus eyel-eyelan dengan petugas Loket VI. "Pak, ini sudah keputusan atasan, maaf ijazah Anda tidak bisa digunakan untuk mengurus paspor," kata Reta, petugas loket VI Imigrasi Klas I Surabaya. Kok?
Wajah Kirman, sebut saja begitu, seorang calo pembuat paspor menegang. Jidatnya mengerut, membuat kedua alisnya hampir bertemu. "Memangnya sekarang tidak bisa titip Anda untuk membuat paspor, kenapa?" katanya melalui telepon seluler, pada seseorang yang menurut Kirman adalah salah satu petugas Imigrasi Klas I Khusus Surabaya. Setelah mengangguk-angguk, Kirman menghela napas panjang. "Hmmm,..ada petugas KPK (komisi Pemberantasan Korupsi-RED) yang sedang mengawasi,..oke,..terima kasih," katanya.
Begitulah, Kirman adalah calo paspor yang Saya tuju saat akan membuat "pass" keluar negeri itu. Menurut laki-laki paruh baya ini, belakangan banyak petugas Imigrasi yang enggan melayani permintaan "side job" membantu pembuatan paspor. "Ya itu tadi, ada petugas KPK yang mengawasi, mungkin ada baiknya sampeyan mengurus sendiri saja," katanya.
Saya pun menurut, dan memutuskan untuk pergi ke Imigrasi Klas I Khusus Surabaya di Waru, Sidoarjo. Dalam hati, ada sedikit rasa malu karena memilih untuk pergi ke calo paspor. "Ternyata imigrasi sudah berubah, tidak ada lagi calo yang bisa dimintai "tolong" untuk membuat paspor," kata Saya dalam hati.
Rasa malas mengurus surat resmi yang biasanya terasa, kali ini hilang. Perjalanan ke kantor Imigrasi Surabaya yang sudah berubah "budaya", benar-benar membuat bersemangat. "Lewat samping, beli formulir, isi dan selesai sudah!," kata petugas parkir. Wah, petugas parkir pun bisa menjelaskan mudahnya mengurus paspor. Sebegitu mudahkah? Tunggu dulu.
Masuk ke pintu samping, Saya langsung disambut seorang laki-laki yang entah mengapa begitu ramah. "Mau urus paspor, bisa saya bantu,.." katanya. Ya ampun, seorang calo di dalam komplek Imigrasi! So sweet,..Ah, mungkin hanya kebetulan. Saya menggeleng tanda menolak, sambil menuju ke Koperasi Imigrasi untuk membeli formulir seharga Rp.6500,-.
Di salah satu ruang tunggu imigrasi, Saya mengisi formulir itu. Di depan saya berdiri petugas keamanan imigrasi berbaju coklat muda. Aman rasanya. "Pertama kali bikin paspor ya mas? Bisa Saya bantu, Saya bukan calo, hanya ingin membantu saya," kata seorang pemuda ramah. "Kalau sama Saya urusnya, bisa empat hari sudah jadi, kalau urus sendiri, bisa seminggu,.." katanya promosi. God! Calo ini beraksi di hadapan petugas imigrasi! Tidak ada tindakan padanya..
Lagi-lagi Saya menolak. Terus mengisi form kosong Perdim 11 yang ada. Usai mengisi, Saya siapkan persyaratan permohonan paspor. Ada empat kelengkapan permohonan paspor. Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang masih berlaku, Kartu Susunan Keluarga (KSK), Akte Lahir atau ijasah dan kelengkapan penunjang. Akte Kawin, Kekerangan Kelakuan Baik, Ijin Kantor atau Perusahaan, Pertanyaan tidak bekerja hingga Surat bukti penerimaan pemberitahuan belajar di luar negeri dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Karena Akte Kelahiran tidak ada, Saya memilih menggunakan ijasah asli sekolah tinggi tempat saya menuntut ilmu S1 di Surabaya. Singkat kata, Saya pun mengantri. Waktu berlalu, setelah 30 menit berdiri di antrian, tibalah saatnya giliran Saya. Petugas Loket VI pun menerima berkas Saya. Membolak-balik dengan serius berkas itu, untuk mengcheck kelengkapan.
"Pak, ijasah Anda tidak bisa digunakan,!" kata Reta, petugas loket. "Kenapa?" tanya Saya. Asal tahu saja, ijasah saya memang bukan ijasah universitas atau sekolah tinggi negeri. "Hanya" ijasah sekolah tinggi ilmu komunikasi tertua di Indonesia Timur. Meski begitu, tetap saja ijasah itu ijasah asli yang dikeluarkan Dirjen Dikti Depdiknas. "Tapi tidak bisa, pak. Kami hanya menerima ijasah SMA atau SMP yang ada nama orang tua," katanya. Kali ini dengan sedikit menarik ujung bibirnya.
"Kenapa? Kan nama orang tua saya ada di KSK? Yang Saya bawa ini adalah ijasah asli," saya coba berargumentasi. Reta bergeming, sambil memasukkan seluruh surat-surat Saya ke dalam map. "Pak, ini sudah keputusan atasan, maaf ijazah Anda tidak bisa digunakan untuk mengurus paspor," katanya, sambil mengembalikan seluruh permohonan Saya.
Saya tetap tidak bisa terima. Kalau memang harus ijasah SMA atau SMP atau yang ada nama orang tua, mengapa tidak disebutkan dari awal. Bahkan, bila kita buka website Imigrasi Surabaya, tepatnya di kolom SPRI, maka akan tampak tidak adanya persyaratan yang dikatakan Reta. Di sebutkan dalam situs itu persyarakat permohonan paspor RI hanya Keterangan Identitas Diri, berupa Bukti domisili yang ditunjukkan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP), atau Resi Kartu Tanda Penduduk. Dilengkapi dengan Kartu Keluarga (KK) bagi daerah yang telah mengeluarkan KK, atau keterangan bertempat tinggal dari Kecamatan.
Bagi WNI yang bertempat tinggal di luar wilayah Indonesia (Penduduk Luar Negeri), berupa Tanda Penduduk negara setempat atau bukti/petunjuk/keterangan ijin yang menunjukkan bahwa pemohon bertempat tinggal di negara tersebut. Bukti Identitas Diri, pun hanya berupa Akte kelahiran atau Akte perkawinan/Surat nikah atau Ijasah atau Surat baptis. Lalu apa yang salah?
Yang salah adalah dugaan awal Saya. Imigrasi sepertinya belum berubah,..capek dech!
Wajah Kirman, sebut saja begitu, seorang calo pembuat paspor menegang. Jidatnya mengerut, membuat kedua alisnya hampir bertemu. "Memangnya sekarang tidak bisa titip Anda untuk membuat paspor, kenapa?" katanya melalui telepon seluler, pada seseorang yang menurut Kirman adalah salah satu petugas Imigrasi Klas I Khusus Surabaya. Setelah mengangguk-angguk, Kirman menghela napas panjang. "Hmmm,..ada petugas KPK (komisi Pemberantasan Korupsi-RED) yang sedang mengawasi,..oke,..terima kasih," katanya.
Begitulah, Kirman adalah calo paspor yang Saya tuju saat akan membuat "pass" keluar negeri itu. Menurut laki-laki paruh baya ini, belakangan banyak petugas Imigrasi yang enggan melayani permintaan "side job" membantu pembuatan paspor. "Ya itu tadi, ada petugas KPK yang mengawasi, mungkin ada baiknya sampeyan mengurus sendiri saja," katanya.
Saya pun menurut, dan memutuskan untuk pergi ke Imigrasi Klas I Khusus Surabaya di Waru, Sidoarjo. Dalam hati, ada sedikit rasa malu karena memilih untuk pergi ke calo paspor. "Ternyata imigrasi sudah berubah, tidak ada lagi calo yang bisa dimintai "tolong" untuk membuat paspor," kata Saya dalam hati.
Rasa malas mengurus surat resmi yang biasanya terasa, kali ini hilang. Perjalanan ke kantor Imigrasi Surabaya yang sudah berubah "budaya", benar-benar membuat bersemangat. "Lewat samping, beli formulir, isi dan selesai sudah!," kata petugas parkir. Wah, petugas parkir pun bisa menjelaskan mudahnya mengurus paspor. Sebegitu mudahkah? Tunggu dulu.
Masuk ke pintu samping, Saya langsung disambut seorang laki-laki yang entah mengapa begitu ramah. "Mau urus paspor, bisa saya bantu,.." katanya. Ya ampun, seorang calo di dalam komplek Imigrasi! So sweet,..Ah, mungkin hanya kebetulan. Saya menggeleng tanda menolak, sambil menuju ke Koperasi Imigrasi untuk membeli formulir seharga Rp.6500,-.
Di salah satu ruang tunggu imigrasi, Saya mengisi formulir itu. Di depan saya berdiri petugas keamanan imigrasi berbaju coklat muda. Aman rasanya. "Pertama kali bikin paspor ya mas? Bisa Saya bantu, Saya bukan calo, hanya ingin membantu saya," kata seorang pemuda ramah. "Kalau sama Saya urusnya, bisa empat hari sudah jadi, kalau urus sendiri, bisa seminggu,.." katanya promosi. God! Calo ini beraksi di hadapan petugas imigrasi! Tidak ada tindakan padanya..
Lagi-lagi Saya menolak. Terus mengisi form kosong Perdim 11 yang ada. Usai mengisi, Saya siapkan persyaratan permohonan paspor. Ada empat kelengkapan permohonan paspor. Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang masih berlaku, Kartu Susunan Keluarga (KSK), Akte Lahir atau ijasah dan kelengkapan penunjang. Akte Kawin, Kekerangan Kelakuan Baik, Ijin Kantor atau Perusahaan, Pertanyaan tidak bekerja hingga Surat bukti penerimaan pemberitahuan belajar di luar negeri dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Karena Akte Kelahiran tidak ada, Saya memilih menggunakan ijasah asli sekolah tinggi tempat saya menuntut ilmu S1 di Surabaya. Singkat kata, Saya pun mengantri. Waktu berlalu, setelah 30 menit berdiri di antrian, tibalah saatnya giliran Saya. Petugas Loket VI pun menerima berkas Saya. Membolak-balik dengan serius berkas itu, untuk mengcheck kelengkapan.
"Pak, ijasah Anda tidak bisa digunakan,!" kata Reta, petugas loket. "Kenapa?" tanya Saya. Asal tahu saja, ijasah saya memang bukan ijasah universitas atau sekolah tinggi negeri. "Hanya" ijasah sekolah tinggi ilmu komunikasi tertua di Indonesia Timur. Meski begitu, tetap saja ijasah itu ijasah asli yang dikeluarkan Dirjen Dikti Depdiknas. "Tapi tidak bisa, pak. Kami hanya menerima ijasah SMA atau SMP yang ada nama orang tua," katanya. Kali ini dengan sedikit menarik ujung bibirnya.
"Kenapa? Kan nama orang tua saya ada di KSK? Yang Saya bawa ini adalah ijasah asli," saya coba berargumentasi. Reta bergeming, sambil memasukkan seluruh surat-surat Saya ke dalam map. "Pak, ini sudah keputusan atasan, maaf ijazah Anda tidak bisa digunakan untuk mengurus paspor," katanya, sambil mengembalikan seluruh permohonan Saya.
Saya tetap tidak bisa terima. Kalau memang harus ijasah SMA atau SMP atau yang ada nama orang tua, mengapa tidak disebutkan dari awal. Bahkan, bila kita buka website Imigrasi Surabaya, tepatnya di kolom SPRI, maka akan tampak tidak adanya persyaratan yang dikatakan Reta. Di sebutkan dalam situs itu persyarakat permohonan paspor RI hanya Keterangan Identitas Diri, berupa Bukti domisili yang ditunjukkan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP), atau Resi Kartu Tanda Penduduk. Dilengkapi dengan Kartu Keluarga (KK) bagi daerah yang telah mengeluarkan KK, atau keterangan bertempat tinggal dari Kecamatan.
Bagi WNI yang bertempat tinggal di luar wilayah Indonesia (Penduduk Luar Negeri), berupa Tanda Penduduk negara setempat atau bukti/petunjuk/keterangan ijin yang menunjukkan bahwa pemohon bertempat tinggal di negara tersebut. Bukti Identitas Diri, pun hanya berupa Akte kelahiran atau Akte perkawinan/Surat nikah atau Ijasah atau Surat baptis. Lalu apa yang salah?
Yang salah adalah dugaan awal Saya. Imigrasi sepertinya belum berubah,..capek dech!
14 April 2008
Rumah Orang Tua Agus Mendadak Kosong

Tidak seperti biasanya, sejak berita tentang tertangkapnya Agus Idrus alias Agus Purwantoro mencuat di media massa, rumah Ny. Sukarti Thamrin, Ibunda Agus, di Jl. Petemon IV no.151 H Surabaya, mendadak sepi. Tidak ada yang tahu kemana Ny. Thamrin pergi. "Kalau seperti ini, kayaknya memang benar, Agus yang diduga terkait terorisme itu memang Agus anak Bu Thamrin," kata Satuman, 50, tetangga Ny, Thamrin, Senin (14/04) ini.
Agus Idrus atau Agus Purwantoro (39) adalah salah satu dari tersangka kasus terorisme anggota Jamaah Islamiyah, yang tiga bulan lalu ditangkap di Malaysia, bersama Abu Husna alias Abdurrahim (45). Akhir minggu lalu, Polri merilis berita tertangkapnya Agus dan Husna, setelah polisi Malaysia menjalin kontak dengan polri untuk mendalami kasus itu. Tidak tanggung-tanggung, Agus disebut-sebut sebagai pemimpin JI wilayah Poso, Sulawesi Tengah.
Siapakah Agus Idrus alias Agus Purwantoro? Tak banyak kenangan yang terpatri di benak warga Jl. Petemon IV atas sosok pendiam itu. Yang diketahui oleh warga sekitar rumah Agus, sosok berkacamata itu adalah pribadi yang kalem dan taat beribadah. "Yang saya tahu, Agus memang tidak pernah membuat ulah, dia pun jarang ikut kegiatan kampung, yang pasti dia sering ke masjid untuk beribadah," kata Satuman.
Satuman yang asli Jl. Petemon IV Surabaya itu mengatakan, penduduk sekitar rumah Agus justru lebih kenal ayah Agus, Almarhum Muhammad Thamrin. Sebagai mantan pegawai PT. PAL, Thamrin juga dikenal sebagai seorang guru. "Seperti warga biasa, orangnya pun baik dan sering berkegiatan di RT maupun RW," kenang Satuman. Tak heran, ketika Muhammad Thamrin meninggal dua, para tetangga banyak yang merasa kehilangan.
Istri Muhammad Thamrin, Ny. Sukarti Thamrin pun sama. Seperti melanjutkan kebiasaan suaminya, perempuan berusia 68 tahun itu sering aktif dalam acara-acara tingkat RT/RW. Dalam kegiatan Pembinaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Patemon IV, sosok yang dikenal dengan sebutan Bu Thamrin itu aktif menjadi penggerak PKK. "Namun, empat anak mereka tidak seperti dua orang tuanya, cenderung pendiam semua," kenang Satuman yang tinggal di depan rumah Ny.Thamrin.
Terutama Agus Purwantoro. Sejak menuntut ilmu di SDN Petemon X Surabaya, Agus melanjutkan pendidikannya di SMPN III Praban, Surabaya. Nilai Ebtanas Murni (NEM) yang tinggi, membuat Aus diterima di SMAN V Surabaya, dan berlanjut ke Fakultas Kedokteran Unair, Surabaya. Usai lulus kuliah tahun 1997, Agus membantu salah satu temannya membuka praktek dokter di Surabaya, lantaran Agus belum mendapatkan izin praktek.
Awal tahun 2000, Agus menikah dengan seorang gadis asal Mojokerto Jawa Timur. Istri Agus yang jarang keluar rumah itu memiliki kebiasaan berbusana jilbab panjang, dengan penutup wajah. "Itu saja yang saya tahu, sampai akhirnya agus bertugas di Kalimantan, hingga akhirnya muncul berita penangkapan itu," kata Satuman.
Kamali, penjahit yang kini menempati rumah Ny.Thamrin di Jl.Petemon IV Surabaya pun memiliki kesan yang sama terhadap Agus Purwantoro. Sejak menempati rumah itu pada tiga tahun lalu, dirinya tidak pernah berkomunikasi dengan Agus. Padahal, Agus dan keluarganya beberapa kali pulang untuk mengunjungi ibundanya. "Tidak pernah ada komunikasi antara saya dengan Agus, hanya tahu saja," kata Kamali. Selama ini, urusan sewa menyewa, Kamali berkomunikasi hanya dengan Ny. Thamrin.
Kasus Agus Purwantoro dan Abu Husna berawal dari kasus pemalsuan passport. Seperti yang sudah diberitakan sebelumnya, pemalsuan passport oleh Agus Purwantoro itu membawa "korban" Deddy Achmadi Machdan, salah satu Internal Communications Executive perusahaan rokok di Indonesia. Passport Deddy yang juga lulusan sebuah sekolah komunikasi di London, Inggris itu hilang pada tahun 2003.
Deddy yang dihubungi Polisi pada tahun 2008 baru mengetahui passportnya dipalsukan oleh orang yang diduga kuat merupakan jaringan terorisme. "Deddy Achmadi Machdan" palsu dan seorang lagi yang juga merupakan jaringan terorisme kini mendekam di salah satu penjara di Malaysia untuk pemeriksaan lebih lanjut. Bedanya, orang yang mengaku sebagai "Deddy Achmadi Machdan" itu mengaku beralamat di Malang, Jawa Timur.
11 April 2008
Hadapi KRI-KRCI, ITS Siapkan Lapangan Ujicoba Senilai Rp 50 Juta
Press Release
Menghadapi kompetisi di ajang Kontes Robot Indonesia (KRI) dan Kontes Robot Cerdas Indonesia (KRCI) yang sudah makin dekat, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya pun telah menyiapkan lapangan ujicoba yang dirancang sesuai lapangan lomba yang sebenarnya.
Lapangan ujicoba di lantai 3 Gedung Student Community Center (SCC) ITS yang digarap dalam waktu sekitar dua minggu terakhir ini, mulai digunakan para tim robot dari ITS untuk melakukan simulasi lomba. “Simulasi ini penting untuk mengukur atau mengetahui sejauh mana kemampuan robot-robot yang telah kami buat untuk kesiapan bertarung,” tutur Rudi Dikairono, salah satu pembimbing tim robot KRI-KRCI ITS yang didampingi rekannya Ahmad Zaini.
Ada tiga jenis lapangan ujicoba yang disiapkan. Yakni lapangan untuk KRI seluas 1.450 x 1.300 cm2, lapangan untuk KRCI divisi Expert 300 x 612 cm2dan untuk KRCI divisi Senior luas 248 x 248 cm2. Ketiga lapangan dirancang semirip mungkin atau disesuaikan dengan standar lapangan lomba yang sebenarnya.
”Untuk pembuatan lapangan ujicoba di ITS ini, kami telah alokasikan dana sekitar Rp 50 juta,” ungkap Ir Wiratno Argo Asmoro MSc, ketua I panitia KRI-KRCI Regional IV ditemui di sela ujicoba lapangan, Kamis (10/4).
Untuk kompetisi ini, tim dari ITS diwakili oleh tim Robot Koumori untuk KRI. Untuk KRCI divisi Senior Berkaki diwakili tim al-Fajry, Senior Beroda oleh tim az-wad. Sedangkan untuk KRCI divisi Expert Single diwakili tim TnT dan Expert Swarm diwakili tim Twin_Junior_03.
Untuk lapangan KRI juga dirancang sesuai tema di ajang internasional ”Govinda” yang bakal dilangsungkan di Pune, India pada September mendatang. Yakni berupa lapangan yang terbagi dalam dua bagian, bagian dalam seluas 8x9,5 meter dan bagian luar seluas 13,5x14,5 meter.
Dalam pertarungan nantinya, tiap peserta harus mampu mendapatkan poin sebanyak-banyaknya dalam waktu maksimal tiga menit. Poin antara lain didapat dari bola-bola yang disebut cheese yang terletak di atas delapan tiang yang berjajar di tepi lapangan dalam. Masing-masing bola cheese senilai 1 poin, sedang penyangganya 2 poin. Jadi bila mampu mengambil keduanya mendapat 3 poin.
Selain itu, juga balok-balok yang disebut butter yang terletak di atas tiga tiang yang berada di tengah lapangan. Di antara tiga tiang tersebut, satu tiang di tengah setinggi 1,5 meter berisi yellow butter senilai 12 poin akan menjadi pusat perebutan dua peserta yang bertarung.
”Tim yang berhasil mendapatkan yellow butter lebih dulu berarti sudah bisa disebut Govinda atau menang,” ujar Wiratno. Sedang white butter yang berada di dua tiang samping masing-masing bernilai 6 poin.
Tapi untuk kompetisi tingkat nasional, tema internasional itu diadaptasi dengan budaya Indonesia dan diberi nama Panjat Pinang. Meski demikian, aturan keseluruhannya tidak jauh berbeda dengan ajang tingkat internasional tersebut.
Pada kompetisi KRI ini, ada empat robot yang disiapkan. Yakni tiga robot otomatis yang akan bertarung di lapangan bagian dalam dan sebuah robot manual beroperasi di lapangan luar untuk mengambil bola-bola cheese.
Robot otomatis tidak boleh memiliki tinggi lebih dari 1,3 meter dan tidak boleh saling bersentuhan dengan robot lawan. Sedangkan robot manual tidak boleh sedikitpun melewati area hijau di lapangan bagian dalam.
Untuk regional IV yang meliputi wilayah timur Indonesia ini, ada 22 tim robot KRI dan 53 tim robot KRCI yang lolos dan diharuskan mengirim video sebagai pengganti visitasi ke panitia pusat atau Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti). Video ini harus sudah diterima Dikti pada 14 April. ”Tim yang lolos seleksi video ini nantinya yang berhak bertarung di kompetisi masing-masing regional, dan dari tiap regional diambil tiga pemenang untuk dtarung lagi tingkat nasional di UI, Jakarta pada 14 Juni,” imbuh Wiratno.
Menghadapi kompetisi di ajang Kontes Robot Indonesia (KRI) dan Kontes Robot Cerdas Indonesia (KRCI) yang sudah makin dekat, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya pun telah menyiapkan lapangan ujicoba yang dirancang sesuai lapangan lomba yang sebenarnya.
Lapangan ujicoba di lantai 3 Gedung Student Community Center (SCC) ITS yang digarap dalam waktu sekitar dua minggu terakhir ini, mulai digunakan para tim robot dari ITS untuk melakukan simulasi lomba. “Simulasi ini penting untuk mengukur atau mengetahui sejauh mana kemampuan robot-robot yang telah kami buat untuk kesiapan bertarung,” tutur Rudi Dikairono, salah satu pembimbing tim robot KRI-KRCI ITS yang didampingi rekannya Ahmad Zaini.
Ada tiga jenis lapangan ujicoba yang disiapkan. Yakni lapangan untuk KRI seluas 1.450 x 1.300 cm2, lapangan untuk KRCI divisi Expert 300 x 612 cm2dan untuk KRCI divisi Senior luas 248 x 248 cm2. Ketiga lapangan dirancang semirip mungkin atau disesuaikan dengan standar lapangan lomba yang sebenarnya.
”Untuk pembuatan lapangan ujicoba di ITS ini, kami telah alokasikan dana sekitar Rp 50 juta,” ungkap Ir Wiratno Argo Asmoro MSc, ketua I panitia KRI-KRCI Regional IV ditemui di sela ujicoba lapangan, Kamis (10/4).
Untuk kompetisi ini, tim dari ITS diwakili oleh tim Robot Koumori untuk KRI. Untuk KRCI divisi Senior Berkaki diwakili tim al-Fajry, Senior Beroda oleh tim az-wad. Sedangkan untuk KRCI divisi Expert Single diwakili tim TnT dan Expert Swarm diwakili tim Twin_Junior_03.
Untuk lapangan KRI juga dirancang sesuai tema di ajang internasional ”Govinda” yang bakal dilangsungkan di Pune, India pada September mendatang. Yakni berupa lapangan yang terbagi dalam dua bagian, bagian dalam seluas 8x9,5 meter dan bagian luar seluas 13,5x14,5 meter.
Dalam pertarungan nantinya, tiap peserta harus mampu mendapatkan poin sebanyak-banyaknya dalam waktu maksimal tiga menit. Poin antara lain didapat dari bola-bola yang disebut cheese yang terletak di atas delapan tiang yang berjajar di tepi lapangan dalam. Masing-masing bola cheese senilai 1 poin, sedang penyangganya 2 poin. Jadi bila mampu mengambil keduanya mendapat 3 poin.
Selain itu, juga balok-balok yang disebut butter yang terletak di atas tiga tiang yang berada di tengah lapangan. Di antara tiga tiang tersebut, satu tiang di tengah setinggi 1,5 meter berisi yellow butter senilai 12 poin akan menjadi pusat perebutan dua peserta yang bertarung.
”Tim yang berhasil mendapatkan yellow butter lebih dulu berarti sudah bisa disebut Govinda atau menang,” ujar Wiratno. Sedang white butter yang berada di dua tiang samping masing-masing bernilai 6 poin.
Tapi untuk kompetisi tingkat nasional, tema internasional itu diadaptasi dengan budaya Indonesia dan diberi nama Panjat Pinang. Meski demikian, aturan keseluruhannya tidak jauh berbeda dengan ajang tingkat internasional tersebut.
Pada kompetisi KRI ini, ada empat robot yang disiapkan. Yakni tiga robot otomatis yang akan bertarung di lapangan bagian dalam dan sebuah robot manual beroperasi di lapangan luar untuk mengambil bola-bola cheese.
Robot otomatis tidak boleh memiliki tinggi lebih dari 1,3 meter dan tidak boleh saling bersentuhan dengan robot lawan. Sedangkan robot manual tidak boleh sedikitpun melewati area hijau di lapangan bagian dalam.
Untuk regional IV yang meliputi wilayah timur Indonesia ini, ada 22 tim robot KRI dan 53 tim robot KRCI yang lolos dan diharuskan mengirim video sebagai pengganti visitasi ke panitia pusat atau Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti). Video ini harus sudah diterima Dikti pada 14 April. ”Tim yang lolos seleksi video ini nantinya yang berhak bertarung di kompetisi masing-masing regional, dan dari tiap regional diambil tiga pemenang untuk dtarung lagi tingkat nasional di UI, Jakarta pada 14 Juni,” imbuh Wiratno.