Iddaily Mobile | Dari Anda Untuk Publik
Youtube Pilihan Iddaily: Pramoedya Ananta Toer
       

10 April 2008

Melawan Konversi Minyak Tanah Dengan Kompor Solar dan Serbuk Gergaji

Iman D. Nugroho

Ketika masyakat pengguna minyak tanah mengantri untuk mendapatkan minyak tanah yang semakin langka dan melambung harganya, H. Ali Soleh memilih untuk mengutak-atik kompor dagangannya. Satu pertanyaan yang ada dibenaknya, bagaimana kompor minyak tanah bisa terus menyala, dalam kondisi serba sulit seperti sekarang. "Setelah Saya coba, akhirnya Saya menemukan bahwa minyak solar lebih mudah dan murah untuk menggantikan minyak tanah," katanya pada The Jakarta Post. Perlawanan konversi minyak tanah pun dimulai..


H. Ali Soleh bisa jadi adalah salah satu dari jutaan orang di Indonesia yang terimbas naik dan langkanya minya tanah yang belakangan terjadi. Bedanya Haji Ali, tidak hanya pusing karena harga yang melambung, melainkan juga karena semakin sedikit konsumen yang membeli kompor produksinya. "Saya adalah pembuat kompor, sejak minyak tanah gonjang-ganjing, maka omset kompor buatan saya menurun hingga 80 persen," kata Haji Ali. Tidak hanya itu, laki-laki asli Sidoarjo, Jawa Timur ini juga harus memberhentikan 100 orang karyawan pabrik kompor miliknya.

Padahal sebelum gonjang-ganjing minyak tanah ini terjadi, kompor buatan Haji Ali yang dijual Rp.25-35 ribu itu bisa laku hingga 1000 biji/harinya. Sekarang, hanya laku, 250 biji/hari. Kondisi itu membuat bapak tujuh anak ini berpikir keras untuk tetap bertahan. Kuncinya, menurut Haji Ali, adalah mencari sumber bahan bakar alternatif pengganti minyak tanah.

Program pemerintah untuk mengkonversi minyak tanah dengan gas elpiji, menurut Haji Ali masih belum bisa diterima oleh masyarakat. "Masih banyak orang yang takut menggunakan gas," katanya. Pilihan bakar bakar alternatif itu jatuh pada solar. Bahan bakar minyak yang biasa digunakan untuk menjalankan mesin diesel itu, menurut Haji Ali memiliki karekter yang hampir sama dengan minyak tanah.

Apalagi, dari segi harga, solar relatif lebih murah, meskipun saat ini, harga solar masih lebih tinggi dari minyak gas. "Harga minyak gas sekitar Rp.3500/liter, sementara solar Rp.4300,-, tapi bila subsidi minyak tanah sudah dicabut, maka harga minyak tanah bisa melambung menjadi Rp.8000,-an, sementara harga solar tidak berubah,"katanya. Karena itu, dalam jangka panjang, harga solar masih bisa dijangkau. Haji Ali pun melakukan beberapa percobaan sederhana untuk mengukur kemampuan solar bila digunakan menjadi untuk kompor minyak.

Dalam percobaan itu, Haji Ali menemukan bukti bahwa kompor minyak tanah pun bisa dengan langsung diganti dengan solar. Tidak perlu dimodifikasi ulang. Dalam kondisi normal, solar yang diisikan di kompor minyak bisa menghasilkan api yang hampir sama dengan minyak tanah. "Coba lihat, apinya biru, seperti minyak tanah," kata Haji Ali ketika mencoba kompor solar dihadapan The Post. Panas yang dihasilkan pun relatif sama.

Untuk mendidihkan 5,5 air, kompor solar memerlukan waktu sekitar 30 menit. Waktu yang sama dengan kompor minyak. “Kalau melihat hasilnya, sepertinya panas yang dihasilkan pun tidak berbeda, mengapa tidak menggunakan solar untuk mengganti minyak tanah yang semakin mahal dan langka,” kata Haji Ali. Hanya saja, Haji Ali mengingatkan, tidak mudah bagi masyarakat untuk mendapatkan solar. Bisa-bisa bisa dituduh menimbun solar. “Katanya kalau beli solar dalam ukuran banyak, akan dituduh menimbun ya, haha,..” celotehnya.

Inovasi Haji Ali tidak benhenti. Suksesnya eksperimen dengan solar, membuat pembuat kompor sejak 1982 itu kembali bereksperimen. Kali ini, serbuk berbaji kayu akan menjadi salah satu obyek percobaan. Ide serbuk gergaji kayu ini memang bukan ide orisinal. “Saya mendengar, sudah banyak orang di daerah Probolinggo, Jawa Timur yang menggunakan sebuk gergaji kayu untuk bahan bakar,” katanya.

Hanya saja, penggunaan serbuk gergaji secara tradisional tidak efektif dan cenderung boros. Secara sederhana, serbuk gergaji itu hanya dibakar saja. Namun, Haji Ali coba memadatkan dan mencetaknya menjadi balok-balok kecil. Dengan kepadatan yang tinggi, maka serbuk gergaji akan menjadi bahan bakar yang berkualitas. “Saya masih pesan serbuk bergaji untuk saya padatkan, bila sudah Saya nilai layak, mungkin akan Saya jual,” katanya.

Menyangkut ide serbuk gergaji ini, Haji Ali menekankan perlunya dilihat jenis kayu yang digunakan. Ada beberapa kayu yang menghasilkan minyak, bila serbuk gergajinya dipadatkan. “Karena itu, serbuk bergaji padat, belum sepenuhnya bisa digunakan, masih saya uji lagi,” jelasnya.

Satu hal yang pantas dipuji adalah, keikhlasan Haji Ali dalam menciptakan ide-ide kratif untuk keluar dari keterpurukan. “Semua masyarakat bisa menggunakan ide Saya ini dengan bebas, bahkan bila akan memproduksi secara massal, silahkan saja, asal bisa memudahkan hidup yang serba susah ini,” katanya. Hebat!


07 April 2008

Usai Gembok Gerbang DPRD Sidoarjo, Tuntutan Korban Lumpur Baru Diperhatikan

Iman D. Nugroho

Aksi tiga desa korban lumpur Lapindo, Desa Besuki, Desa Pejarakan, dan Desa Kedung Cangkring, Porong Sidoarjo terus berlanjut. Kali ini, demonstrasi dilakukan dengan menggembok pintu gerbang gedung DPRD Sidoarjo, Senin (7/04). Hebatnya, setelah itu, justru tuntutan demonstran untuk percepatan pembayaran dan penetapan daerah yang masuk dalam zona berbahaya lumpur, menemukan harapan.


Aksi itu berlangsung Senin pagi, sekitar pukul 06.30 WIB. Perwakilan tiga desa yang datang sebelum blokade polisi disiapkan itu segera menuju ke teras gedung DPRD Sidoarjo. Beberapa di antara mereka menggembok gerbang gedung Wakil Rakyat itu, dan menyimpan kuncinya. Aksi mereka sempat membuat beberapa polisi kelimpungan, dan melakukan negosiasi.

Warga menolak dan menuntut adanya dialog dengan anggota DPRD Sidoarjo. Bila hal itu tidak dipenuhi, maka warga akan nekad bertahan di dalam gedung. Staff DPRD Sidoarjo yang datang setelah gedung digembok, harus rela menunggu di luar gedung dewan. Polisi yang "kecolongan" pun bernegosiasi dengan demonstran. Di tengan negosiasi itu, pasukan Dalmas Polri bersenjata lengkap datang dan segera membentuk barikade.

Sekitar pukul 09.00 Wib, negosiasi itu membawa hasil, Warga bersedia membuka gembok dan mengizinkan staff DPRD Sidoarjo untuk masuk ke dalam gedung, asalkan ada dialog antara warga dengan wakil rakyat. Tuntutan itu dipenuhi. Wakil Ketua DPRD Sidoarjo, Djalalludin Alham bersedia menemui perwakilan warga.

Dalam dialog itu, warga kembali mengutarakan tuntutan kepada pemerintah untuk percepatan pembayaran dan penetapan daerah yang masuk dalam zona berbahaya Lumpur Lapindo. Wakil Ketua DPRD Sidoarjo, Djalalludin Alham mengatakan bahwa pihaknya tidak dalam kapasitas untuk memenuhi tuntutan warga. Meski begitu, Alham bersedia memfasilitasi kepergian warga ke Jakarta untuk berbicara langsung dengan Pemerintah Pusat.

"Kita akhirnya setuju untuk berangkat ke Jakarta untuk bedialog dengan Panitia Angaran DPR-RI, Menteri Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Menteri Pekerjaan Umum," kata Koordinator Lapangan aksi, Abdul Rokhim. Keberangkatan akan dilakukan Senin sore. Demonstran pun membubarkan diri. "Kalau begini dari kemarin kan nggak perlu susah-susah," kata seorang demonstran sambil berlalu.


05 April 2008

Mempertajam Fokus Dampak Sosial Dalam AAS 2008

Press Release

Kondisi bangsa sebenarnya dapat terekam dalam berbagai karya jurnalistik yang dihasilkan oleh insan pers di Indonesia. Hal ini terutama terlihat dalam karya-karya jurnalistik investigatif maupun humaniora yang tidak lekang jaman dan selalu menjadi pengingat bagi kita semua mengenai apa yang telah terjadi di tahun-tahun terdahulu.


Melalui payung program Sampoerna untuk Media, ajang kompetisi karya jurnalistik Anugerah Adiwarta Sampoerna (AAS) kembali dibuka dan mengajak para jurnalis Indonesia untuk berpartisipasi dalam ajang tahunan ini. Program ini diharapkan dapat turut memotivasi mereka untuk terus menghasilkan karya-karya yang berkualitas dan bermanfaat bagi masyarakat banyak.

“Kami ingin ajang AAS ini dapat memotivasi para jurnalis untuk terus menghasilkan karya-karya jurnalistik yang memiliki dampak sosial bagi masyarakat Indonesia,” kata Niken Rachmad, Direktur Komunikasi PT HM Sampoerna Tbk. “Kami harap media dapat menyuarakan realita sosial yang ada, sehingga para pembaca juga dapat mengetahui apa yang terjadi dan kemudian tergerak serta bertindak untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih positif.”

Untuk itulah, tahun ini ajang kompetisi jurnalistik bergengsi AAS 2008 mempertajam fokusnya untuk memberikan penghargaan bagi karya-karya jurnalistik terbaik yang berdampak sosial. “Tahun ini, kategori hardnews dan feature yang digunakan dalam ajang AAS sebelumnya, kami pertajam menjadi kategori reportase investigatif dan humaniora,” demikian dikatakan Yosep Adi Prasetyo, salah satu Pendiri Institut Studi Arus Informasi (ISAI) yang juga merupakan anggota dewan juri AAS 2008.

“Kami harap karya-karya yang masuk nantinya dapat merekam kondisi bangsa secara nyata, sehingga memiliki dampak sosial bagi masyarakat. Ini merupakan tantangan bagi para jurnalis untuk menghasilkan karya yang bisa menjadi patron di tahun penyelenggaraan AAS.”

Dengan perubahan ini, maka dalam AAS 2008, wartawan cetak/online dapat mengirimkan karya mereka dalam kategori reportase investigatif, humaniora, dan foto jurnalistik, di enam bidang: seni dan budaya, olah raga, ekonomi/bisnis, sosial, politik, dan hukum.

Tahun ini, karena banyaknya permintaan, AAS 2008 juga membuka satu kategori baru bagi insan pertelevisian Indonesia, yakni kategori jurnalistik televisi. “Tayangan jurnalistik televisi di sini bisa berupa berita, investigasi, talkshow, feature, atau dokumenter, dan durasinya tidak dibatasi. Bagi kami, yang terpenting adalah tayangan tersebut memiliki kemasan yang menarik, serta memiliki nilai berita dan nilai sosial yang tinggi,” kata Arswendo Atmowiloto, sutradara, produser, dan budayawan yang menjadi anggota dewan juri AAS 2008 untuk kategori televisi.

Dengan masuknya kategori televisi ini, maka terdapat total 19 kategori dalam AAS 2008—18 kategori untuk print/online serta 1 kategori untuk televisi. Ajang AAS yang dimulai pada tahun 2006 ini memang telah merangkak naik menjadi salah satu
ajang kompetisi jurnalistik bergengsi di Indonesia.

Untuk memudahkan komunikasi dan sosialisasi AAS 2008 ini, Panitia juga telah memanfaatkan fasilitas blog khusus yakni: http://anugerahadiwarta.org/. Lewat blog ini, Panitia akan terus memberikan informasi sehubungan dengan AAS 2008, dimana peserta dapat mengajukan pertanyaan atau melihat persyaratan serta ketentuan yang berlaku untuk mengikuti ajang AAS tahun ini. ***


04 April 2008

Mahasiswa: Turunkan Harga Sekarang Juga!

Iman D. Nugroho

Aktivis mahasiswa Surabaya yang tergabung dalam Gerakan Nasional Turunkan Harga menuntut pemerintah untuk segera menurunkan harga barang-barang kebutuhan pokok, dalam demonstrasi Jumat (4/04/08) ini di Surabaya. Demonstran yang merupakan kumpulan Badan Eksekutif Mahasiswa (DEM) universitas di Surabaya itu menganggap pemerintah tidak serius bekerja.


Demonstrasi yang diawali dengan long march itu berlangsung sekitar pukul 13.00 WIB. Sekitar 20-an mahasiswa mengarak spanduk dan aksi teatrikal di sepanjang Jl. Pemuda menuju ke Jl. Gubernur Suryo. Meski hanya dilakukan puluhan mahasiswa, demonstrasi itusempat memacetkan jalan protokol utama Kota Pahlawan, lantaran memakan separuh badan jalan.

"Maafkan bila demonstrasi ini sedikit mengganggu, tapi ini demo rakyat yang semakin sengsara," kata orator mahasiswa di sela-sela demonstrasinya. Beberapa pengguna jalan terlihat menyambut demonstrasi itu dengan lambaian tangan. Ada juga yang menghidupkan klakson dan lampu kota tanda dukungan pada mahasiswa.

Dalam selebaran yang dibagikan, demonstran menyoroti kelangkaan minyak dan naiknya harga kebutuhan pokok. Fenomena itu, menurut mahasiswa adalah bukti tidak adanya perhatian yang serius pemerintah. Bila kondisi ini tidak segera diatasi, bukan tidak mungkin akan terjadi chaos di berbagai tempat, karena masyarakat tidak lagi bisa menahan tekanan yang begitu rupa.

Karena itu, mahasiswa mengajak seluruh elemen masyakat untuk tidak lagi diam, dan ikut bergerak menuntut pemerintah segera memperbaiki kondisi ini. "Kita harus segera bergerak untuk bisa keluar dari kondisi ini," tulis mahasiswa melalui selebaran yang ditandatangani Koordinator Lapangan demonstrasi, Heru Abdullah.

02 April 2008

Kamis Ini, Gugatan Praperadilan Kapolres Sumenep Digelar

Sidang pertama gugatan pra peradilan antara M. Ikhsan(35) warga Dusun Gili-gili, RT/RW : 01/10, Desa Pajenangger, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Sumenep akan berlangsung Kamis(3/4) besok. Dalam persidangan itu, M. Ikhsan dengan didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya mempradilankan Kapolres Sumenep dan Kapolsek Arjasa, dalam perkara penangkapan dan penahanan yang tidak sah (sewenang-wenang).


Dalam press releasenya LBH Surabaya menjelaskan, kasus ini berawal dari penangkapan sewenang-wenang yang dilakukan oleh delapan anggota Polsek Arjasa kepada M. Ikhsan. Dalam penangkapan tersebut, petugas tidak membawa surat perintah apapun yang dapat menunjukkan bahwa tindakan tersebut berada dalam urusan dinas resmi. Bagi LBH Surabaya, penangkapan sewenang-wenang tersebut tidak lain merupakan penculikan yang dilakukan oleh polisi.

M. Ikhsan yang merasa tidak bersalah, berusaha untuk menyelamatkan diri dengan naik ke atas plafon. Namun apa daya, polisi justru menembak kaki kanan M. Ikhsan. Selanjutnya, polisi justru memaksa istri korban untuk membiayai pengobatan M. Ikhsan, sebesar Rp. 5 juta. Saat ini, M. Ikhsan masih berada dalam Klinik Polres Sumenep dan diletakkan dalam ruang khusus berterali besi dan dijaga selama 24 jam.

Sampai gugatan di daftarkan pada Kamis, 27 Maret 2008, M. Ikhsan, keluarga maupun LBH Surabaya selaku kuasanya, tidak mengetahui tindak pidana apa yang dituduhkan kepada M. Ikhsan, karena Polisi tidak pernah menyerahkan dokumen apapun. Gugatan ini penting sebagai shock therapy bagi Kepolisian secara umum, dan Kepolisian Resort Sumenep pada khususnya. "Agar polisi tidak lagi sewenang-wenang dalam menjalankan tugasnya, terlebih dengan menggunakan kekerasan," tulis Athoillah, SH, Kepala Bidang Operasional LBH Surabaya dalam press releasenya.