Iman D. Nugroho, Surabaya
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur menilai praktek perdukunan Ponari, Jombang sudah menimbulkan korban dan harus segera di stop. Hal itu dikatakan Ketua MUI Jawa Timur, Abdusomad Bukhori, Rabu (18/2/09). "Praktek itu bisa menimbulkan korban dan membahayakan, maka harus distop," katanya. Untuk menguatkan usulan itu, MUI akan mengirim surat ke Gubernur Jawa Timur Soekarwo, untuk segera bertindak agar tidak sampai kembali jatuh korban.
Dalam pengamatan MUI, apa yang dilakukan masyarakat di Jombang sudah sangat berlebihan. Seperti menggunakan air comberan, lumpur dan air hujan yang menetes dari atap rumah Ponari sebagai bahan obat alternatif. "Kalau ada yang meyakini batu Ponari bisa menyembuhkan, itu sangat berbahaya dan bisa mendangkalkan akidah," kata Abdusomad Bukhori. Lebih jauh MUI mengingatkan kepada umat Islam, agar tidak salah niat dan percaya kepada batu.
Fenomena Ponari sebagai "dukun sakti" terus menjadi bahan pembicaraan di Jawa Timur dan bahkan di Indonesia. Jumlah pasien yang terus mebludak hingga lebih dari 5000-an orang perhari menciptakan euforia. Empat orang meninggal dunia karena berdesakan dan kecapaian. Belum lagi dengan jumlah efek samping yang tercipta. Seperti ekonomi dengan dibukanya kios makanan kecil, penginapan dan tempat parkir. Dalam sehari, omset yang dihasilkan lebih jadi Rp.1 miliar.Bagaimana tidak, biaya parkir untuk mobil Rp. 50 ribu/mobil, dan sepeda motor hingga Rp.10 ribu/mobil. Belum lagi harga makanan dan minuman yang dijual di sekitar rumah Ponari melambung tinggi.
Cerita tentang Ponari juga diwarnai dengan sengketa antara orang tua kandung Ponari, Kamsen(28) dan Mukaromah (40) dengan tetangga yang selama ini menjadi "panitia" pengobatan. Kamsen yang ingin membawa Ponari pulang karena menginginkan Ponari menghentikan praktek perdukunannya dan kembali ke sekolah. Sayangnya, justru Kamsen malah dipukuli hingga dirawat di rumah sakit Jombang. "Saya hanya ingin menjemput anak saya, tapi malah dipukuli," kata Kamsen. Polisi Jombang sudah berkali-kali berusaha menutup tempat praktek dukun itu, namun gagal. Setiap harinya masyarakat tetap berduyun-duyun memadati area rumah Ponari untuk disembuhkan.
Selain soal Ponari, MUI juga menjadikan kasus aliran sesat di Blitar yang mensyaratkan pembayaran sejumlah uang untuk masuk "syurga", kasus pembunuhan seorang tokoh agama di Tuban dan penggunaan nama MUI oleh calon legislatif, sebagai hal yang patut dicermati. Dalam kasus aliran sesat di Blitar, MUI meminta masih akan melakukan penelitian untuk melihat seberapa jauh kesesatan yang dilakukan. "Ada 10 kriteria kesesatan, kalau semuanya terpenuhi, maka aliran itu sudah jelas sebagai aliran sesat," katanya Ketua MUI Jawa Timur, Abdusomad Bukhori. Menyangkut caleg yang menggunakan status MUI, Abdusomad Bukhori meminta agar semua hal tentang MUI harus dilepaskan dari kepentingan politik.
Youtube Pilihan Iddaily: Pagar Laut
18 Februari 2009
17 Februari 2009
Tambang Rejeki Yang Mulai Ditinggal Pergi
Prasto Wardoyo, Malang
Kawi ternyata tak cuma Pesarean Kawi yang terletak di desa Wonosari Kecamatan Wonosari Kabupaten Malang. Di atasnya lagi, sekitar 5 kilometer dari Pesarean, terdapat Pesanggrahan atau Pamuksan Prabu Kamesywara I. Kompleks yang dikenal juga dengan nama Kraton inipun lekat dengan imej tentang pesugihan dan dipandang sebagai bagian yang tak terpisahkan dari ritual ziarah ke Gunung Kawi.
Pamuksan Prabu Kamesywara I atau yang lebih dikenal dengan nama Pesanggrahan terletak di dusun Gendogo, desa Balesari Kecamatan Ngajum kabupaten Malang. Dari Pesarean menuju ke pertigaan dekat pangkalan ojek sepeda motor jaraknya sekitar 2 km. Dari sini pengunjung bisa memanfaatkan jasa ojek dengan ongkos antara 20 ribu – 30 ribu Jalanan terus menanjak. 3 km kemudian akan dijumpai pertigaan jalan yang ditandai bando yang bertuliskan Pamuksan Prabu Kamesywara I. Dari sini, Pesanggrahan berjarak kurang lebih1,5 km.
Jalannya berkelok. Kiri kanan merupakan hutan dengan tanah yang mudah longsor. Jadi harus hati-hati bila melintasi jalan yang sudah diaspal ini. Areal parker yang tersedia berada persis di dekat anak tangga yang menuju kompleks Pesanggrahan. Sementara di dekat areal parkir terdapat dua warung yang menyediakan berbagai macam kebutuhan para pengunjung.
Di atas warung, setelah menaiki sejumlah anak tangga, terdapat bangunan utama yang disebut pesanggrahan atau yang dipercaya sebagai tempat muksa Prabu Kamesywara I. Di sebelah kiri bangunan yang cukup luas itu terdapat bangunan kelenteng. Di kelenteng yang terlihat tidak terawat ini berdiri di luar dengan gagah patung dewa Kwan Ong.
Sedikit di bawah bangunan utama terdapat 3 makam berjejer yang tertulis nama-nama Eyang Subroto, Eyang Djoko dan Eyang Hamit. Menurut kepala juru kunci Pesanggrahan yang biasa dipanggil Mas Giok, mereka yang dimakamkan tersebut adalah para abdi dalem Prabu Kamesywara I. Jadi kalau nama-nama itu yang dituliskan di nisan mereka, tentunya nama tersebut adalah tempelan yang diberikan oleh penduduk lokal. Menurutnya, pemberian nama yang terasa anarkhronisme itu untuk mempertautkan keberadaan mereka yang lampau dengan masyarakat sekarang.
Di areal yang terletak di atas kelenteng terdapat bangunan yang disebut Pura. Pura tersebut dipercaya sebagai situs peninggalan dari zaman Prabu Kameyswara I. Di seberang pura terdapat dua makam yang pada nisannya tertulis nama Eyang Jayadi dan Mbah Menik. Nisan tersebut menyebutkan tahun 1271 sebagai tahun meninggalnya Eyang Jayadi.
Lurus dengan Pesanggrahan, setelah menaiki puluhan anak tangga, terdapat bangunan yang dinamai Sanggar Pemujaan. Bangunan seluas 5,5 x 2,5 meter persegi itu merupakan bangunan paling atas dari kompleks Pesanggrahan.
Pada malam hari, areal yang berada di atas ketinggian sekitar 1400 m dpl itu cukup dingin. Bahkan di puncak kemarau, disertai dengan hembusan angin yang tidak terlalu kencang, suhu pada malam hari bisa mencapai 15 derajat Celsius.
Siapa Prabu Kamesywara I? Konon, Prabu Kamesywara I adalah raja dari kerajaan Kediri yang memerintah dari tahun 1115 – 1130 Masehi. Sebelum lengser keprabon madheg pandhita yang artinya turun dari tahta dan menjalani kehidupan sebagai pandhita dengan menjauhi kesenangan duniawi, Prabu Kamesywara I memerintahkan abdinya untuk mencarikan tempat yang jauh dari pusat kekuasaan. Dan biasanya, tempat yang dipilih adalah daerah pegunungan.
Menurut penuturan Mas Giok, berangkatlah empat orang untuk mencarikan tempat yang dimaksud. Empat orang tersebut adalah Panembahan Agung Kudono Warso, Panglima Sindhurejo, Mbah Jayadi dan Mbah Menik.
Dari pengembaraan mereka, maka dengan sejumlah pertimbangan dipilihlah hutan lebat yang saat ini berada di wilayah dusun Gendogo, Desa Balesari, Kecamatan Ngajum. Keempat orang tersebut kemudian membuka lahan dan merawat tempat yang akan dipakai oleh Prabu Pramesywara I untuk menyepi. Mereka kemudian di sebut danyang, yaitu yang merawat tempat atau bumi. Di tempat inilah, Prabu Pramesywara I diyakini muksa, atau lenyap bersama jasadnya.
Sebagai tempat muksa, maka Pesanggrahan kemudian diyakini sebagai keramat dan memiliki tuah. Dalam perkembangan jaman, Pesanggrahan ini kemudian banyak didatangi orang untuk laku aji kasekten atau sekedar untuk mendapatkan berkah.
Jauh sebelum jaman Negara moderen, menurut penuturan Mas Giok, tempat ini pernah didatangi oleh Eyang Jugo dan Eyang Iman Sujono untuk laku ritual. Napak tilas inilah yang rupanya mempertautkan antara Pesarean Kawi dengan Pesanggrahan. Bahkan bisa jadi, pertautan itu terjadi karena letaknya yang sama-sama berada di lereng Gunung Kawi.
Untuk menghormati Pesanggrahan, masih menurut Mas Giok, Eyang Iman Sujono, kemudian mendirikan Padepokan di desa Wonosari yang secara topografis letaknya berada di bawah Pesanggrahan.
REDUPNYA PAMOR PESANGGRAHAN
Sebelum tahun 1960 para peziarah banyak mengalir ke Pesanggrahan. Aliran peziarah ke sana, baik untuk laku maupun untuk ngalap berkah terhenti di tahun 1965 karena Pesanggrahan disinyalir sebagai tempat persembunyian PKI. Orangpun enggan ke sana karena takut diciduk tentara.
Baru pada tahun 1974, kawasan Pesanggrahan yang sudah tidak terawat mulai dibangun kembali. Sejumlah bangunan yang rusak dibenahi. Namun, pamor Pesaanggrahan sudah disalip oleh Pesarean Kawi.
Menurut catatan Mas Giok, Pesanggrahan yang biasanya ramai pada Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon itu, setiap bulan rata-rata didatangi tidak lebih dari 200 peziarah saja.
Kondisi Pesanggrahan dengan Pesarean Kawi memang berbeda. Di Pesanggrahan suasananya sepi, berbeda dengan Pesarean Kawi yang selalu riuh. Disini tak dijumpai deretan penjual kembang untuk tabur bunga, penjual souvenir ataupun deretan penjual makanan. Letaknya memang di tengah hutan.
Tempatnya yang senyap itu, justru memberikan kesan, dibandingkan Pesarean Kawi aroma mencari pesugihan di Pesanggrahan justru lebih menyengat. Konsep pesugihan biasanya lekat dengan adanya benda-benda atau makhluk yang bisa mendatangkan kekayaan pada pemiliknya. Seperti tuyul, babi ngepet, keblek atau makhluk-makhluk gaib lainnya.
Hal ini, tentu saja dibantah oleh Mas Giok. Pesanggrahan meski tidak streril dari niatan orang untuk ngalap berkah, baik dalam pengertian materiil maupun imateriil, bukanlah tempat seperti yang disangkakan orang hanya sebagai tempat mencari pesugihan dalam arti yang sempit. Semabri berkelakar dia menambahkan, kalau memang Pesanggarahan adalah tempat yang ruah dengan kekayaan, toh dirinya hingga kini belum jua kaya.
ORNAMEN CHINA
Sebagaimana Pesarean Kawi, Pesanggrahan juga tidak lepas dari sentuhan kebudayaan Cina. Di Pesarean Kawi, meski berada dalam satu kawasan, namun keberadaan bangunannya terpisah. Namun di Pesaaggrahan, bangunan China terlihat terintegrasi dengan bangunan lainnya. Seperti terlihat di sanggar pemujaan misalnya, di bagian depan pintu terdapat bangunan China.
Tidak diketahui, mulai kapan bangunan China itu ditempelkan pada bangunan lokal yang ada di kompleks Pesanggrahan. Namun mas Giok menduga, bahwa bangunan-bangunan tersebut, meski terlihat tidak matching, adalah merupakan ungkapan terima kasih etnis Tionghoa kepada tempat yang memberikan curahan berkat yang berlimpah. Dan seringkali, begitu merasa keinginannya terkabul setelah memohonkannya di sini, peziarah ini kemudian mengajak kerabatnya yang lain untuk melakukan ziarah.
Apa yang mengundang etnis Tiongha mendatangi Pesanggarahan tidak dijelaskan oleh Kepala juru kunci. Apakah karena sama-sama berada di wilayah Kawi, sehingga Pesarean tidak ada salahnya dikunjungi meski berbau spekulatif memberikan daya dorong tambahan bagi terkabulnya keinginan? Ataukah dirasa kurang lengkap dan tidak afdol bila mengunjungi Pesarean Kawi namun tidak ke Pesanggrahan? Tidak diketahui pasti.
Namun yang jelas, peziarah Pesarean Kawi dari berbagai etnis, jumlahnya relative sedikit yang berkunjung ke Pesanggrahan. Bisa dikatakan, mereka yang berkunjung ke Pesanggrahan adalah peziarah yang prioritas utamanya adalah ke Pesarean Kawi.
Akses tranportasi rupanya menjadi kendala tersendiri bagi peziarah bila hendak mengunjungi Pesanggrahan. Sulitnya transportasi ini merupakan faktor tambahan lainnya yang menyebabkan angka kunjungan ke Pesanggrahan tidak kunjung terdongkrak. Tidak seperti Pesarean Kawi yang bisa dikunjungi dengan memanfaatkan angkutan umum, bila ke Pesanggrahan, peziarah harus menggunakan ojek sepeda motor dengan ongkos yang telatif mahal antara 20 ribu – 30 ribu.
Jalanan aspal yang menembus hutan menuju Pesanggarahan menurut mas Giok, baru dibangun setelah dia mengajukannya langsung ke Dinas Kehutanan Jawa Timur yang berkantor di Gentengkali Surabaya. Hal itu terpaksa dilakukannya setelah proposal yang diajukan ke instansi yang lebih bawah, tidak mendapatkan tanggapan yang memadai.
Meski kondisinya di beberapa titik mengalami kerusakan, tapi secara umum jalan aspal tersebut bisa dikatakan cukup baik. Sebelumnya, akses jalan masih berupa jalan makadam Pemerintah setempatpun masih memprioritaskan jalan menuju ke Pesarean. Meski jalanan aspal saat ini relatif mulus, namun arus kunjungan peziarah ke Pesanggrahan tetap belum menunjukkan trend meningkat. Peningkatan yang mengarah kepada perimbangan jumlah peziarah sebagaimana yang mengalir ke Pesarean Kawi, masih belum terlihat tanda-tandanya.
Kawi ternyata tak cuma Pesarean Kawi yang terletak di desa Wonosari Kecamatan Wonosari Kabupaten Malang. Di atasnya lagi, sekitar 5 kilometer dari Pesarean, terdapat Pesanggrahan atau Pamuksan Prabu Kamesywara I. Kompleks yang dikenal juga dengan nama Kraton inipun lekat dengan imej tentang pesugihan dan dipandang sebagai bagian yang tak terpisahkan dari ritual ziarah ke Gunung Kawi.
Pamuksan Prabu Kamesywara I atau yang lebih dikenal dengan nama Pesanggrahan terletak di dusun Gendogo, desa Balesari Kecamatan Ngajum kabupaten Malang. Dari Pesarean menuju ke pertigaan dekat pangkalan ojek sepeda motor jaraknya sekitar 2 km. Dari sini pengunjung bisa memanfaatkan jasa ojek dengan ongkos antara 20 ribu – 30 ribu Jalanan terus menanjak. 3 km kemudian akan dijumpai pertigaan jalan yang ditandai bando yang bertuliskan Pamuksan Prabu Kamesywara I. Dari sini, Pesanggrahan berjarak kurang lebih1,5 km.
Jalannya berkelok. Kiri kanan merupakan hutan dengan tanah yang mudah longsor. Jadi harus hati-hati bila melintasi jalan yang sudah diaspal ini. Areal parker yang tersedia berada persis di dekat anak tangga yang menuju kompleks Pesanggrahan. Sementara di dekat areal parkir terdapat dua warung yang menyediakan berbagai macam kebutuhan para pengunjung.
Di atas warung, setelah menaiki sejumlah anak tangga, terdapat bangunan utama yang disebut pesanggrahan atau yang dipercaya sebagai tempat muksa Prabu Kamesywara I. Di sebelah kiri bangunan yang cukup luas itu terdapat bangunan kelenteng. Di kelenteng yang terlihat tidak terawat ini berdiri di luar dengan gagah patung dewa Kwan Ong.
Sedikit di bawah bangunan utama terdapat 3 makam berjejer yang tertulis nama-nama Eyang Subroto, Eyang Djoko dan Eyang Hamit. Menurut kepala juru kunci Pesanggrahan yang biasa dipanggil Mas Giok, mereka yang dimakamkan tersebut adalah para abdi dalem Prabu Kamesywara I. Jadi kalau nama-nama itu yang dituliskan di nisan mereka, tentunya nama tersebut adalah tempelan yang diberikan oleh penduduk lokal. Menurutnya, pemberian nama yang terasa anarkhronisme itu untuk mempertautkan keberadaan mereka yang lampau dengan masyarakat sekarang.
Di areal yang terletak di atas kelenteng terdapat bangunan yang disebut Pura. Pura tersebut dipercaya sebagai situs peninggalan dari zaman Prabu Kameyswara I. Di seberang pura terdapat dua makam yang pada nisannya tertulis nama Eyang Jayadi dan Mbah Menik. Nisan tersebut menyebutkan tahun 1271 sebagai tahun meninggalnya Eyang Jayadi.
Lurus dengan Pesanggrahan, setelah menaiki puluhan anak tangga, terdapat bangunan yang dinamai Sanggar Pemujaan. Bangunan seluas 5,5 x 2,5 meter persegi itu merupakan bangunan paling atas dari kompleks Pesanggrahan.
Pada malam hari, areal yang berada di atas ketinggian sekitar 1400 m dpl itu cukup dingin. Bahkan di puncak kemarau, disertai dengan hembusan angin yang tidak terlalu kencang, suhu pada malam hari bisa mencapai 15 derajat Celsius.
Siapa Prabu Kamesywara I? Konon, Prabu Kamesywara I adalah raja dari kerajaan Kediri yang memerintah dari tahun 1115 – 1130 Masehi. Sebelum lengser keprabon madheg pandhita yang artinya turun dari tahta dan menjalani kehidupan sebagai pandhita dengan menjauhi kesenangan duniawi, Prabu Kamesywara I memerintahkan abdinya untuk mencarikan tempat yang jauh dari pusat kekuasaan. Dan biasanya, tempat yang dipilih adalah daerah pegunungan.
Menurut penuturan Mas Giok, berangkatlah empat orang untuk mencarikan tempat yang dimaksud. Empat orang tersebut adalah Panembahan Agung Kudono Warso, Panglima Sindhurejo, Mbah Jayadi dan Mbah Menik.
Dari pengembaraan mereka, maka dengan sejumlah pertimbangan dipilihlah hutan lebat yang saat ini berada di wilayah dusun Gendogo, Desa Balesari, Kecamatan Ngajum. Keempat orang tersebut kemudian membuka lahan dan merawat tempat yang akan dipakai oleh Prabu Pramesywara I untuk menyepi. Mereka kemudian di sebut danyang, yaitu yang merawat tempat atau bumi. Di tempat inilah, Prabu Pramesywara I diyakini muksa, atau lenyap bersama jasadnya.
Sebagai tempat muksa, maka Pesanggrahan kemudian diyakini sebagai keramat dan memiliki tuah. Dalam perkembangan jaman, Pesanggrahan ini kemudian banyak didatangi orang untuk laku aji kasekten atau sekedar untuk mendapatkan berkah.
Jauh sebelum jaman Negara moderen, menurut penuturan Mas Giok, tempat ini pernah didatangi oleh Eyang Jugo dan Eyang Iman Sujono untuk laku ritual. Napak tilas inilah yang rupanya mempertautkan antara Pesarean Kawi dengan Pesanggrahan. Bahkan bisa jadi, pertautan itu terjadi karena letaknya yang sama-sama berada di lereng Gunung Kawi.
Untuk menghormati Pesanggrahan, masih menurut Mas Giok, Eyang Iman Sujono, kemudian mendirikan Padepokan di desa Wonosari yang secara topografis letaknya berada di bawah Pesanggrahan.
REDUPNYA PAMOR PESANGGRAHAN
Sebelum tahun 1960 para peziarah banyak mengalir ke Pesanggrahan. Aliran peziarah ke sana, baik untuk laku maupun untuk ngalap berkah terhenti di tahun 1965 karena Pesanggrahan disinyalir sebagai tempat persembunyian PKI. Orangpun enggan ke sana karena takut diciduk tentara.
Baru pada tahun 1974, kawasan Pesanggrahan yang sudah tidak terawat mulai dibangun kembali. Sejumlah bangunan yang rusak dibenahi. Namun, pamor Pesaanggrahan sudah disalip oleh Pesarean Kawi.
Menurut catatan Mas Giok, Pesanggrahan yang biasanya ramai pada Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon itu, setiap bulan rata-rata didatangi tidak lebih dari 200 peziarah saja.
Kondisi Pesanggrahan dengan Pesarean Kawi memang berbeda. Di Pesanggrahan suasananya sepi, berbeda dengan Pesarean Kawi yang selalu riuh. Disini tak dijumpai deretan penjual kembang untuk tabur bunga, penjual souvenir ataupun deretan penjual makanan. Letaknya memang di tengah hutan.
Tempatnya yang senyap itu, justru memberikan kesan, dibandingkan Pesarean Kawi aroma mencari pesugihan di Pesanggrahan justru lebih menyengat. Konsep pesugihan biasanya lekat dengan adanya benda-benda atau makhluk yang bisa mendatangkan kekayaan pada pemiliknya. Seperti tuyul, babi ngepet, keblek atau makhluk-makhluk gaib lainnya.
Hal ini, tentu saja dibantah oleh Mas Giok. Pesanggrahan meski tidak streril dari niatan orang untuk ngalap berkah, baik dalam pengertian materiil maupun imateriil, bukanlah tempat seperti yang disangkakan orang hanya sebagai tempat mencari pesugihan dalam arti yang sempit. Semabri berkelakar dia menambahkan, kalau memang Pesanggarahan adalah tempat yang ruah dengan kekayaan, toh dirinya hingga kini belum jua kaya.
ORNAMEN CHINA
Sebagaimana Pesarean Kawi, Pesanggrahan juga tidak lepas dari sentuhan kebudayaan Cina. Di Pesarean Kawi, meski berada dalam satu kawasan, namun keberadaan bangunannya terpisah. Namun di Pesaaggrahan, bangunan China terlihat terintegrasi dengan bangunan lainnya. Seperti terlihat di sanggar pemujaan misalnya, di bagian depan pintu terdapat bangunan China.
Tidak diketahui, mulai kapan bangunan China itu ditempelkan pada bangunan lokal yang ada di kompleks Pesanggrahan. Namun mas Giok menduga, bahwa bangunan-bangunan tersebut, meski terlihat tidak matching, adalah merupakan ungkapan terima kasih etnis Tionghoa kepada tempat yang memberikan curahan berkat yang berlimpah. Dan seringkali, begitu merasa keinginannya terkabul setelah memohonkannya di sini, peziarah ini kemudian mengajak kerabatnya yang lain untuk melakukan ziarah.
Apa yang mengundang etnis Tiongha mendatangi Pesanggarahan tidak dijelaskan oleh Kepala juru kunci. Apakah karena sama-sama berada di wilayah Kawi, sehingga Pesarean tidak ada salahnya dikunjungi meski berbau spekulatif memberikan daya dorong tambahan bagi terkabulnya keinginan? Ataukah dirasa kurang lengkap dan tidak afdol bila mengunjungi Pesarean Kawi namun tidak ke Pesanggrahan? Tidak diketahui pasti.
Namun yang jelas, peziarah Pesarean Kawi dari berbagai etnis, jumlahnya relative sedikit yang berkunjung ke Pesanggrahan. Bisa dikatakan, mereka yang berkunjung ke Pesanggrahan adalah peziarah yang prioritas utamanya adalah ke Pesarean Kawi.
Akses tranportasi rupanya menjadi kendala tersendiri bagi peziarah bila hendak mengunjungi Pesanggrahan. Sulitnya transportasi ini merupakan faktor tambahan lainnya yang menyebabkan angka kunjungan ke Pesanggrahan tidak kunjung terdongkrak. Tidak seperti Pesarean Kawi yang bisa dikunjungi dengan memanfaatkan angkutan umum, bila ke Pesanggrahan, peziarah harus menggunakan ojek sepeda motor dengan ongkos yang telatif mahal antara 20 ribu – 30 ribu.
Jalanan aspal yang menembus hutan menuju Pesanggarahan menurut mas Giok, baru dibangun setelah dia mengajukannya langsung ke Dinas Kehutanan Jawa Timur yang berkantor di Gentengkali Surabaya. Hal itu terpaksa dilakukannya setelah proposal yang diajukan ke instansi yang lebih bawah, tidak mendapatkan tanggapan yang memadai.
Meski kondisinya di beberapa titik mengalami kerusakan, tapi secara umum jalan aspal tersebut bisa dikatakan cukup baik. Sebelumnya, akses jalan masih berupa jalan makadam Pemerintah setempatpun masih memprioritaskan jalan menuju ke Pesarean. Meski jalanan aspal saat ini relatif mulus, namun arus kunjungan peziarah ke Pesanggrahan tetap belum menunjukkan trend meningkat. Peningkatan yang mengarah kepada perimbangan jumlah peziarah sebagaimana yang mengalir ke Pesarean Kawi, masih belum terlihat tanda-tandanya.
CCCL Surabaya Gelar Kompetisi Francophonie 2009
Pemenang Jadi Wakil Indonesia ke Prancis
CCCL Surabaya sebagai institusi pendukung dinamika kebudayaan dan bahasa, menggelar perayaan Hari Francophonie (Hari Berbahasa Prancis) 2009. Acara yang secara internasional dirayakan setiap tanggal 20 Maret, itu dikemas oleh CCCL Surabaya dalam bentuk Kompetisi Akbar Francophonie 2009. CCCL ingin menggugah para pemuda untuk berkreasi dalam bahasa Prancis.
Puncaknya dari acara ini adalah dipilihnya seorang pemenang sebagai perwakilan anak muda 'francophone' (penutur bahasa Prancis) Indonesia dari Surabaya. Untuk mengikuti 'Rencontres Internationales de Jeunes' (Pertemuan Internasional Pemuda) yang berlangsung saat musim panas 2009 di Prancis. Sang pemenang tidak hanya sekedar berjalan-jalan, namun juga akan berkumpul dengan para pemuda penutur bahasa Prancis lain dari berbagai belahan dunia, untuk mengikuti beragam kegiatan yang menarik selama berada di sana.
Kompetisi ini mensyaratkan para pesertanya berusia antara 18 hingga 25 tahun dan membuat kreasi dalam bentuk visual maupun teks dalam bahasa Prancis (peserta bebas memilih membuat poster/ desain/ foto/ puisi/ esai dsb) mengenai '10 kata yang menceritakan masa depan'. Harapannya, siapapun pembelajar bahasa Prancis akan semakin termotivasi belajar bahasa tersebut dan mengikuti kompetisi ini. Tidak main-main, juri dari 'Kompetisi Akbar Francophonie 2009' terdiri dari para 'francophone' atau penutur bahasa Prancis, yang terdiri atas native speaker dan juri asal Indonesia.
Para peserta yang mengumpulkan karyanya akan diseleksi hingga terpilih 10 finalis. Seleksi akhir berupa presentasi dan wawancara 10 finalis dilakukan tepat pada perayaan Hari Internasional Francophonie, 20 Maret 2009. Pada hari itu juga akan diumumkan pemenang kompetisi ini oleh Dewan Juri. Setelahnya, tentu saja sang pemenang dapat segera mengepak koper untuk terbang ke negeri impian… Prancis.
CCCL Surabaya sebagai institusi pendukung dinamika kebudayaan dan bahasa, menggelar perayaan Hari Francophonie (Hari Berbahasa Prancis) 2009. Acara yang secara internasional dirayakan setiap tanggal 20 Maret, itu dikemas oleh CCCL Surabaya dalam bentuk Kompetisi Akbar Francophonie 2009. CCCL ingin menggugah para pemuda untuk berkreasi dalam bahasa Prancis.
Puncaknya dari acara ini adalah dipilihnya seorang pemenang sebagai perwakilan anak muda 'francophone' (penutur bahasa Prancis) Indonesia dari Surabaya. Untuk mengikuti 'Rencontres Internationales de Jeunes' (Pertemuan Internasional Pemuda) yang berlangsung saat musim panas 2009 di Prancis. Sang pemenang tidak hanya sekedar berjalan-jalan, namun juga akan berkumpul dengan para pemuda penutur bahasa Prancis lain dari berbagai belahan dunia, untuk mengikuti beragam kegiatan yang menarik selama berada di sana.
Kompetisi ini mensyaratkan para pesertanya berusia antara 18 hingga 25 tahun dan membuat kreasi dalam bentuk visual maupun teks dalam bahasa Prancis (peserta bebas memilih membuat poster/ desain/ foto/ puisi/ esai dsb) mengenai '10 kata yang menceritakan masa depan'. Harapannya, siapapun pembelajar bahasa Prancis akan semakin termotivasi belajar bahasa tersebut dan mengikuti kompetisi ini. Tidak main-main, juri dari 'Kompetisi Akbar Francophonie 2009' terdiri dari para 'francophone' atau penutur bahasa Prancis, yang terdiri atas native speaker dan juri asal Indonesia.
Para peserta yang mengumpulkan karyanya akan diseleksi hingga terpilih 10 finalis. Seleksi akhir berupa presentasi dan wawancara 10 finalis dilakukan tepat pada perayaan Hari Internasional Francophonie, 20 Maret 2009. Pada hari itu juga akan diumumkan pemenang kompetisi ini oleh Dewan Juri. Setelahnya, tentu saja sang pemenang dapat segera mengepak koper untuk terbang ke negeri impian… Prancis.
16 Februari 2009
ITS Loloskan 74 Proposal Karya PKM
Press Release
Tahun 2009 ini, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya berhasil meloloskan 74 proposal karya ilmiah mahasiswanya yang disetujui dan akan didanai oleh Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti). Karya-karya yang bertarung dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) ini nantinya ditujukan untuk bertanding pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) XXII.
Walaupun jumlah proposal yang disetujui lebih sedikit dibandingkan dengan tahun 2008, namun ITS tetap bangga dan optimistis dengan karya-karya mahasiswanya untuk berlaga di Pimnas nantinya. “Walaupun tahun ini kita mengalami penurunan jumlah peserta, namun kita yakin bisa memperoleh hasil terbaik lebih banyak pada Pimnas nanti. Hasil ini akan menjadi evalusi bagi kita semua,” ujar Prof Dr Suasmoro, Pembantu Rektor III ITS.
Suasmoro menambahkan bahwa justru seharusnya para mahasiswa bisa menunjukkan kelasnya, karena telah berhasil menjadi yang terpilih dari beberapa ratus mahasiswa yang telah mengajukan proposal penelitiannya.
Program yang merupakan ajang adu karya kreativitas mahasiswa se-Indonesia tersebut terbagi dalam beberapa bidang kegiatan. Yakni PKM bidang pengabdian Masyarakat (PKMM), bidang Teknologi (PKMT), bidang Penelitian (PKMP), dan bidang Keterampilan (PKMK).
Nantinya karya-karya yang telah didanai oleh Dikti ini akan divisitasi untuk seleksi lagi oleh panitia pusat. Bila dinyatakan lolos lagi, maka karya-karya tersebut berhak untuk bertarung di ajang Pimnas XXII.
Ada beberapa poin penting yang perlu diperhatikan oleh peserta tahun ini, karena ada beberapa perbedaan dengan tahun-tahun sebelumnya. “Sistem penilaiannya menggunakan sistem monev (monitor dan evaluasi, red) yaitu sistem nilai pemantauan dan evaluasi yang dilakukan setiap bulan oleh ITS dan Dikti,” jelas Suasmoro.
Karena itu, lanjutnya, peserta harus memperhatikan secara cermat sistem penilaian yang diberikan oleh Dikti, sehingga bisa menyusun langkah-langkah yang akan dilakukan dengan baik.
Suasmoro juga menekankan pentingnya konsultasi ke dosen pembimbing dan mengimbau kepada para mahasiswa agar dekat dengan dosen pembimbing. Sehingga apa yang akan dikerjakan sesuai dengan tujuan yang ada di proposal.
Mantan Dekan FMIPA ITS ini memberikan motivasi kepada para mahasiswa yang akan berjuang menuju Pimnas ini untuk selalu optimistis dengan karya yang akan dipersembahkan nanti. “Saya yakin bahwa mereka ini yang terbaik dari semuanya,” tandas Suasmoro meyakinkan.
Tahun 2009 ini, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya berhasil meloloskan 74 proposal karya ilmiah mahasiswanya yang disetujui dan akan didanai oleh Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti). Karya-karya yang bertarung dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) ini nantinya ditujukan untuk bertanding pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) XXII.
Walaupun jumlah proposal yang disetujui lebih sedikit dibandingkan dengan tahun 2008, namun ITS tetap bangga dan optimistis dengan karya-karya mahasiswanya untuk berlaga di Pimnas nantinya. “Walaupun tahun ini kita mengalami penurunan jumlah peserta, namun kita yakin bisa memperoleh hasil terbaik lebih banyak pada Pimnas nanti. Hasil ini akan menjadi evalusi bagi kita semua,” ujar Prof Dr Suasmoro, Pembantu Rektor III ITS.
Suasmoro menambahkan bahwa justru seharusnya para mahasiswa bisa menunjukkan kelasnya, karena telah berhasil menjadi yang terpilih dari beberapa ratus mahasiswa yang telah mengajukan proposal penelitiannya.
Program yang merupakan ajang adu karya kreativitas mahasiswa se-Indonesia tersebut terbagi dalam beberapa bidang kegiatan. Yakni PKM bidang pengabdian Masyarakat (PKMM), bidang Teknologi (PKMT), bidang Penelitian (PKMP), dan bidang Keterampilan (PKMK).
Nantinya karya-karya yang telah didanai oleh Dikti ini akan divisitasi untuk seleksi lagi oleh panitia pusat. Bila dinyatakan lolos lagi, maka karya-karya tersebut berhak untuk bertarung di ajang Pimnas XXII.
Ada beberapa poin penting yang perlu diperhatikan oleh peserta tahun ini, karena ada beberapa perbedaan dengan tahun-tahun sebelumnya. “Sistem penilaiannya menggunakan sistem monev (monitor dan evaluasi, red) yaitu sistem nilai pemantauan dan evaluasi yang dilakukan setiap bulan oleh ITS dan Dikti,” jelas Suasmoro.
Karena itu, lanjutnya, peserta harus memperhatikan secara cermat sistem penilaian yang diberikan oleh Dikti, sehingga bisa menyusun langkah-langkah yang akan dilakukan dengan baik.
Suasmoro juga menekankan pentingnya konsultasi ke dosen pembimbing dan mengimbau kepada para mahasiswa agar dekat dengan dosen pembimbing. Sehingga apa yang akan dikerjakan sesuai dengan tujuan yang ada di proposal.
Mantan Dekan FMIPA ITS ini memberikan motivasi kepada para mahasiswa yang akan berjuang menuju Pimnas ini untuk selalu optimistis dengan karya yang akan dipersembahkan nanti. “Saya yakin bahwa mereka ini yang terbaik dari semuanya,” tandas Suasmoro meyakinkan.
John Kai Minta Dibebaskan Dari Seluruh Dakwaan
Iman D. Nugroho, Surabaya
Terdakwa kasus pemotongan jari, John Refra (John Kai), Fransiscus Refra (Tito), Pedro Yanlain (Edo) dan Antonius Yanlain (Ton) meminta majelis hakim mempertimbangkan berbagai hal yang terungkap dan yang tidak terungkap dalam persidangan. “Kalau memang dalam persidangan tidak terbukti terdakwa melakukan semua hal yang didakwakan, maka hendaknya majelis hakim menyatakan terdakwa tidak bersalah, membebaskan dari semua dakwaan dan memulihkan nama baik mereka,” kata Koordinator Penasehat Hukum, Taufik Yanuar Chandra usai persidangan, Senin (16/2) ini.
Sidang perdana penganiayaan dengan terdakwa John Kai cs memasuki agenda pembacaan pledoi di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa ini. Dalam pengamatan The Jakarta Post, persidangan kali ini mendapatkan penjagaan sangat ketat dari polisi. Termasuk sel tempat para terdakwa menunggu persidangan dan ruang tunggu pengunjung siding, tak lepas dari pengamatan polisi berpakaian dinas maupun preman. Mulai pintu masuk pengadilan, hingga ruang sidang dipenuhi oleh polisi bersenjatakan lengkap. Pengunjung yang masuk ke areal PN. Surabaya diperiksa identitasnya.
Dalam pledoi yang diberi judul “Perjalanan Panjang Mencari Keadilan Pada Putra Kai” itu diungkapkan adanya penanganan kasus kriminal yang berlebihan. Mulai penangkapan, penetapan pasal hingga pemindahan lokasi persidangan yang dari Ambon ke Surabaya. “Apa gunanya penangkapan yang berlebihan dan biaya tinggi itu, dan mengapa pula persidangan dilakukan di Surabaya,..” Tanya Taufik. Padahal, bila dilihat dari perjalan kasus di pengadilan, tidak ada penjelasan dari saksi yang menerangkan tindakan terdakwa yang sesuai dengan yang didakwakan.
Kepada pers Taufik mengatakan, pihaknya tidak menutup kemungkinan bila terdakwa memang benar melakukan kesalahan. Namun, bila memang semua itu tidak terbukti, maka sudah sepantasnya terdakwa dibebaskan. “Misalnya John Kai, dalam persidangan terungkap, John Kai hanya melakukan penamparan, apakah layak penamparan dihukum hingga 3,5 tahun penjara,” kata Taufik. Bagaimana bila John Kai yang menyuruh tindakan pemotongan tangan? “Semua itu tidak terbukti di pengadilan,..” kilah Taufik. Pengadilan, tambah Taufik, juga harus menghormati keputusan para terdakwa untuk tidak menghukum korban (Charles Refra dan Remi Refra) dengan cara adat.
“Kalau secara adat, yang harus dilakukan adalah mengikat pelaku penghinaan dengan tali dan batu dan menceburkannya ke laut dalam, Kita harus menghormati langkah terdakwa tidak melakukan itu,” kata Taufik. Keempat terdakwa, memilih untuk bungkam saat dimintai komentarnya tentang pledoi. Keempat terdakwa hanya tersenyum sangat pers mencoba mewawancarai mereka.
Seperti diberitakan sebelumnya, John Kai yang dikenal sebagai salah satu tokoh preman di Jakarta ini didakwa telah melakukan penganiayaan terhadap Charles Refra dan Remi Refra, warga Tual, Maluku. Dalam kasus itu, John Kai dan kawan-kawannya didakwa telah menganiaya Charles dan Remi hingga jari-jari tangannya putus. Atas dakwaan itu, John Kai dan tiga rekannya didakwa pasal 170 KUHP tentang pengerusakan benda dan orang, dengan ancaman hukuman maksimal tujuh tahun penjara.
Berbeda dengan kasus criminal biasanya, kasus John Kai menyita perhatian. Mengingat sosok John Kai yang dianggap sebagai salah satu preman besar di Jakarta. Penangkapan terdakwa di Ambon pun sempat memicu demonstrasi besar yang menuntut John Kai dibebaskan. John Kai pun tunduk saat Detasemen Anti Teror 88 Polda Maluku turun tangan untuk menangkannya di Desa Ohoijang Kota Tual, Senin 11 Agustus 2008 lalu. Dalam persidangan pun, John Kai selalu menyita perhatian. Pendukung John Kai yang selalu datang ke pengadilan untuk memberikan dukungan, member “warna” ketegangan. Bahkan, dalam pembacaan dakwaan, John Kai sempat mengancam untuk membunuh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Terdakwa kasus pemotongan jari, John Refra (John Kai), Fransiscus Refra (Tito), Pedro Yanlain (Edo) dan Antonius Yanlain (Ton) meminta majelis hakim mempertimbangkan berbagai hal yang terungkap dan yang tidak terungkap dalam persidangan. “Kalau memang dalam persidangan tidak terbukti terdakwa melakukan semua hal yang didakwakan, maka hendaknya majelis hakim menyatakan terdakwa tidak bersalah, membebaskan dari semua dakwaan dan memulihkan nama baik mereka,” kata Koordinator Penasehat Hukum, Taufik Yanuar Chandra usai persidangan, Senin (16/2) ini.
Sidang perdana penganiayaan dengan terdakwa John Kai cs memasuki agenda pembacaan pledoi di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa ini. Dalam pengamatan The Jakarta Post, persidangan kali ini mendapatkan penjagaan sangat ketat dari polisi. Termasuk sel tempat para terdakwa menunggu persidangan dan ruang tunggu pengunjung siding, tak lepas dari pengamatan polisi berpakaian dinas maupun preman. Mulai pintu masuk pengadilan, hingga ruang sidang dipenuhi oleh polisi bersenjatakan lengkap. Pengunjung yang masuk ke areal PN. Surabaya diperiksa identitasnya.
Dalam pledoi yang diberi judul “Perjalanan Panjang Mencari Keadilan Pada Putra Kai” itu diungkapkan adanya penanganan kasus kriminal yang berlebihan. Mulai penangkapan, penetapan pasal hingga pemindahan lokasi persidangan yang dari Ambon ke Surabaya. “Apa gunanya penangkapan yang berlebihan dan biaya tinggi itu, dan mengapa pula persidangan dilakukan di Surabaya,..” Tanya Taufik. Padahal, bila dilihat dari perjalan kasus di pengadilan, tidak ada penjelasan dari saksi yang menerangkan tindakan terdakwa yang sesuai dengan yang didakwakan.
Kepada pers Taufik mengatakan, pihaknya tidak menutup kemungkinan bila terdakwa memang benar melakukan kesalahan. Namun, bila memang semua itu tidak terbukti, maka sudah sepantasnya terdakwa dibebaskan. “Misalnya John Kai, dalam persidangan terungkap, John Kai hanya melakukan penamparan, apakah layak penamparan dihukum hingga 3,5 tahun penjara,” kata Taufik. Bagaimana bila John Kai yang menyuruh tindakan pemotongan tangan? “Semua itu tidak terbukti di pengadilan,..” kilah Taufik. Pengadilan, tambah Taufik, juga harus menghormati keputusan para terdakwa untuk tidak menghukum korban (Charles Refra dan Remi Refra) dengan cara adat.
“Kalau secara adat, yang harus dilakukan adalah mengikat pelaku penghinaan dengan tali dan batu dan menceburkannya ke laut dalam, Kita harus menghormati langkah terdakwa tidak melakukan itu,” kata Taufik. Keempat terdakwa, memilih untuk bungkam saat dimintai komentarnya tentang pledoi. Keempat terdakwa hanya tersenyum sangat pers mencoba mewawancarai mereka.
Seperti diberitakan sebelumnya, John Kai yang dikenal sebagai salah satu tokoh preman di Jakarta ini didakwa telah melakukan penganiayaan terhadap Charles Refra dan Remi Refra, warga Tual, Maluku. Dalam kasus itu, John Kai dan kawan-kawannya didakwa telah menganiaya Charles dan Remi hingga jari-jari tangannya putus. Atas dakwaan itu, John Kai dan tiga rekannya didakwa pasal 170 KUHP tentang pengerusakan benda dan orang, dengan ancaman hukuman maksimal tujuh tahun penjara.
Berbeda dengan kasus criminal biasanya, kasus John Kai menyita perhatian. Mengingat sosok John Kai yang dianggap sebagai salah satu preman besar di Jakarta. Penangkapan terdakwa di Ambon pun sempat memicu demonstrasi besar yang menuntut John Kai dibebaskan. John Kai pun tunduk saat Detasemen Anti Teror 88 Polda Maluku turun tangan untuk menangkannya di Desa Ohoijang Kota Tual, Senin 11 Agustus 2008 lalu. Dalam persidangan pun, John Kai selalu menyita perhatian. Pendukung John Kai yang selalu datang ke pengadilan untuk memberikan dukungan, member “warna” ketegangan. Bahkan, dalam pembacaan dakwaan, John Kai sempat mengancam untuk membunuh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
13 Februari 2009
Buruh PT. Philips Melapor ke Polwiltabes Surabaya
Iman D. Nugroho, Surabaya
Sejumlah 10 buruh dari PT. Philips Indonesia melaporkan perusahaan karena dianggap melakukan pelanggaran. Diantaranya menunda pengupahan dan memalsukan data hasil penilaian. Buruh mengharapkan polisi bisa bertindak secara hukum untuk menengahi perkara itu. "Kami menghadapkan polisi turun tangan dan bisa mengembalikan hak-hak kami yang sudah dilanggar oleh PT. Philips Indonesia," kata Bambang Esoe Aribowo, Koordinator Buruh pada The Jakarta Post.
Sengketa antara buruh dan manajemen PT.Philips terjadi pada awal Januari lalu, ketika perusahaan yang memperoduksi lampu itu menghentikan pembayaran upah 10 pekerja yang saat itu di-PHK. Kesepuluh buruh itu melawan dengan mengajukan guguatan melalui Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Surabaya, yang akhirnya menolak gugatan itu. Para buruh tidak menyerah. Mereka meneruskan kasus itu dengan kasasi. "Namun, belum selesai kasus itu, PT. Philips tetap saja menghentikan pembayaran atas kami, karena itulah kami melaporkan kasus ini ke polisi," kata Bambang.
Tidak hanya soal penundaan pembayaran, PT. Philips juga melakukan pelanggaran dengan mengganti kedudukan pekerja tetap dengan pekerja outsourcing. Pekerja tetap ditawari program pengunduran diri dan pemutusan hubungan kerja (PHK). Buruh yang menolak justru dicurangi dengan pemberian score yang kecil. PT. Philips melakukan mekanisme pemberian score untuk menilai kinerja perusahaan. Langkah penilaian angka mutlak itu bertentangan dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep-69/Men/III/ V/2004 jo. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep-227/Men/ 2003 yang menerangkan adanya penilaian 'tingkatan-tingkatan kemampuan'. Bukan nilai mutlak.
Sementara penggunaan outsourching pada kegiatan pokok usahanya sehingga melanggar pasal 64-66 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dengan memanfaatkan posisi rentan para pekerja yang jumlahnya sangat besar dibandingkan dengan ketersediaan lapangan kerja. Hubungan antara PT. Philips Indonesia dengan perusahaan outsourcing (PT. Madusari Emas, PT. Triple S) adalah terkait penyediaan tenaga kerja dengan cara melanggar hukum, memanfaatkan posisi rentan para buruh.
Kepala Bagian Umum PT. Philips Indonesia Abdul Nadjib mengatakan, pihaknya belum mengetahui pelaporan kasus oleh buruh PT. Philips Indonesia kepada polisi. Karena hingga saat ini Abdul Nadjib merasa hubungan antara buruh dan perusahaan baik-baik saja. "Saya belum mengetahui hal itu, termasuk apa yang dimaksud dengan kasus penundaan pembayaran atau masalah pemalsuan data," kata Abdul Nadjib pada The Jakarta Post. Abdul Nadjib berjanji akan mempelajari kasus ini lebih jauh dan memberikan penjelasan kepada pers.
Sejumlah 10 buruh dari PT. Philips Indonesia melaporkan perusahaan karena dianggap melakukan pelanggaran. Diantaranya menunda pengupahan dan memalsukan data hasil penilaian. Buruh mengharapkan polisi bisa bertindak secara hukum untuk menengahi perkara itu. "Kami menghadapkan polisi turun tangan dan bisa mengembalikan hak-hak kami yang sudah dilanggar oleh PT. Philips Indonesia," kata Bambang Esoe Aribowo, Koordinator Buruh pada The Jakarta Post.
Sengketa antara buruh dan manajemen PT.Philips terjadi pada awal Januari lalu, ketika perusahaan yang memperoduksi lampu itu menghentikan pembayaran upah 10 pekerja yang saat itu di-PHK. Kesepuluh buruh itu melawan dengan mengajukan guguatan melalui Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Surabaya, yang akhirnya menolak gugatan itu. Para buruh tidak menyerah. Mereka meneruskan kasus itu dengan kasasi. "Namun, belum selesai kasus itu, PT. Philips tetap saja menghentikan pembayaran atas kami, karena itulah kami melaporkan kasus ini ke polisi," kata Bambang.
Tidak hanya soal penundaan pembayaran, PT. Philips juga melakukan pelanggaran dengan mengganti kedudukan pekerja tetap dengan pekerja outsourcing. Pekerja tetap ditawari program pengunduran diri dan pemutusan hubungan kerja (PHK). Buruh yang menolak justru dicurangi dengan pemberian score yang kecil. PT. Philips melakukan mekanisme pemberian score untuk menilai kinerja perusahaan. Langkah penilaian angka mutlak itu bertentangan dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep-69/Men/III/ V/2004 jo. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep-227/Men/ 2003 yang menerangkan adanya penilaian 'tingkatan-tingkatan kemampuan'. Bukan nilai mutlak.
Sementara penggunaan outsourching pada kegiatan pokok usahanya sehingga melanggar pasal 64-66 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dengan memanfaatkan posisi rentan para pekerja yang jumlahnya sangat besar dibandingkan dengan ketersediaan lapangan kerja. Hubungan antara PT. Philips Indonesia dengan perusahaan outsourcing (PT. Madusari Emas, PT. Triple S) adalah terkait penyediaan tenaga kerja dengan cara melanggar hukum, memanfaatkan posisi rentan para buruh.
Kepala Bagian Umum PT. Philips Indonesia Abdul Nadjib mengatakan, pihaknya belum mengetahui pelaporan kasus oleh buruh PT. Philips Indonesia kepada polisi. Karena hingga saat ini Abdul Nadjib merasa hubungan antara buruh dan perusahaan baik-baik saja. "Saya belum mengetahui hal itu, termasuk apa yang dimaksud dengan kasus penundaan pembayaran atau masalah pemalsuan data," kata Abdul Nadjib pada The Jakarta Post. Abdul Nadjib berjanji akan mempelajari kasus ini lebih jauh dan memberikan penjelasan kepada pers.
Redesain Kursi Roda Berpispot Untuk Manula
Press Release
Berawal dari rasa prihatinnya melihat penderitaan manula, Aiko Rakhmaniar berhasil menciptakan kursi roda khusus manula. Kursi roda buatan mahasiswi Teknik Industri ITS ini sepintas tak banyak berbeda dengan kursi roda pada umumnya. Namun dibandingkan kursi roda lainnya, kursi berbantalan jok kulit coklat ini memiliki lubang di tengahnya. ”Lubang ini langsung nyambung ke pispot,”terang Aiko tentang karya tugas akhirnya ini.
Awalnya, Aiko hanya ingin meringankan beban adik sang nenek yang sudah berusia lanjut. Aiko mengerti benar bagaimana repotnya neneknya ini ketika ingin mengerjakan sesuatu. ”Mau apapun harus dibantu oleh orang lain,”paparnya. Bangun dari tempat tidur, menuju tempat tidur, mengambil sesuatu, bahkan melakukan aktivitas ke kamar kecilpun harus dibantu. ”Ngerasain banget, kalau apa-apa harus manggil orang lain,”ujar anak kedua dari tiga bersaudara ini.
Bahkan ketika sudah duduk di kursi roda, tak banyak aktivitas yang bisa dilakukannya sendiri. Masih tetap mengandalkan bantuan orang lain. Melihat hal ini, Aiko mempunyai ide untuk membuat redesain kursi roda khusus manula untuk tugas akhirnya. Hal pertama yang menjadi perhatiannya adalah membuat agar pegangan tangan kursi roda dapat direbahkan dan dilepas. Fungsinya, agar pemakai kursi roda dapat dengan mudah berpindah dari tempat tidur ke kursi roda.
Setelah itu, Aiko fokus mengerjakan sistem pergerakan kursi roda dengan membuat empat tomobol pencet di pegangan tangan sebelah kanan. ”Tombol ini fungsinya untuk mobilisasi,”ujarnya. Menurutnya, bagian inilah justru yang tersulit. Sebab, dia harus memikirkan beberapa konfigurasi pergerakan mulai dari maju, mundur, belok kiri, belok kanan, dan kombinasi gerakan anatara keempatnya.
”Nggak mungkin kan hanya bisa maju saja, pasti juga dibutuhkan maju sambil agak serong ke kanan, dan gerakan lainnya,”tambahnya. Sebagai tenaga gerak, Aiko menggunakan motor dan aki. Hanya saja, Aiko mengaku kurang memperhitungkan motor yang dia pakai. Menurutnya, motor yang dia gunakan ini adalah tipe motor kecil, sehingga hanya mampu mengangkut beban 70-75 kilogram. ”Kalau memakai motor yang lebih besar tentunya bisa lebih besar juga beban yang bisa diangkut,”tambahnya.
Fungsi yang ketiga adalah menghubungkan kursi roda dengan pispot dan melubangi bagian tengah kursi roda. ”Biar ga repot ke kamar kecil,”ujar gadis kelahiran Surabaya 13 Desember 1986 ini. Namun, ketika dalam pengujian, lubang ini hanya dapat berfungsi untuk BAB saja. Sedangkan untuk buang air kecil tidak bisa dilakukan. ”Terutama untuk manula pria,”jelasnya.
Kursi roda ini rampung dibuatnya hanya dalam waktu dua setengah bulan saja. ”Itu karena konsepnya sudah aku pikirkan jauh-jauh hari,”ujarnya. Aiko harus merogoh koceknya sebesar Rp 3,5 juta untuk merampungkan proyeknya ini. Namun, ketika diuji cobakan ke adik neneknya, Aiko merasa puas. ”Dia lebih senang dengan kursi roda ini. Lebih senang jalan-jalan juga setelah memakai kursi ini,”lanjutnya.
Hanya saja, kursi roda ini khusus digunakan untuk mobilitas di dalam rumah dan lingkungan sekitar. ”Nggak bisa untuk traveling karena memang tidak bisa dilipat,”ujarnya. Aiko mendapatkan nilai A untuk tugas akhirnya ini. (HUMAS-ITS)
Berawal dari rasa prihatinnya melihat penderitaan manula, Aiko Rakhmaniar berhasil menciptakan kursi roda khusus manula. Kursi roda buatan mahasiswi Teknik Industri ITS ini sepintas tak banyak berbeda dengan kursi roda pada umumnya. Namun dibandingkan kursi roda lainnya, kursi berbantalan jok kulit coklat ini memiliki lubang di tengahnya. ”Lubang ini langsung nyambung ke pispot,”terang Aiko tentang karya tugas akhirnya ini.
Awalnya, Aiko hanya ingin meringankan beban adik sang nenek yang sudah berusia lanjut. Aiko mengerti benar bagaimana repotnya neneknya ini ketika ingin mengerjakan sesuatu. ”Mau apapun harus dibantu oleh orang lain,”paparnya. Bangun dari tempat tidur, menuju tempat tidur, mengambil sesuatu, bahkan melakukan aktivitas ke kamar kecilpun harus dibantu. ”Ngerasain banget, kalau apa-apa harus manggil orang lain,”ujar anak kedua dari tiga bersaudara ini.
Bahkan ketika sudah duduk di kursi roda, tak banyak aktivitas yang bisa dilakukannya sendiri. Masih tetap mengandalkan bantuan orang lain. Melihat hal ini, Aiko mempunyai ide untuk membuat redesain kursi roda khusus manula untuk tugas akhirnya. Hal pertama yang menjadi perhatiannya adalah membuat agar pegangan tangan kursi roda dapat direbahkan dan dilepas. Fungsinya, agar pemakai kursi roda dapat dengan mudah berpindah dari tempat tidur ke kursi roda.
Setelah itu, Aiko fokus mengerjakan sistem pergerakan kursi roda dengan membuat empat tomobol pencet di pegangan tangan sebelah kanan. ”Tombol ini fungsinya untuk mobilisasi,”ujarnya. Menurutnya, bagian inilah justru yang tersulit. Sebab, dia harus memikirkan beberapa konfigurasi pergerakan mulai dari maju, mundur, belok kiri, belok kanan, dan kombinasi gerakan anatara keempatnya.
”Nggak mungkin kan hanya bisa maju saja, pasti juga dibutuhkan maju sambil agak serong ke kanan, dan gerakan lainnya,”tambahnya. Sebagai tenaga gerak, Aiko menggunakan motor dan aki. Hanya saja, Aiko mengaku kurang memperhitungkan motor yang dia pakai. Menurutnya, motor yang dia gunakan ini adalah tipe motor kecil, sehingga hanya mampu mengangkut beban 70-75 kilogram. ”Kalau memakai motor yang lebih besar tentunya bisa lebih besar juga beban yang bisa diangkut,”tambahnya.
Fungsi yang ketiga adalah menghubungkan kursi roda dengan pispot dan melubangi bagian tengah kursi roda. ”Biar ga repot ke kamar kecil,”ujar gadis kelahiran Surabaya 13 Desember 1986 ini. Namun, ketika dalam pengujian, lubang ini hanya dapat berfungsi untuk BAB saja. Sedangkan untuk buang air kecil tidak bisa dilakukan. ”Terutama untuk manula pria,”jelasnya.
Kursi roda ini rampung dibuatnya hanya dalam waktu dua setengah bulan saja. ”Itu karena konsepnya sudah aku pikirkan jauh-jauh hari,”ujarnya. Aiko harus merogoh koceknya sebesar Rp 3,5 juta untuk merampungkan proyeknya ini. Namun, ketika diuji cobakan ke adik neneknya, Aiko merasa puas. ”Dia lebih senang dengan kursi roda ini. Lebih senang jalan-jalan juga setelah memakai kursi ini,”lanjutnya.
Hanya saja, kursi roda ini khusus digunakan untuk mobilitas di dalam rumah dan lingkungan sekitar. ”Nggak bisa untuk traveling karena memang tidak bisa dilipat,”ujarnya. Aiko mendapatkan nilai A untuk tugas akhirnya ini. (HUMAS-ITS)
12 Februari 2009
Soekarwo-Gus Ipul Dilantik Sebagai Gubernur-Wakil Gubernur Jawa Timur
Setelah melalui proses panjang, berliku dan masih menyisakan sengketa hingga saat ini, Soekarwo dan Syaifullah Yusuf dilantik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur periode 2009-2014, Kamis (12/2). Pelantikan di Gedung DPRD Jawa Timur Surabaya itu dibayangi dengan demonstrasi massa pendukung pasangan kandidat kalah, Khofifah Indar Parawansa-Mudjiono. Meski dalam pelaksanaan, pelantikan berlangsung tanpa halangan.
by Fully Syafi
by Fully Syafi
PSN Berjuang di Tour od Taiwan
M. Arief, Surabaya
Hampir dua bulan berlalu, nyaris tidak ada kompetisi yang diikuti Polygon Sweet Nice. Dalam kurun waktu itu, klub asal kota pahlawan itu sibuk menata diri sebelum mendaftar sebagai Asia Continental Team. Mulai bulan Maret, PSN sudah memulai jadwal kompetisi di Asia. Jadwal race calendar adalah mengikuti Tour of Taiwan, 8-14 Maret. Jadwal ini menandai dimulainya kegiatan balapan tim yang sudah empat musim berkiprah di level continental itu.
Direktur PSN Harijanto Tjondrokusumo mengungkapkan jumlah peserta Tour of Taiwan ini sudah terjaring 23 tim continental termasuk lima tim nasional. "Kami sudah mendapat undangan dari pihak penyelenggara bersama 22 tim lainnya," terang Harijanto, Rabu (11/2) sore. Diantara tim yang mengikuti ajang ini, mayoritas mengikuti ajang serupa setiap tahunnya.
Selain PSN, tuan rumah Giant Asia Racing Team, Merida Europe Team, Drapac Porsche, Aisan Racing, Seoul Cycling, Team Skil Shimano, timnas Jepang, dan timnas Malaysia. Sementara peserta baru seperti timnas Mongolia, Kazakhstan, dan Cosmote Castro Yunani.
Bagi Polygon Sweet Nice, diantara tim lama itu sudah terbiasa dijumpai di berbagai event. Demikian jgua dengan timnas Mongolia, Kazakhstan, dan Cosmote Castro sudah pernah dijumpai, meski tidak terlalu sering.. "Tahun lalu kita berjumpa dengan Kazakhstan di Tour of East Java dan Cosmote Castro di Tour of Hainan. Jadi materi dan pengalaman kita hampir berimbang," imbuh pengusaha makanan itu.
Dengan kekuatan lawan yang saat ini terdaftar dalam Tour of Taiwan, PSN belum menerbitkan pembalap yang akan diturunkan. Tim yang ditopang perusahaan makanan dna sepeda itu perlu memelajari medan yang akan dilalui. Umumnya Tour of Taiwan rata-rata menempuh medan flat. Sehingga tidak terlalu membutuhkan climber dan sepenuhnya membawa sprinter.
"Hampir pasti lima pembalap yang saat ini di Indonesia. Sedangkan pembalap baru seperti Sergey Koudentsov, Artyom Golovachshenko, Roman Krasilnikov, dan Kiril Kazantsev, akan kami lihat kondisinya," urainya. Lima pembalap yang dipersiapkan adalah Herwin Jaya, Hari Fitrianto, Alexander Dyadichkin, Jimmy Pranata, dan Antonius Christopher.
Khusus untuk Dyadichkin akan diuji dahulu melalui Bupati Sidoarjo Cup pertengahan bulan ini. Bila lulus uji akan kami bawa ke Taiwan. Cadangannya, kemungkinan Yevgeniy Yakovlev atau Timofeev Artemiy," tandasnya.
Hampir dua bulan berlalu, nyaris tidak ada kompetisi yang diikuti Polygon Sweet Nice. Dalam kurun waktu itu, klub asal kota pahlawan itu sibuk menata diri sebelum mendaftar sebagai Asia Continental Team. Mulai bulan Maret, PSN sudah memulai jadwal kompetisi di Asia. Jadwal race calendar adalah mengikuti Tour of Taiwan, 8-14 Maret. Jadwal ini menandai dimulainya kegiatan balapan tim yang sudah empat musim berkiprah di level continental itu.
Direktur PSN Harijanto Tjondrokusumo mengungkapkan jumlah peserta Tour of Taiwan ini sudah terjaring 23 tim continental termasuk lima tim nasional. "Kami sudah mendapat undangan dari pihak penyelenggara bersama 22 tim lainnya," terang Harijanto, Rabu (11/2) sore. Diantara tim yang mengikuti ajang ini, mayoritas mengikuti ajang serupa setiap tahunnya.
Selain PSN, tuan rumah Giant Asia Racing Team, Merida Europe Team, Drapac Porsche, Aisan Racing, Seoul Cycling, Team Skil Shimano, timnas Jepang, dan timnas Malaysia. Sementara peserta baru seperti timnas Mongolia, Kazakhstan, dan Cosmote Castro Yunani.
Bagi Polygon Sweet Nice, diantara tim lama itu sudah terbiasa dijumpai di berbagai event. Demikian jgua dengan timnas Mongolia, Kazakhstan, dan Cosmote Castro sudah pernah dijumpai, meski tidak terlalu sering.. "Tahun lalu kita berjumpa dengan Kazakhstan di Tour of East Java dan Cosmote Castro di Tour of Hainan. Jadi materi dan pengalaman kita hampir berimbang," imbuh pengusaha makanan itu.
Dengan kekuatan lawan yang saat ini terdaftar dalam Tour of Taiwan, PSN belum menerbitkan pembalap yang akan diturunkan. Tim yang ditopang perusahaan makanan dna sepeda itu perlu memelajari medan yang akan dilalui. Umumnya Tour of Taiwan rata-rata menempuh medan flat. Sehingga tidak terlalu membutuhkan climber dan sepenuhnya membawa sprinter.
"Hampir pasti lima pembalap yang saat ini di Indonesia. Sedangkan pembalap baru seperti Sergey Koudentsov, Artyom Golovachshenko, Roman Krasilnikov, dan Kiril Kazantsev, akan kami lihat kondisinya," urainya. Lima pembalap yang dipersiapkan adalah Herwin Jaya, Hari Fitrianto, Alexander Dyadichkin, Jimmy Pranata, dan Antonius Christopher.
Khusus untuk Dyadichkin akan diuji dahulu melalui Bupati Sidoarjo Cup pertengahan bulan ini. Bila lulus uji akan kami bawa ke Taiwan. Cadangannya, kemungkinan Yevgeniy Yakovlev atau Timofeev Artemiy," tandasnya.
11 Februari 2009
Rakyat Jatim Deklarasi Dukung Sultan Sebagai Calon Presiden
Iman D. Nugroho, Surabaya
Perwakilan masyarakat Jawa Timur dari 38 kabupaten/kota menggelar deklarasi mendukung Sultan Hamengkubuwono X sebagai calon Presiden RI dalam Pemilihan Umum (Pemilu) Presiden RI 2009 mendatang di Surabaya, Rabu (11/2) ini. Dalam deklarasi itu tertulis tekad masyarakat Jawa Timur untuk kembali menyatukan kekuatan rakyat yang selama ini dibangun dan mengajak Sri Sultan Hamengkubuwono X untuk merebut kembali kekuasaan ke tangan rakyat. Deklarasi itu dihadiri sekitar 6000-an massa perwakilan dari 38 kabupaten/kota di Jawa Timur.
Di hadapan seribuan massa Sri Sultan Hamengkubuwono X menegaskan bahwa perubahan di negara ini ditentukan oleh rakyat. “Rakyatlah yang menentukan perubahan tersebut,” kata Sultan. Lebih jauh Sultan menambahkan, pilihan rakyat Indonesia dalam pemilu presiden Juni mendatang akan mempengaruhi jalannya pembangunan di negeri ini untuk lima tahun mendatang. Untuk itu, Sultan, yang sudah menyatakan kesanggupannya maju sebagai calon presiden 2009-2014 pada Pisowanan Agung di Yogyakarta 28 Oktober 2008 lalu, mengingatkan rakyat untuk memenuhi persyaratan administrative agar tercatat sebagai pemilih yang legal sehingga hak suaranya dapat digunakan sebagaimana mestinya.
Sultan meyakinkan, kesediaannya maju sebagai calon Presiden RI berdasarkan permintaan berbagai kalangan mulai dari Sabang hingga Merauke. Kesediaan itu dideklarasikan di Jogjakarta pada 28 Oktober lalu. Berbeda dengan calon presiden lain, Sultan mengusung motto restorasi, yakni penataan ulang terhadap kebijakan-kebijakan yang dinilai belum berpihak ke rakyat. Restorasi yang dimaksud antara lain meliputi bidang pertanian, perindustrian dan kebudayaan. Sultan, yang hadir di Surabaya dengan didampingi istri Kanjeng Ratu Hemas dan rombongan, juga mengatakan bahwa pada era otonomi daerah ini membangun bangsa haruslah berdasarkan pada keragaman kebudayaan untuk kemandirian manusia.
Tokoh pemuda angkatan 1998 yang juga ketua panitia penyelenggara Fitrajaya Purnama mengatakan masyarakat Jawa Timur harus menjadi bagian dari rakyat Indonesia yang sudah mulai menata diri untuk kebaikan Indonesia. Dengan semangat restorasi ala masyarakat Jepang, Fitrajaya meyakini, Indonesia pun akan menjadi jauh lebih baik. "Ini saatnya masyarakat Jatim untuk berkonsolidasi, melanjutkan konsolidasi yang sudah kita lakukan selama ini menuju Indonesia yang lebih baik," kata Fitrajaya.
Kehadiran Sri Sultan Hamengkubuwono X sebagai salah satu calon Presiden sempat memunculkan berbagai pernyataan, lantaran Sultan tidak berangkat dari partai politik. Padahal menurut regulasi di Indonesia, hanya partai politik dengan jumlah suara 20 persen yang berhak mencalonkan seseorang menjadi calon presiden atau calan wakil presiden. Bahkan, Sultan juga tidak berangkat dari Partai Golkar, partai yang selama ini menjadi tempatnya bernaung. Menyangkut hal ini Sri Sultan Hamengkubuwono X memilih untuk meninggu. "Saya memang tidak berangkat dari partai apapun, namun saya masih menunggu proses politik ini terus berjalan," katanya. Termasuk bila ada perwakilan partai Golkar yang akan menawarinya sebagai salah satu kandidat dalam konvensi Partai Golkar dalam Rapat Pimpinan Nasional Partai Golkar mendatang.
Agnes S Jayakarna berkontribusi menulis laporan ini untuk The Jakarta Post.
Perwakilan masyarakat Jawa Timur dari 38 kabupaten/kota menggelar deklarasi mendukung Sultan Hamengkubuwono X sebagai calon Presiden RI dalam Pemilihan Umum (Pemilu) Presiden RI 2009 mendatang di Surabaya, Rabu (11/2) ini. Dalam deklarasi itu tertulis tekad masyarakat Jawa Timur untuk kembali menyatukan kekuatan rakyat yang selama ini dibangun dan mengajak Sri Sultan Hamengkubuwono X untuk merebut kembali kekuasaan ke tangan rakyat. Deklarasi itu dihadiri sekitar 6000-an massa perwakilan dari 38 kabupaten/kota di Jawa Timur.
Di hadapan seribuan massa Sri Sultan Hamengkubuwono X menegaskan bahwa perubahan di negara ini ditentukan oleh rakyat. “Rakyatlah yang menentukan perubahan tersebut,” kata Sultan. Lebih jauh Sultan menambahkan, pilihan rakyat Indonesia dalam pemilu presiden Juni mendatang akan mempengaruhi jalannya pembangunan di negeri ini untuk lima tahun mendatang. Untuk itu, Sultan, yang sudah menyatakan kesanggupannya maju sebagai calon presiden 2009-2014 pada Pisowanan Agung di Yogyakarta 28 Oktober 2008 lalu, mengingatkan rakyat untuk memenuhi persyaratan administrative agar tercatat sebagai pemilih yang legal sehingga hak suaranya dapat digunakan sebagaimana mestinya.
Sultan meyakinkan, kesediaannya maju sebagai calon Presiden RI berdasarkan permintaan berbagai kalangan mulai dari Sabang hingga Merauke. Kesediaan itu dideklarasikan di Jogjakarta pada 28 Oktober lalu. Berbeda dengan calon presiden lain, Sultan mengusung motto restorasi, yakni penataan ulang terhadap kebijakan-kebijakan yang dinilai belum berpihak ke rakyat. Restorasi yang dimaksud antara lain meliputi bidang pertanian, perindustrian dan kebudayaan. Sultan, yang hadir di Surabaya dengan didampingi istri Kanjeng Ratu Hemas dan rombongan, juga mengatakan bahwa pada era otonomi daerah ini membangun bangsa haruslah berdasarkan pada keragaman kebudayaan untuk kemandirian manusia.
Tokoh pemuda angkatan 1998 yang juga ketua panitia penyelenggara Fitrajaya Purnama mengatakan masyarakat Jawa Timur harus menjadi bagian dari rakyat Indonesia yang sudah mulai menata diri untuk kebaikan Indonesia. Dengan semangat restorasi ala masyarakat Jepang, Fitrajaya meyakini, Indonesia pun akan menjadi jauh lebih baik. "Ini saatnya masyarakat Jatim untuk berkonsolidasi, melanjutkan konsolidasi yang sudah kita lakukan selama ini menuju Indonesia yang lebih baik," kata Fitrajaya.
Kehadiran Sri Sultan Hamengkubuwono X sebagai salah satu calon Presiden sempat memunculkan berbagai pernyataan, lantaran Sultan tidak berangkat dari partai politik. Padahal menurut regulasi di Indonesia, hanya partai politik dengan jumlah suara 20 persen yang berhak mencalonkan seseorang menjadi calon presiden atau calan wakil presiden. Bahkan, Sultan juga tidak berangkat dari Partai Golkar, partai yang selama ini menjadi tempatnya bernaung. Menyangkut hal ini Sri Sultan Hamengkubuwono X memilih untuk meninggu. "Saya memang tidak berangkat dari partai apapun, namun saya masih menunggu proses politik ini terus berjalan," katanya. Termasuk bila ada perwakilan partai Golkar yang akan menawarinya sebagai salah satu kandidat dalam konvensi Partai Golkar dalam Rapat Pimpinan Nasional Partai Golkar mendatang.
Agnes S Jayakarna berkontribusi menulis laporan ini untuk The Jakarta Post.