23 Desember 2008

"Berdarah-darah" Melayani Buku Murah


Iman D. Nugroho, Surabaya

Setelah memiliki 17 cabang toko buku di Jawa-Bali, apa lagi yang ingin anda lakukan?Pertanyaan The Jakarta Post itu sempat membuat Johan Budhi Sava terdiam beberapa saat. Mulutnya terkatup. "Saya menginginkan buku bisa merata di seluruh Indonesia. Saya akan berusaha untuk membuka toko buku di seluruh Indonesia, mulai Papua sampai Aceh. Mungkin ini tidak mudah, tapi akan saya coba," katanya sembari menggela napas panjang.



-----------

Delapan belas tahun lalu, ketika Johan membuka toko buku Togamas pertamanya di Malang Jawa Timur, laki-laki 44 tahun ini sama sekali tidak pernah menyangka, usahanya bakal menjadi besar. Apalagi, niatan membuka toko buku di rumah mertuanya tahun 1990 itu, hanya sebuah upaya darurat untuk menyambung hidup. Modal Rp.35 juta yang digunakan untuk membuka toko buku itu pun adalah softloan dari orang tua istrinya, Swandayani.

"Saat itu, yang ada di kepala hanya upaya menjual buku untuk makan," kenangnya. Selain menjaga toko buku miliknya, Johan tak lupa "melirik" toko buku saingannya di Malang. Sederhana saja. Tindakan itu dilakukan untuk mengetahui berapa jumlah kendaraan yang terparkir di depan toko buku saingannya itu. "Kalau jumlah motor dan mobil yang terparkir di sana lebih banyak, artinya saya harus memutar otak untuk mencari kreativitas baru guna menarik pengunjung,..haha," kata ayah dua anak, Bayu Dharma Saputra Sava dan Aditya Dharma Putra ini.

Dewi Fortuna berpihak pada Johan. Delapan tahun kemudian, pada 1998, Johan mendapatkan mobil baru dari undian sebuah bank swasta. Mobil station itu dijual untuk uang muka sebuah rumah toko tak jauh dari toko miliknya. Sial, saat kontrak jual beli ditandatangani, ternyata uang Rp.70 hasil penjualan mobil itu pun kurang. "Bingung juga, untung ada saudara yang meminjami uang arisan," kata laki-laki murah senyum itu.

Singkat kata, toko buku barunya pun berdiri. Kedekatannya dengan dosen dan mahasiswa, membuat Johan mengerucutkan segmentasinya di dunia buku mahasiswa. Terutama, mahasiswa jurusan ekonomi, teknik, politik dan kedokteran. Tak jarang, dirinya menggelar diskusi dengan para dosen untuk mengetahi jenis buku yang sedang dibutuhkan. Angin keberuntungan terus berhembus. Kedekatannya dengan motivator Tung Dasem Waringin dan Dosen Universitas Indonesia, Amir Abadi membuahkan terobosan membuka cabang Togamas di Jogjakarta pada tahun 1999.

Setahun kemudian, Johan kembali membuka "cabang" di Semarang pada 2001, Jember pada 2002, Surabaya pada 2004, Bandung dan Denpasar pada 2007. "Pada tahun 2008, Togamas buka juga di Jakarta, Surabaya untuk kedua kali dan Kediri, sementara pada tahun 2009, akan ancang-ancang membuka di Probolinggo, Mojokerto, Blitar dan Banyuwangi," katanya. Wow! Total ada 17 toko buku yang dibuka sejak 18 tahun lalu.

Sebegitu menguntungkannyakah toko buku? Tidak juga. Meski secara kalkulasi masih ada pasar 93 persen dari seluruh penduduk Indonesia yang belum tersentuh buku, namun kerugian di bisnis ini tergolong besar. Di Jogjakarta, Johan dan rekanannya sempat merugi hingga Rp.600 juta. Sementara di Surabaya, laki-laki lulusan Universitas Narotama Surabaya ini merugi Rp.3 miliar, hanya dalam waktu delapan bulan. "Untung dan rugi seperti datang dan pergi dalam dunia buku, yang penting terus bergulir dan menunjukkan progres positif," katanya.

Keyakinannya itu juga membuat Johan melebarkan jangkauannya ke Timika, Provinsi Papua. Johan menceritakan, saat ini dirinya sedang berpikir keras untuk membuka toko buku di Papua. Apa yang terjadi di Papua, membuat Johan mengelus dada. Kurikulum yang dipakai di propinsi paling timur Indonesia itu, katanya, masih menggunakan kurikulum tahun 1978. "Sangat berbeda dengan di Jawa atau Bali. Di sana, sangat sulit mendapatkan buku, karena distribusi buku tidak sampai ke sana, karena itulah kondisi pendidikan di Papua jauh tertinggal," katanya.

Tidak hanya itu, Johan juga mendukung upaya pemerintah untuk menggratiskan buku melalui program Buku Sekolah Elektronik atau BSE. Bagi sebagian orang, BSE bisa secara tidak langsung membunuh pengusaha dan penerbit buku. Namun tidak bagi Johan. "Jangan lupa, buku berhubungan dengan peningkatan intelektual, semakin meningkat intelektual penduduk Indonesia melalui BSE, maka pasar buku juga semakin luas. Jadi BSE harus didukung," katanya bersemangat.

Kalau perlu, tegas jebolan jurusan pertanian dan manajemen ini, perlu ada lompatan intelektual di Indonesia. Terutama bila dikaitkan dengan maraknya penggunaan internet di Indonesia. Dengan bahasa lain, penduduk Indonesia harus "dipaksa" mengikuti perkembangan zaman yang ada. Bila tidak, maka Indonesia akan sangat jauh tertinggal dengan negara-negara lain di dunia. "Sekarang ini, perkembangan di negara maju seperti AS misalnya, juga bisa dirasakan, untuk itu harus ada percepatan untuk mengejar ketertinggalan," jelasnya.

Hal itulah yang dipraktekkan Johan di keluarganya. Dua anak Johan dan Swandayani yang kini masih duduk di Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Dasar (SD), sudah dibiasakan untuk membaca buku dan mencari data di internet. Data yang ditemukan itu yang kemudian digunakan untuk memperluas cakrawala berpikir kedua anaknya. "Waktu mertua saya sakit, anak saya justru menyodorkan data internet, dan menunjukkan bagaimana efek terburuk dari penyakit yang diderita mertua saya, haha,.." katanya.

Johan menyadari, keyakinannya kental dengan idealisme. Karena memang hal itulah yang diperlukan oleh pengusaha yang bergerak di bidang perbukuan. Keinginan mendapatkan untung besar, jelas tidak bisa diraih di dunia buku. "Kalau ada pengusaha yang mau join dengan saya dan meminta untung besar, lebih baik saya tolak, karena bisnis buku memang tidak bisa seperti itu," jelasnya. Johan mencontohkan dirinya sendiri. Meski sudah belasan tahun menggeluti dunia buku dengan 17 toko buku di berbagai kota, namun Johan tetap tinggal di rumahnya di Malang. Rumah yang juga toko buku pertamanya.


22 Desember 2008

Rangka dan Beton Jembatan Sudah Memenuhi Standart

Kasus robohnya jembatan Kalidami Surabaya, Rabu(10/12) malam lalu yang menyebabkan tewasnya tiga pekerja, terus berlanjut. Senin (22/12) ini, tim ahli dari Institut Teknis Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya melakukan penelitian besi rangka dan beton yang digunakan untuk pembangunan jembatan itu. Hasilnya, seluruh rangka dan beton memenuhi standart yang diprasyaratkan. Hal itu yang dikatakan Muji Irawan, saksi ahli dari Teknik Sipil ITS Surabaya.

China Mendominasi, Indonesia Buka Peluang


Arief, Surabaya, photo dok

Dua negara bersaing ketat dalam Kejuaraan Asia BMX Cross 20-21 Desember 2008. Indonesia menempatkan empat pembalap senior putra dan empat junior putra. Sedangkan China menempatkan semua pembalap, baik kelompok senior putri maupun senior putra.


Posisi ini menguntungkan China merebut gelar juara karena, keenam pembalapnya masuk final. Sedangkan tuan rumah tidak menempatkan satu pembalap putri-pun ke partai puncak. Hanya kelompok junior putra yang menyusul seniornya melangkah babak final Minggu (21/12/2008) pagi.

Pelatih timnas Indonesia Dadang Haris Purnomo menegaskan keberhasilan ini sudah maksimal. Masalahnya PB ISSI hanya menargetkan memertahankan kejuaraan Asia tahun lalu di Thailand, dengan merebut perunggu atas nama Nur Warsito. “Kalau sekarang sudah tidak lagi berbicara perunggu. Dengan tidak mendahului kehendak Yang Kuasa, mudah-mudahan kami bisa melewati perunggu, bila melihat hasil kualifikasi,” terang Dadang Sabtu siang.

Strategi yang dijalankan anak didiknya dianggap berjalan baik. Dimana setiap pembalapnya saling bergantian merebut moto, dari tiga moto yang dilombakan. Seperti di grup I, Abuamin dan Toni Syarifudin saling bergantin merebut moto. Sehingga keduanya menduduki peringkat teratas grup I. Abuamin memiliki total tujuh poin, sementara rekannya 8 poin dan berada di urutan ketiga. Peringkat dua dan empat direbut pembalap Hong Kong, Wong Steven (7 poin) dan Alex John Hunter (11).

Di grup II lagi-lagi pembalap Indonesia Nur Warsito mengumpulkan poin 6 dari tiga kali moto. Dua kali dia berhasil merebut heat dan menempatkannya duduk diurutan pertama. Sementara Priyo Susanto berada di urutan ketiga dengan total 8 poin. Sementara peringkat dua dan empat dikuasai China Ren Chao dengan total 6 poin dan peringkat keempat Gong Jianling dengan poin 13.

China cukup dominan dengan menempatkan semua pembalapnya menembus final. Bahkan dikelompok putra, mereka menempatkan strategi, cukup masuk final. “Kita tidak ragu dengan strategi China. Kita juga punya strategi pada partaiu final besok,” aku Dadang.

Pelatih China Niu Hongtao mengaku senang dengan hasil ini. “Balapan ini cukup sulit. Dimana lintasannya berlumpur dan sedikit licin, tapi memberi tantangan bagi pembalap kami,” terangnya. Seperti pembalap Olimpiade-nya, Ma Liyun sedikit kesulitan menaklukkan medan. Padahal dia adalah pembalap terbaik di China saaat ini.

Hongtao menegaskan Liyun sedikit kesulitan menaklukkan medan ini. Itu sebabnya dia hanya berada di urutan kedua dengan total poin 8, dibawah rekannya Wang Ying yang memiliki 4 poin. Sementara di tempat ketiga dan keempat masih dimiliki China, Xing Yanru (9 poin) dan Jing Jing (10). Pembalap putri Indonesia, Fitriyanti Riyanti hanya menduduki posisi kelima dengan 15 poin.

"Saya sangat senang dengan balapan ini. Tidak hanya hasil yang kami capai, tetapi seleksi yang kami lalui membawa hasil. Hampir semua pembalap kami melaju ke final dan kami berharap bisa merebut gelar juara dan itu terbuka lebar," tandasnya. (*)

Hasil Kualifikasi ACC
Senior Putra
Grup I
1. Abuamin Indonesia 7 poin
2. Steven Wong Hong Kong 7
3. Toni Syarifudin Indonesia 8
4. Alex John Hunter Hong Kong 11

Grup II
1. Nur Warsito Indonesia 6
2. Ren Chao China 6
3. Priyo Susanto Indonesia 8
4. Gong Jianliang China 13

Senior Putri
1. Wang Ying China 4
2. Ma Liyun China 8
3. Xing Yanru China 9
4. Jing Jing China 10

Junior Putra
Grup I
1. Puguh Admandi Indonesia 3
2. Sanpei Masahiro Jepang 6
3. A.Marzuki Indonesia 10
4. Jukrapech Wichina Thailand 11

Grup II
1. Surya Adi Pradana Indonesia 4
2. Khoirul Muchib Indonesia 5
3. Jumari Muhamad Elmi Malaysia 10
4. Narong Klinsurai Thailand 11

21 Desember 2008

China Kucurkan Dana Bantuan Suramadu

Iman D. Nugroho, Surabaya

Wakil Perdana Menteri China, Li Keqiang meninjau proyek pembangunan jembatan Surabaya-Madura (Suramadu) di Selat Madura, Minggu (21/12) ini. Li ingin mengetahui bagaimana progres pembangunan jembatan yang menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Madura itu. Kedatangan Li, juga sekaligus menjadi penegas rencana pencairan dana bantuan dari Bang Exim of China sebesar USD.68,93 juta.


"Kunjungan ini adalah bagian dari kepastian pencairan dana pinjaman luar negeri atau loan contract tahap dua oleh Pemerintah China," kata Atyanto Busono, Kepala Satuan Kerja Sementara Pembangunan Jembatan Nasional Suramadu Bentang Tengah.

Sebelum bantuan tahap dua ini, Bank Exim of China telah memberikan tahap pertama pembangunan Suramadu pada tahun 2004 senilai USD.160,2 juta atau setara dengan Rp.1,436 miliar. Rencana pencairan bantuan tahap dua kali ini sebenarnya akan dilakukan pada Oktober 2008 lalu. Namun, karena hantaman krisis ekonomi dunia, pemberian sumbangaun itu ditunda.

Apalagi, Bank Exim of China mensyaratkan adanya laporan hasil progres terbaru dari pembangunan jembatan sepanjang 5,4 Km itu. Meski demikian, proses pembangunan jembatan harus terus berjalan. Data Infokom Jawa Timur menyebutkan, Bank Jatim "terpaksa" harus mengucurkan dana talangan sebanyak Rp.50 miliar.

Hingga periode awal Desember, proses pembangunan jembatan Suramadu itu sudah mencapai 88,46 persen. Dari proses itu, pembangunan causeway di sisi Surabaya sudah mencapai 99,80 persen. Sementara causeway sisi Madura sudah sekitar 99,23 persen.

Pembangunan bentang tengah atau main span hingga saat ini sudah mencapai 81,74 persen. Selain fokus pada pembangunan fisik jembatan, proses finishing juga dilakukan untuk jalan akses penuju jembatan dari sisi Surabaya maupun Madura yang mencapai 90-an persen.

Dana yang dikucurkan oleh Bank Exim of China itu rencananya akan digunakan untuk pembangunan main bridge, yang saat ini sudah dalam proses pemasangan steel box girder di pilar 46 dan 47. Sekaligus melengkapi cable stayed untuk arah Surabaya dan Madura. Masing-masing bentang membutuhkan kabel yang sama dengan panjang jembatan di dua sisinya.

Jembatan Suramadu adalah jembatan antar pulau pertama di Indonesia, sekaligus menjadi jembatan terpanjang di negeri ini. Total panjangnya sekitar 5,4 Km. Pembangunan dilakukan dalam tiga wilayah, bentang Surabaya (causeaway Surabaya) sepanjang 1,4 Km, bentang Madura (causeway Madura) sepanjang 1,8 KM dan bentang tengah sepanjang 2,1 Km. Jembatan ini rencananya akan selesai pada tahun 2009.

20 Desember 2008

Lampu Jakarta


Iman D. Nugroho

LAMPU JAKARTA. Jakarta memang tidak selalu indah. Tapi pertengahan bulan ini, keindahan kota dengan penduduk sekitar 12 juta jiwa itu terpancar dari sorot lampu yang menyelimuti. Foto ini diambil dari sisi utara Hotel Manhattan, Kuningan Jakarta.





19 Desember 2008

Bila Barang Bekas Malaysia Berkolaborasi Dengan Gamelan


Iman D. Nugroho, Surabaya

Bagaimana bila barang bekas asal Malaysia berkolaborasi dengan gamelan Jawa? Keindahanlah yang tercipta. Itulah yang terjadi di Sekolah Dasar Kristen (SDK) Santa Theresia I Surabaya, Jumat (19/12) ini. Dalam acara itu, alat-alat musik dari barang-barang bekas yang dimainkan oleh anak-anak aktivis lingkungan Malaysia beradu suara dengan gamelan yang dimainkan murid-musid SDK Santa Theresia. "Indah sekali.." kata Afiq Safwan Adly, aktivis anak Malaysia usai pertunjukan.


Kedatangan anak-anak aktivis lingkungan hidup Yayasan Anak Warisan Alam (YAWA) Malaysia ini adalah bagian dari sosialisasi YAWA Malaysia menjelang pelaksanaan International Children Conference yang akan berlangsung di Malaysia tahun 2009 mendatang. Dalam konferensi itu, anak-anak aktivis lingkungan dari berbagai negara, termasuk Indonesia akan hadir untuk berbicara masalah lingkungan hidup. "Kami mengharapkan anak-anak di seluruh dunia akan memahami pentingnya menjaga lingkungan," kata Afiq Safwan Adly, koordinator YAWA Malaysia.

Karena itulah, saat mengunjungi Indonesia, YAWA Malaysia meminta LSM anak untuk lingkungan, Tunas Hijau, merekomendasi sebuah lembaga pendidikan yang juga memberi ruang kepada pendidikan lingkungan. SDK Santa Theresia, SDN Kandangan III Surabaya dan SMK Negeri V Surabaya adalah pilihannya. Sekolah ini memiliki silabus lokal yang menempatkan pendidikan lingkungan sebagai mata pelajaran wajib setiap minggunya.

"Kami sangat terbuka dengan kedatangan aktivis YAWA, karena mereka bisa menstimulis anak-anak untuk mencintai lingkungan," kata Michael Darananto, Kepala Sekolah SDK Theresia pada The Post.

Dan Jumat lalu, semuanya menjadi kenyataan. Anak-anak SDK Santa Theresia menyambut dengan antusias aksi YAWA Malaysia dengan eco drum circle, peralatan musik sederhana yang dibuatnya. Drum bekas dan botol aqua bekas yang diubah menjadi gendang, batang sapu yang ditempeli tutup botol hingga kaleng bekas minuman yang diisi beras.

"Kami ini menunjukkan kepada adik-adik kita di Surabaya tentang bagaimana menggunakan bahan bekas ini," kata Jes Ibrahim Izaidin, salah satu aktivis YAWA Malaysia. Tepuk tangan seakan tidak berhenti ketika lagu demi lagu mengalir. Lagu-lagu ini juga yang mereka nyanyikan dalam kujungan ke berbagai negara di dunia.

Yang paling menghebohkan, saat aktivis YAWA tiba-tiba menuruni panggung dan berdiri di belakang jajaran pemain gamelan jawa SDK Santa Theresia. Keduanya berkolaborasi dalam lagu bertema lingkungan berjudul Santa Theresia Hijau dan Bersih, dan Gemercik Air. Kedua lagu itu cintaan SDK Santa Theresia.

Usai menunjukkan performanya di SDK Santa Theresia, YAWA Malaysia dan Tunas Hijau melanjutkan kunjungannya ke SDN Kandangan III Surabaya dan SMK Negeri V Surabaya adalah pilihannya. Di dua tempat ini, YAWA Malaysia akan berbicara dalam workshop pengolahan limbang sampah daun.

Suara Senyap Lembar Kebudayaan

Diana A.V Sasa

Emboss palu-arit tercetak samar di kertas putih bersih itu menghadirkan kembali rasa getir trauma masa lalu. Judul dengan warna merah menyala di samping logo penerbit bak darah mengalir, mengingatkan pada betapa banyak darah tertumpah yang menjadi tumbal gambar itu...>>selanjutnya.



17 Desember 2008

AJI Indonesia-Unicef Beri Penghargaan Karya Jurnalistik Anak

Iman D. Nugroho, Jakarta

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia dan Unicef memberi penghargaan kepada jurnalis atas karya jurnalistik berprespektif anak dalam lomba bertajuk Penghargaan AJI-Unicef Untuk Karya Jurnalistik Terbaik Tentang Anak 2008. Melalui program ini, AJI dan Unicef menginginkan masyarakat bisa lebih aware dalam persoalan anak yang terus disosialisasikan melalui berita di media massa.


Hal itu dikatakan Marco Luigi, Perwakilan Unicef di Indonesia. Menurut Marco, media massa memiliki kekuatan untuk mendorong dunia global meningkatkan kepedulian kepada anak-anak di seluruh dunia. Dan di Indonesia, lomba semacam ini bisa semakin mempercepat terjadinya perubahan kepedulian itu. "Media memiliki kekuatan di dunia global, melalui penghargaan ini, Unicef ingin mendorong masyarakat untuk memenuhi hak anak," katanya.

Berita-berita tentang anak, kata Marco secara tidak langsung berhubungan erat dengan masa depan anak-anak di Indonesia. Fakta-fakta penting dikumpulkan oleh jurnalis dan disajikan ke masyarakat akan adalah bukti obyektif dari kondisi anak di Indonesia. "Melalui kondisi obyektif itu, bisa dilakukan perbaikan-perbaikan kondisi anak Indonesia," jelasnya

Sementara Menteri Komunikasi dan Informatika Indonesia, Muhammad Nuh menyadari pentingnya persoalan anak. Untuk itu, kepedulian AJI untuk mengangkat tema soal anak, harus didorong dan diteruskan. Secara tidak langsung, peduli dengan anak Indonesia sama dengan peduli dengan masa depan Indonesia. "Kalau anak lebih baik, maka masa depan akan juga lebih baik. Kalau anak-anak lebih buruk, maka masa depan akan lebih buruk," katanya.

Hanya saja, Nuh mengajak masyarakat untuk melihat pula keterbatasan pers. Di mata Nuh, kemampuan pers menampilkan fakta memiliki keterbatasan. Karena itu, penting juga dilihat komprehensifitas berita tentang anak. "Karya jurnalistik yang sekarang diangkat ada 267 karya, adalah fakta-fakta yang konferhensif. Dari data yang dimunculkan karya jurnalistik itu, bisa menarik fakta di lapangan ke satu tujuan memajukan Indonesia," katanya.

Dalam pengumuman yang dibacakan Sekretaris AJI Indonesia, Jajang Jamaluddin itu, kategori Media Cetak dimenangkan oleh Ratna Hidayati, wartawan Koran Tokoh Denpasar dengan judul berita Keluh Kesah Penyandang Cacat Dianggap tidak Sehat Jasmani. Sementara untuk kategori Radio dimenangkan oleh Rahmad Jayadi, wartawan Kantor Berita Radio 68H dengan judul Transita Transiti. Dan kategori televisi disabet oleh Agung Sakirul, wartawan TPI Jakarta dengan judul berita Ibu Gerobak

"Jurnalisme berprespektif anak perlu disosialisasikan, bukan hanya jurnalis, tapi juga pendidik dll. Agar ada pemahaman yang sama dan mendorong anak Indonesia untuk lebih baik," kata Ratna Hidayati.


16 Desember 2008

Kondisi Burma Sangat Berbahaya Bagi Pers

Iman D. Nugroho, Jakarta

Kondisi politik dan keamanan di Burma masih sangat berbahaya bagi pers. Hingga saat ini, jurnalis yang bekerja di negara itu harus berhadapan dengan ancaman intimidasi, penculikan, penangkapan, pemenjaraan, hingga pembunuhan dari militer maupun gangster. Semua itu terungkap dalam Regional Conference on Creating a Culture of Safety in the Media in Asia-Pacific di Jakarta, 15-16 Desember 2008 ini.


Dua jurnalis dari Burma yang mengikuti acara yang digelar oleh International News Safety Institute atau INSI ini bahkan meminta audiens dari 11 negara hadir untuk tidak mengambil gambar dan menyembunyikan indentitasnya. "Saya tidak bisa menyebutkan identitas dua kawan saya dari Burma yang datang hari ini, karena menyangkut keselamatan mereka," kata Mon Mon Myat, dari Burmese Journalist Protection Committee.

Salah satu jurnalis asal Burma yang menolak disebutkan identitasnya itu menjelaskan, kondisi di Burma saat ini tidak jauh berbeda seperti tahun 1962. Junta Militer yang menjadi rezim penguasa Burma memperlakukan jurnalis tidak ubahnya "musuh" negara yang bisa membahayakan. "Tidak ada kebebasan bagi jurnalis di Burma untuk menulis tentang politic dan social conflicts hingga saat ini," kata laki-laki muda dala bahasa Burma.

Salah satu yang bisa dilakukan oleh jurnalis lokal Burma adalah mengabarkannya kepada media asing, dan berharap bisa memperluas sosialisasi tragedi kemanudiaan di Burma. Namun, hal itu pun bukan hal yang mudah. Junta Militer membuat regulasi-regulasi yang sangat ketat bagi jurnalis di negara itu. Misalnya saja UU tentang film dan komputer yang dibuat tahun 1996. Juga UU tentang media elektronik yang disahkan tahun 2006.

Di dalam UU itu, jurnalis dilarang melakukan pengambilan gambar yang dianggap bisa membahayakan kepentingan nasional Burma. Bila ada warga negara yang nekat melakukannya, hukuman yang diancamkan hingga 59 tahun penjara. Menyangkut penggunaan internet, Junta Militer Burma mengharuskan pemilik jasa internet untuk memeriksa masing-masing komputer setiap lima menit. Bila menemukan sesuatu yang "membahayakan, diharapkan segera melaporkan ke pemerintah.

"Namun hal itu tidak membuat jurnalis Burma patah arang, kita tetap berusaha mengabarkan semua kejadian di Burma ke media asing melalui internet," jelas jurnalis Burma ini. Itulah mengapa, berita-berita tentang Burma masih bisa muncul di kantor-kantor berita asing dari seluruh dunia. "Justru karena itulah, pemerintah menjadikan jurnalis sebagai salah satu pihak yang terus dicari keberadaannya," katanya.

Tidak terhitung banyaknya pemeriksaan yang dilakukan militer Burma melalui check point yang digelar di jalanan kota Burma. Dalam pemeriksaan, pasukan pemeriksa mencari kamera photo atau video. Begitu kedapatan ada penduduk yang membawa kamera, mereka langsung ditahan. "Tidak hanya itu, mereka juga menangkap orang-orang yang sosoknya mirip dengan jurnalis, dan menahannya,"jelas sumber ini.

Ronald Aung Naing dari Burmese Journalist Protection Committee mengungkapkan, Junta Militer Burma sangat takut dengan tersebarnya kondisi Burma ke masyarakat melalui internet. Pemerintah bahkan melakukan pemblokiran pada situs-situs tertentu. Seperti Yahoo.com, Hotmail.com dan media portal lainnya. "Dalam berkiraan kami, 80 persen situs yang ada internet tidak bisa diakses di Burma," kata Ronald Aung Naing dari Burmese Journalist Protection Committee.

Dalam catatan Burmese Journalist Protection Committee, pada tahun 2008 ada 12 jurnalis yang ditangkap pada tahun 2008. Pemerintah junta militer juga menggunakan UU video dan electronic untuk memenjarakan blogger.

15 Desember 2008

Siapa yang Akan Melindungi Jurnalis?

Iman D. Nugroho, Jakarta

Pemerintah, perusahaan media, organisasi profesi dan jurnalis, adalah pihak-pihak yang bisa melindungi jurnalis dalam kerja jurnalistiknya. Tanpa kesadaran dari pihak-pihak itu, jurnalis akan tetap bekerja dalam situasi yang berbahaya. Hal itu terungkap dalam diskusi awal Regional Conference on Creating a Culture of Safety in the Media in Asia-Pacific di Jakarta, 15-16 Desember 2008 ini.


Sejumlah 60 Jurnalis dari 11 negara yang berkumpul dalam forum itu menyadari, meskipun kondisi saat ini jauh lebih baik, namun upaya untuk terus meningkatkan kesadaran tentang keselamatan jurnalis masih perlu terus dilakukan. Peter Cave dari ABC Australia melihat adanya trens peningkatan kesadaran jurnalis itu. "Ada trend yang baik bagi upaya meningkatkan kesadaran atas keselamatan jurnalis dibandingkat saat saya pertama kali meliput, ini sangat penting," katanya.

Meski demikian, Maria Ressa dari Philipina menilai perlu dibuat regulasi khusus bagi jurnalis menyangkut keselamatan pekerjaannya. "Perlu ada protokol yang diterapkan di sebuah kawasan mengenai hal itu (keselamatan jurnalis), misalnya apa yang harus dilakukan dalam kondisi tertentu," kata Maria Ressa, salah satu panelis dari stasiun televisi ABS-SBN di Philipina.

Protokol yang akan dibuat itu hendaknya disosialisasikan tidak hanya di kalangan jurnalis, melain juga harus diketahui pihak-pihak lain. Seperti pemerintah dan masyarakat, agar terjadi situasi saling memahami antara jurnalis dan pihak-pihak lain yang bersinggungan dengan jurnalis. Karena dalam kenyataannya, justru pemerintah dan masyarakat adalah kelompok yang acap kali terlibat dalam gesekan keras dengan jurnalis.

Insany, reporter Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) di Ambon mengingatkan kembali situasi di Ambon, Maluku yang sangat membahayakan bagi jurnalis. "Saat konflik itu terjadi, situasi jurnalis benar-benar di ujung tanduk, masyarakat dan militer memposisikan jurnalis dalam posisi yang bisa menjadi korban kapan saja, pihak militer yang seharusnya melindungi jurnalis, justru seringkali membahayakan posisi jurnalis," katanya.

Kondisi senada diungkapkan Alwyn Alburo dari GMA 7 News Philipina. Di Philipina, kata Alwyn posisi jurnalis sangat menyedihkan. "Hanya satu statemen yang sebenarnya ingin kami dengar dari Presiden Philipina, yakni seruan untuk menghentikan kekerasan pada jurnalis," katanya.

Dalam laporan yang dirilis International News Sadety institute (INSI), selama ini ada 13 jurnalis yang tewas di Indonesia. Hal ini menyababkan Indonesia menempati posisi ke-19 dalam jajaran negara-negara yang pernah mengalami peristiwa yang berakibat matinya jurnalis. Sementara Philipina menempati posisi ke-5 dengan 54 jurnalis yang meninggal di negara itu. Posisi pertama ditempati oleh Iraq dengan 106 jurnalis.

Direktur INSI Rodney Pinder mengatakan, kondisi saat ini memposisikan keselamatan jurnalis sebagai hal yang sangat penting. Hal itu bisa dilakukan dengan berbagai cara, seperti pelatihan, pemberian peralatan keselamatan jurnalis dll. "INSI menyadari hal itu adalah hal yang mahal, namun keselamatan jurnalis adalah hal yang tidak ternilai harganya," kata Rodney.


BERITA UNGGULAN

JADI YANG BENAR DIADILI DI MANA NIH?

Pernyataan Kepala Pusat Penerangan Markas Besar Tentara Nasional Indonesia (TNI) mendapatkan respon dari Amnesty Internasional Indonesia. 

   

Postingan Populer

Banyak dikunjungi