27 September 2008

Jurnalis Bersolidaritas Dengan Berjalan Mundur

Andreas Wicaksono/AJI Surabaya
Sekitar 100 jurnalis media cetak, online, dan elektronik Surabaya, Selasa siang menggelar aksi turun ke jalan. Aksi ini merupakan wujud solidaritas kepada Henky , jurnalis RCTI yang dianiaya dan kameranya dirampas 15 oknum TNI AL di Tanjungpinang.


Para jurnalis menuju Gedung Negara Grahadi dengan membawa sejumlah poster sambil berjalan mundur. Koordinator Lapangan (Korlap) Aksi, Septa yang juga jurnalis radio El Shinta, aksi jalan mundur ini melambangkan ketidakpahaman institusi AL terhadap cara kerja jurnalis yang sudah dituangkan dalam undang-undang dan kode etik.

Secara bergantian, para jurnalis berorasi sementara yang lain membentangkan poster berisi kritikan terhadap TNI AL. Dalam orasinya, Andreas Wicaksono, kontributor SUN TV meminta Polisi Militer Angkatan Laut (Pomal) agar serius mengusut kasus ini sampai tuntas. "TNI AL harus tegas menindak anggotanya yang jelas-jelas berbuat anarkis pada jurnalis saat melakukan tugas liputan," kata Andre yang juga korban memukulan satpam UPN Jawa Timur ini.

Para jurnalis juga mendesak pihak tni al untuk menggunakan UU nomor 40 tahun 1999 tentang pers, untuk menghukum tersangka. Dalam pasal 18 undang-undang tsb menegaskan hukuman 2 tahun penjara dan denda 500 jt rupiah pada siapa saja yang menghalangi tugas jurnalis. Dalam unjuk rasa itu, para jurnalis surabaya melakukan reka ulang peristiwa pemukulan oleh oknum TNI AL. mereka menuntut permintaan maaf secara resmi dari pihak TNI AL. Hingga permintaan maaf itu disampaikan, para jurnalis sepakat meboikot berita TNI AL.

Wajah THR Aparat Penegak Hukum Kita

Agung Purwantara

Bulan puasa adalah bulan perjuangan. Bagi mereka yang bekerja di terik panas matahari, haus adalah godaan terberat yang harus dilawan sekuat hati. Apalagi, bagi mereka yang bekerja di jalan raya. Panas matahari, gerah, asap kendaraan dan tingkah pengemudi yang susah diatur. Salah satu profesi yang harus menahaan godaan seperti itu adalah Polisi lalulintas.


Sungguh berat perjuangan mereka, Polisi lalulintas itu. Seharian mereka tegar berdiri di suasana yang bisa membuat amarah meledak. Suasana yang bisa meruntuhkan niat untuk berpuasa. Mereka benar-benar Polisi yang baik. Berkorban, menderita, demi tertibnya lalulintas jalan raya. Dan yang hebat, banyak dari mereka yang masih menjalankan puasanya. Sama sekali tidak tergoda untuk membatalkan puasa dalam keadaan yang sebenarnya banyak alasan untuk berbuka atau membatalkan puasanya. Mereka adalah polisi-polisi yang baik, tentu saja mereka juga polisi yang bertakwa.

Godaan berikutnya adalah di akhir bulan Ramadhan. Sesuai kebijakan pemerintah, setiap perusahaan dan instansi pekerja harus memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) selambat-lambatnya minus tujuh hari sebelum Hari Raya dengan jumlah satu kali gaji. (dengan catatan masing-masing "kalau mampu"). Setiap peraturan, penerapannya tidaklah selalu tepat sesuai bunyi aturannya. Banyak alasan bagi perusahan-perusahan membuat catatan sendiri "kalau mampu". Toh, tidak ada efek hukum yang benar-benar signifikan.

Saya sudah tidak ingat lagi, apa yang diperoleh para pegawai negeri ketika lebaran menjelang. Apakah THR berupa uang atau parcel-parcel lebaran. Dengar-dengan, ada larangan di kalangan pegawai kelas atas (kepala-kepala dinas) untuk menerima parcel.

Saya tidak tahu pasti, karena saya bukan pegawai negeri. Mungkin mereka mendapatkan THR juga sesuai dengan gaji dan kepangkatan mereka. Namun godaan berupa parcel atau bingkisan lebaran atau angpao tentunya akan selalu datang.

Saya ingin bercerita, pengalaman seorang teman, khusus tentang petugas penegak hukum yang bernama Polisi mengenai THR. Mohon maaf, ini bukan tentang keseluruhan Korps Polisi, tetapi beberapa gelintir Polisi yang bertindak tidak patut. Semoga ini bisa menjadi bahan koreksi. Ini adalah wajah lain dari hukum negeri kita tercinta.

Teman tadi bekerja di sebuah pabrik kecil di daerah Suarabaya selatan. Pada suatu siang, datanglah beberapa orang Polisi ke pabrik tempat dia bekerja. Mereka hendak menemui pemilik pabrik. Setelah ditelisik, ternyata mereka meminta jatah Tunjangan Hari Raya. Sementara itu, pemilik pabrik kecil itu mengeluh, "Walaah, untuk THR karyawan saja belum ada.." Tetapi atas nama penghormatan dan ketakutan, THR yang diminta itupun diberikan juga.

Begitulah, bulan Ramadhan adalah bulan perjuangan. Bulan penuh cobaan dan godaan. Terutama menjelang Hari Raya Idul Fitri. Godaan dari sekedar haus, lapar dan panas karena hujan belum kunjung datang, kini bertambah lagi dengan pertanyaan, bagaimana belanja untuk Hari Raya? Cukupkah THR dari instansi atau perusahaan? Ini adalah godaan, terutama bagi mereka yang memegang kekuasaan, karena mereka punya kesempatan tidak sekedar menunggu THR tetapi mereka mencari dan memungut THR.


23 September 2008

Bagaimana Bila Ternyata Surga dan Neraka Tidak Ada?

Iman D. nugroho

Penganut agama (apapun) boleh menjalankan peribadahannya secara merdeka. Mereka juga boleh menjalankan semua ibadah "tambahan" semampu mereka. Atau, di sisi ekstrim yang berlawanan, orang yang menolak agama (dan menolak Tuhan), boleh berbuat semaunya, asal tidak saling mengganggu satu sama lain. Masing-masing mengharapkan dan menolak "sesuatu". Namanya, surga dan neraka. Bagaimana bila keduanya ternyata tidak ada?


Bagi orang yang selalu berpikir lebih "jauh", pertanyaan: Bagaimana bila ternyata surga dan neraka tidak ada? Boleh jadi adalah pertanyaan anak kecil. Filosof junior, yang di bawah hidungnya masih terlihat bekas ingus "intelektual", dan sebagainya. Namun bagi Saya, pertanyaan itu tetap asyik untuk dijadikan bahan diskusi. Tanpa output pun tidak apa-apa. Kalau toh ternyata membuat kita lebih "mantap", juga fine-fine saja,..

Jangan dulu-dulu mengkafirkan Saya. Karena sejauh ini, Saya tetap memeluk agama Islam. Meskipun menyadari sepenuhnya, jujur saya katakan, kadang ada rasa malas khas manusia saat melaksanakan peribadahan wajib Sholat lima waktu. Begitu juga saat puasa, mulut yang kering, dan perut yang lapar ini acapkali mengeluh. Tapi sejauh ini, yah,..lumayan-lah.

Tapi bagaimana bila semua yang Saya kerjakan itu hanya berbuah "kosong". Kata teman-teman SMA, seperti kolas (main tebak-tebakan berhadiah saat kita SD), bila "kosong" kita akan mendapat permen asem. Tidak mendapat hadiah utama. Trus, bagaimana bila hadiah utama berupa surga dan neraka itu tidak ada? Semua hanya permen asem saja!

Seorang kawan punya istilah menarik. Bahwa, dalam beribadah itu, hendaknya kita berprinsip menolak kapitalisme ibadah. Jangan mengharapkan sesuatu. Apalagi, dengan logika kapitalisme, jarang beribadah, inginnya "laba" gedhe! Bila kita tidak hitung-hitungan, pasti akan ada kejutan-kejutan di akhir nanti. Boleh juga,....but, bagaimana bila kejutan itu pun tidak ada!

Usulan lain tentang beribadah, ibaratnya seperti bila membuang air (besar atau kecil). Maksud lu? Sabang bar,..eh,..sabar bang! Maksudnya baik kok. Ingat kebiasaan kita membuang air (besar atau kecil), hampir pasti, kita tidak pernah berpikir "Kemana kotoran itu pergi." Poinnya adalah keikhlasan. Kita ikhlas saja. Dalam kalimat yang lebih jelas.

Kita ikhlas saja, apapun yang terjadi dengan peribadahan (atau ketidakperibadahan) kita. Jadi, kita pun harus ikhlas, bila ternyata surga dan neraka itu tidak ada! Mmm,...sepertinya kok seperti itu. "Namun peribadahan (baca:agama) tetap perlu, untuk menata masyarakat," kata salah satu teman yang mendeklarasikan diri: Percaya Tuhan, tapi Tidak Percaya Agama.

So,..it's all up to you!

Ingatkan Soal Ketidakadilan, Buruh Di Jawa Timur Berdemonstrasi

Sekitar 500-an buruh dari berbagai kota di Jawa Timur yang tergabung dalam Aliansi Buruh Menggugat (ABM) dan Kesatuan Aksi solidaritas Buruh Indonesia (KASBI) Jawa Timur, menggelar demonstrasi di sepanjang jalan protokol kota Surabaya, Senin (22/09/08) ini. Dalam demonstrasi itu, demonstran mengingatkan berbagai ketidakadilan dalam kasus perburuhan. Termasuk kasus pemberian tunjangan hari raya (THR) dan pemutuhan hubungan kerja (PHK) secara sepihak oleh perusahaan.


Demonstrasi itu berlangsung Senin pagi ini. Ratusan buruh yang awalnya berkumpul di gerbang pintu masuk kota Surabaya, Bundaran Waru, berkonvoi ke arah utara. Menyusuri Jl. Ahmad Yani. Jumlah buruh yang banyak dan bergerak pelan, membuat arus lalu lintas merambat. Apalagi, beberapa pengguna jalan juga tertarik menyaksikan demonstrasi itu dengan memelankan laju kendaraan, atau sekedar melambaikan tangan.

Sesampainya di komplek Markas Kepolisian Daerah (Mapolda) Jawa Timur, buruh memutuskan untuk berhenti sejenak untuk melakukan konsolidasi massa, serta mengajak dialog Kapolda Jawa Timur, Irjen Pol. Herman S. Sumawiredja. Polda Jawa Timur di mata buruh adalah pihak yang acapkali memperlakukan buruh dengan tidak adil. Terutama bila ada kasus perburuhan. “Kasus-kasus yang kami laporkan, selalu tidak ada progres, padahal sudah kami sertakan bukti yang kuat,” kaya Jamalluddin, juru bicara ABM Jawa Timur pada The Post.

Jamal mencontohkan kasus buruh dengan pengelola perusahaan otobus (PO) Tjipto, Pasuruan. Juni lalu, ABM melaporkan pengelola PO Tjipto karena ada digaan melakkan pelanggaran ketenagakerjaan. Namun, hingga saat ini, Polda Jatim belum juga memfollow-up laporan itu. PO Tjipto pun tidak mengubah kebijakannya dan tetap beroperasi seperti biasanya. Belum lagi beberapa kasus perburuhan lain yang juga Namun, ajakan beraudiensi itu justru ditolak oleh Polda Jatim tanpa alasan yang jelas.

Penolakan berdialog itu itu disambut pelaporan ke Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan Komisi Nasional HAM oleh ABM. “Penolakan itu adalah bukti kuat tidak adanya keinginan baik bagi polisi untuk memperlakukan buruh dengan adil, kami akan melaporkan hal ini,” jelas Jamal yang sudah dua kali pihaknya mengajukan surat permohonan berdialog dengan Polda Jatim ini. Massa buruh melanjutkan demonstrasinya dengan menyusuri Jl. Ahmad Yani, menuju ke Kantor Pemerintah Provinsi Jawa Timur Jl. Pahlawan Surabaya melalui jalur Jl. Raya Darmo, Jl. Basuki Rahmat, dan Jl. Gubernur Suryo.

Di depan kantor Gubernur Jawa Timur itu, ABM dan KASBI meneriakkan tuntutan mereka agar Gubernur Jawa Timur mengeluarkan surat edaran tentang THR tahun 2008. Berkaca dalam kondisi tahun lalu, ada 1000 lebih kasus buruh yang melaporkan ke Posko THR ABM dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya. “Ini menyangkut nasib buruh, seharusnya Gubernur lebih peduli, bila surat itu tidak keluar, buruh akan menggelar demonstrasi lebih besar,” kata Jamal.

Dalam dialog dengan Kabag Biro Kesra Pemprop Jatim, Sulastri perwakilan asisten Pemprov Jatim, buruh kembali menggugat tentang adanya kelemahan kondisi perburuhan di Jawa Timur. Mulai sistem pengawasan pembayaran THR, masih dijalankannya sistem out sourching hingga belum disepakatinya upah minimum kabupaten/kota (UMK) tahun 2009. Seperti biasanya, perwakilan pihak pemerintah provinsi tidak mempunyai otoritas menjawab tuntutan buruh, selain menampungnya dan berjanji membawa persoalan ini ketingkat yang lebih tinggi.


22 September 2008

Harapan Pada Malam Seribu Bulan

Iman D. Nugroho

Tidak seperti malam-malam sebelumnya yang hanya dipenuhi oleh beberapa gelintir orang, Sabtu malam (20/09/08) ini, komplek makam Raden Rachmadtullah atau Sunan Ampel dan para keluarganya, penuh dengan peziarah. Di sela-sela kompleks makam seluas hampir satu hektar itu, peziarah bersimpuh. Memanjatkan doa sembari membaca ayat suci al-Quran. Malam ini adalah malam ganjil pertama di Bulan Ramadhan. Umat muslim percaya, malam-malam ganjil 10 hari terakhir Bulan Puasa, sama artinya dengan malam 1000 bulan.


Malam 1000 Bulan atau Malam Lailatul Qodar adalah malam dimana Allah SWT melimpahkan kebaikan yang besar. Dasar kepercayaan umat muslim pada malam Lailatul Qodhar itu bisa dilihat dalam al-Quran, Surat al-Qodar. “Di malam itu lebih baik dari 1000 bulan,” tulis al-Quran dan al-Qodar. Uniknya, tidak dipastikan kapan tepatnya malam yang disebut penuh dengan kemuliaan itu hadir. Konon, malam itu terletak pada 1/3 malam atau 10 hari terakhir di Bulan Ramadhan. Artinya, mulai malam 21 hingga malam ke-29 Bulan Ramadhan.

Di malam-malam itu, biasanya umat muslim lebih khusuk berdoa dan menjalankan amalan-amalan tambahan di luar ibadah wajib seperti sholat lima waktu. Mereka percaya, bila mereka berbibadah tepat pada malam Lailatul Qodar, maka pahala yang didapatkan akan sama artinya dengan peribadahan serupa selama 1000 bulan penuh. Tak heran jika pada malam-malam 10 hari terakhir Bulan Ramadhan, tempat-tempat peribadahan seperti masjid, langgar dan tempat mujarabah (tempat mujarab untuk berdoa-RED) seperti makam orang-orang suci atau pemimpin agama, dipenuhi oleh peziarah untuk berdoa.

Di Jawa Timur, tempat yang dianggap sebagai tempat suci untuk berdoa adalah makam-makam para penyebar agama Islam atau Wali dan santri-santrinya. Di Surabaya, makam Raden Rachmad atau Sunan Ampel dengan Masjid Ampelnya, adalah salah satu tempat yang paling banyak dikunjungi. Di Gresik, 30 Km dari Surabaya terdapat makam Sunan Giri atau Raden Paku. Juga di Tuban, sekitar 120 Km sebelah barat Surabaya, terdapat makam Sunan Bonang atau Makdum Ibrahim. “Usai Sholat Isya’, orang sudah mulai berdatangan ke Masjid Ampel untuk berdoa,” kata A. Nasir, pengurus Masjid Ampel Surabaya pada The Post, Sabtu malam ini.

Di antara tiga tempat itu, masjid dan makam Sunan Ampel di Surabaya-lah yang paling ramai. Masjid Ampel dipercaya sebagai tempat yang paling “tua”, lantaran Sunan Ampel merupakan salah satu pendiri perkumpulan Sembilan Wali penyebar Islam di Tanah Jawa. Sunan Ampel diperkirakan lahir pada tahun 1401 di Champa, Kamboja. Sejarah mencatat, Sunan Ampel adalah keturunan dari Ibrahim Asmarakandi. Salah satu Raja Champa yang yang kemudian menetap di Tuban, Jawa Timur.

Ketika berusia 20 tahun, Raden Rachmat memutuskan untuk pindah ke Tanah Jawa. Tepatnya di Surabaya, yang ketika itu merupakan daerah kekuasaan Majapahit di bawah Raja Brawijaya. Oleh raja yang dipercaya sudah beragama Islam ketika berusia lanjut itu, Raden Rachmat dipinjami tanah seluas 12 hektar di daerah Ampel Denta atau Surabaya, untuk syiar agama. Karena tempatnya itulah, Raden Rachmat kemudian akrab dipanggil Sunan Ampel. Pada tahun 1421, Sunan Ampel membangun sebuah masjid Ampel dengan berarsitektur perpaduan Jawa kuno dan Arab.

Masjid yang terletak di Jl. KH. Mas Mansyur, Surabaya Utara semakin bernilai dengan hadirnya berbagai legenda di dalamnya. Salah satu legenda yang oleh sebagian besar orang dipandang sebagai kebenaran, adalah hadirnya sembilan makam milik salah satu santri Sunan Ampel yang bernama Mbah Sholeh. Sembilan makam itu, seluruhnya merupakan makam Mbah Sholeh. Hadirnya sembilan makam itu konon hadir karena Sunan Ampel masih memerlukan “teman” dalam membangun masjid. Saat Mbah Sholeh meninggal, Sunan Ampel berdoa agar Mbah Sholeh kembali diizinkan untuk membantunya, hingga sembilan kali.

Legenda lain adalah sosok Mbah Bolong, yang konon mampu menunjukkan dengan pasti arah kiblat masjid Ampel dengan pas ke ke Ka’bah di Masjidil Haram, Makkah, Saudi Arabia. Caranya cukup unik, yaitu dengan melubangi (mbolongi-Bahasa Jawa) bagian imam masjid. Saat lubang itu dilihat, yang tampak adalah Masjidil Haram, Makkah. Begitu juga tujuh sumur yang konon digali sendiri oleh Sunan Ampel. Air dari sumur itu dipercaya memiliki khasiat menyembuhkan berbagai menyakit. “Tapi sebagian besar jemaah yang datang tujuannya untuk berdoa kepada Tuhan, selebihnya hanyalah warna-warna masjid Ampel,” kata Nasir.

Dalam pengamatan The Jakarta Post Sabtu malam lalu, Masjid Ampel seperti terkepung oleh jemaah. Dalam perkiraan pengurus masjid Ampel, jumlahnya sekitar 100 ribu orang yang datang dan pergi. Jl. Ampel Masjid sebagai jalan akses utama menuju ke Masjid Ampel penuh sesak dengan orang. Berlum lagi dengan pedagang kaki lima yang menjajakan barang-barang khas muslim, seperti sarung, sajadah, jilbab hingga mukena. Juga makanan-makanan khas dari Saudi Arabia, seperti korma, air zam-zam hingga minyak wangi. Jalan lain dari arah Jl. Ampel Suci pun sama. “Semakin lama, semakin banyak saja orang ke Masjid Ampel, apalagi malam pertama kali ini bersamaan dengan malam minggu, semakin membludaklah jumlah jamaah,” kata Nasir.

Usai melaksanakan sholat Isya;, pengunjung biasanya memilih untuk Sholat Tarawih berjamaah. Usai bertarawih, dilanjutkan dengan ritual membaca ayat Al-Quran, hingga pagi menjelang. Jamaah yang tidak kuat menahan kantuk, biasanya memilih untuk tidur-tiduran di beranda masjid. Sekalian menunggu datangnya waktu sholat sunnah Tahajud sekitar pukul 02.00 WIB dini hari. Di areal pemakaman tempat Sunan Ampel dan santrinya dimakamkan pun dijadikan tempat untuk berdoa.

“Siapa pun boleh datang ke sini untuk berdoa, dalam catatan kami pengujung terjauh kali ini berasal dari Banjarmasin dan Pontianak, yang terbanyak adalah jamaah dari Jawa Timur,” kata Mohammad Yatim, juru kunci makam Sunan Ampel. Jamaah tidak dipungut biaya. Jamaah yang datang berombongan hanya diminta melaporkan jumlah jamaahnya di ruang sekretariat masjid.

Firman Basuki dan kawan-kawannya adalah salah satu rombongan yang hadir malam itu. Bersama 14 orang pemuda asal Desa Mojosantren, Kecamatan Krian, Kabupaten Sidoarjo, Firman datang ke Masjid Ampel dengan mengendarai tujuh sepeda motor. “Hal ini sudah kami lakukan setiap bulan Ramadhan, kami ingin mengharapkan mendapatkan berkah seribu bulan,” katanya pada The Post.



21 September 2008

Malam 1000 Bulan




MALAM 1000 BULAN. Suasana malam ke-21 Bulan Ramadhan di Masjid Ampel Surabaya yang jatuh pada Sabtu (20/09/08) ini. Umat muslim percaya, salah satu malam pada malam ganjil sepertiga bulan Ramadhan, sama nilainya dengan 1000 bulan. Karena itu, di malam-malam itu umat muslim banyak mendatangi tempat-tempat peribadahan. Seperti Masjid Ampel di Surabaya ini.

photo by Iman D. Nugroho

20 September 2008

AJI Surabaya Menyesalkan Pernyataan Kapolda Jatim

Mencermati pernyataan Kapolda Jawa Timur Irjen Pol. Herman S. Sumawiredja dalam wawancara dengan jurnalis di Mapolda Jawa Timur, Jumat (19/09/08) yang menyatakan bahwa kameramen televisi lebih fokus mengambil gambar dari pada memberi pertolongan kepada korban tragedi pembagian zakat di Pasuruan. Dengan ini Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya mengklarifikasi:...>>selanjutnya





AJI Surabaya Mencermati Statemen Kapolda Jatim

Iman D. Nugroho

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya mencermati statemen Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Herman Suryadi Sumaredja yang mengkritik jurnalis televisi dalam kasus meninggalnya 21 orang calon penerima zakat di pasuruan, Jawa Timur. Dalam berita yang dimuat oleh www.beritajatim.com itu, Herman menyalahkan jurnalis yang dianggap lebih mementingkan mengambil gambar, ketimbang menolong korban...>>selengkapnya




18 September 2008

Buruh KFC Dipecat Menjelang Idul Fitri, Organisasi Buruh Demo

Iman D. Nugroho

Pemecatan dua buruh pekerja Kentucky Fried Chiken (KFC) Plasa Surabaya berbuntut panjang. Salah satunya adalah demonstrasi yang dilakukan Serikat Buruh Kerakyatan (SBK) dan Kesatuan Aksi Buruh Indonesia (KASBI) di Surabaya, Kamis (18/09/08) ini. Dalam demonstrasi itu, buruh meminta pemerintah melalui Dinas Tenaga Kerja (disnaker) menghapus penyelenggaraan pelatihan kerja.


Demonstasi itu berlangsung di halaman pusat perbelanjaan Plaza Surabaya di Jl. Pemuda Surabaya, Kamis pagi ini. Sambil membentangkan spanduk, massa berjumlah sekitar 300-an orang itu bergerak masuk ke kantor PT. Fast Food Indonesia yang terletak di dalam gedung Plaza Surabaya. "Kami hanya akan berdialog dengan pihak manajemen dan menyerahkan tuntutan kami," kata Jamaluddin, Koordinator Aksi.

Polisi yang sedang berjaga di sekitar massa demonstrasi, langsung melakukan blokade. Mereka melarang demonstran masuk ke gedung Plaza Surabaya, dengan alasan tidak ada izin memasuki gedung. Aksi dorong mendorong dan adu mulut buruh dan polisi pun tidak terelakkan. Buruh berdalih tidak ada jalan lain bagi mereka kecuali masuk ke dalam gadung untuk berdialog. Sementara polisi bersikukuh tentang tidak adanya izin.

Buruh akhirnya mengalah dan bersedia menunggu di luar gedung, asalkan lima perwakilan mereka diberikesempatan untuk menemui manajemen PT. Fast Food Indonesia. Tuntutan itu dipenuhi. Dalam dialognya, perusahaan PT. Fast Food Indonesia bersedia memenuhi semua tuntutan demonstran, termasuk untuk mempekerjakan kembali buruh yang dipecat, asalkan Disnaker juga mau mencabut izin penyeleggaraan pelatihan kerja.

Usai berdialog, massa melanjutnya demonstrasinya menuju ke gedung DPRD Surabaya dan Pemerintah Kota Surabaya untuk berdialog dengan Disnaker Surabaya. SBK dan KASBI menilai, Disnaker dan pemerintah harus campur tangan untuk menyeleasikan sengketa buruh-perusahaan. “Kami ingin menuntut Disnaker untuk mencabut penyelenggaraan pelatihan kerja yang selama ini dijadikan alasan menindas buruh,” kata Jamal.

Demonstrasi buruh di KFC adalah demonstrasi kesekian menjelang Hari Raya Idul Fitri ini. Sudah beberapa hari, sekitar 2000-an buruh P.T. Arta Glory Buana (ABG) menggelar demonstrasu di depan perusahaan dan berlanjut di depan Gapura Kabupaten Sidoarjo untuk menuntut upah para karyawan yang belum dibayarkan selama 4 bulan, plus THR tahu 2007 lalu yang juga belum dibayarkan. Sementara bulan ini, buruh P.T. ABG juga belum menerima gaji bula Juli dan Agustus, berikut uang makan dan uang lemburnya.

Demonstrasi juga terjadi di Bojonegoro, Jawa Timur. Di Kabupaten yang dikenal sebagai sebutan daerah kaya minyak itu, buruh PT. Himalaya Grafurin International (HGI) menggelar unjuk rasa untuk menuntut pemberian tunjangan hari raya (THR). Untuk menunjukkan keseriusannya, buruh PT. HGI melakukan demonstrasi dengan melubangi jalan masuk dan keluar pabrik.

Sementara itu, Kepala Disnaker Surabaya, Ahmad Syafei mengatakan hingga saat ini belum ada satu pengaduan masyarakat tentang THR yang masuk ke Disnaker Surabaya. Karena itulah, Syafei menghimbau kepada buruh untuk tidak segan-segan melapor ke Disnaker, bila ada perusahaan yang tidak membayar THR. "Ini sekaligus menjadi cara Disnaker untuk mengingatkan perusahaan agar membayar THR yang merupakan hak buruh," katanya pada The Post.

16 September 2008

Wahai Pemimpin dan Orang Kaya, Lihatlah Umar Bin Khotob!

Agung Purwantara

Dalam suatu kisah disebutkan, pemimpin umat Islam waktu itu Umar Bin Khotob tengah berkeliling melanglang daerah pemerintahannya pada malam hari. Melihat kondisi daerah dan rakyatnya dengan diam-diam. Sang Khalifah ingin mengetahui secara langsung dan rahasia, tapa pengawalan dan menyamar.


Suatu ketika Sang Khalifah mendengar isak tangis anak kecil dari sebuah rumah. Karena ingin tahu dia mengetuk rumah itu. Ternyata rumah itu dihuni seorang janda dan anaknya yang masih kecil, miskin. Kemudian terjadilah dialog yang kurang lebihnya begini;
"Kenapa anakmu menangis Ibu?" tanya khalifah yang menyamar.
"Dia lapar, sementara aku tidak mempunyai makanan," jawab janda itu.
"Bagaimanakah bila khalifah Umar mengetahui hal ini?," tanya khalifah menyelidik.
"Dia itu tidak tahu kalau ada rakyatnya yang kelaparan. Dia tentu hidup enak di rumahnya. Dan dia melupakan rakyatnya yang miskin." janda itu menyumpahi khalifahnya.
"Aku akan menyampaikan keadaan ini kepada Umar Bin Khotob. Tentu dia akan memperhatikan," Umar beranjak pergi dengan hati pedih.

Besoknya, dia menyiapkan sekarung gandum dan bahan makanan. Seorang diri dia memikul karung gandum yang berat itu. Tujuannya adalah rumah janda yang anaknya menangis karena lapar. Dan Sang Ibu tidak mempunyai apa pun untuk dimakan. Umar merasa bersalah karena tidak tahu ada rakyatnya yang menderita. Seorang janda dan seorang anak yatim. Kini dengan susah payah dia memanggul sekarung gandum untuk diserahkan kepada ibu anak yang miskin itu***

Kisah ini bisa menjadi contoh. Seorang pemimpin hendaknya benar-benar bertanggung jawab terhadap rakyatnya. Karena kalau ada rakyat yang menderita tentu yang akan dituntut adalah pemimpinnya. Wahai para pemimpin, lihatlah Umar bin Khotob yang merasa bersalah karena ada anak yatim dan janda kelaparan di daerah kekuasaannya. Untuk menebusnya pun dia hanya menyengsarakan dirinya sendiri, bersusah payah memanggul sekarung gandum. Lihatlah, dia tidak menggunakan kekuasaannya untuk memerintahkan orang lain atau dengan kuasanya dia mengundang anak yatim dan janda miskin tersebut. Tetapi dia mendatangi rakyatnya yang miskin dan langsung memberikan bantuan.


BERITA UNGGULAN

JADI YANG BENAR DIADILI DI MANA NIH?

Pernyataan Kepala Pusat Penerangan Markas Besar Tentara Nasional Indonesia (TNI) mendapatkan respon dari Amnesty Internasional Indonesia. 

   

Postingan Populer

Banyak dikunjungi