Agung Purwantara
Himbauan Gubernur DI Jogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X, tentang gerakan "Eko Sexual" sebagai usaha mencegah kerusakan lingkungan, memang masuk akal. Kalau dipikir-pikir, kerusakan lingkungan memang berhubungan dengan seks. Seperti kajian psikologi, bahwa setiap tindakan manusia itu pada dasarnya adalah pemenuhan hasrat seksual.
Katanya begitu..menurut seorang ahli psikologi, Sigmund Freud (1856-1939) kurang lebihnya, "Kebutuhan-kebutuhan yang menimbulkan konflik, menyebabkan terjadinya represi, resistensi. Kebutuhan didasari oleh kesenangan seksual." Ya, kalau dipikir panjang-panjang, benar juga pendapat Freud (baca: Froid) itu. Mungkin, dengan kata lain, bolehlah kita ganti kesenangan seksual dengan kesenangan badaniah. Sebuah tindakan pemanjaan kebutuhan badan.
Menurut mereka yang ahli vegetarian, terjadinya perang dan kerusakan lingkungan diakibatkan karena hasrat memakan daging. Orang saling berebut daerah untuk memperluas peternakan. Kerusakan padang rumput dan sempitnya areal persawahan adalah akibat dari meluasnya daerah peternakan. Jadi kerusakan lingkungan itu akibat dari hasrat manusia untuk memakan daging.
Dalam sejarah penjajahan, kalau kita cermati sebenarnya adalah persoalan pemenuhan kebutuhan (seks) badaniah. Para penjajah itu, yang laki-laki mungkin ingin menunjukkan kejantanannya. Dengan menjadi tentara dan berperang kesana kemari itu adalah aksi kejantanan. Kemudian, dengarkan cerita sedih tentang perempuan-perempuan jajahan. Mereka menjadi korban kebutuhan seksual dari tentara-tentara penjajah. Alasan berikutnya adalah ekonomi. Alasan perut. Mencari ladang pangan yang baru dan lebih luas. Mengeruk hasil bumi dari tanah jajahan. Menjadikan jajahannya sebagai budak. Kalau dipikir, memang semua itu sebenarnya hanyalah pemenuhan kebutuhan seksual (saya lebih suka menyebutnya kebutuhan badaniah).
Nah, singkatnya, ternyata pemenuhan kebutuhan badaniah manusia itulah yang menimbulkan kerusakan. Setiap orang butuh makan agar bertahan hidup, tetapi jika manusia membutuhkan makan lebih dari yang dibutuhkan maka dia akan menimbulkan kerusakan lingkungan. Bisa jadi dia akan meningkatkan produksi dengan menggunakan bahan-bahan kimia yang sebenarnya berbahasa bagi tanah dan air. Atau membuka hutan untuk memperluas daerah pangan, yang akhirnya akan menggunduli paru-paru dunia.
Berdandan, juga bisa menimbulkan kerusakan. Berapa binatang yang harus mati karena dijadikan jaket, sepatu, ikat pinggang, tas dan sebagainya. Berapa partikel kimia berbahaya yang harus dilepas ke udara untuk menyemprotkan bahan penata rambut. Konon, senyawa kimia dalam penyemprot itu mampu melubangi payung atmosfir bumi. Artinya, bumi terancam oleh sinar ultraviolet yang radiasinya menyebabkan kanker dan penyakit lainnya.
Sungguh panjang kalau disebutkan satu-satu kebutuhan manusia yang justru merusak lingkungan hidupnya sendiri. Begitu banyak kebutuhan yang menyebabkan konflik antar manusia antar bangsa antar negara. Bisakah hal ini dihindari?
Mungkin, kerusakan bumi ini memang sebuah keniscayaan. Suatu saat mungkin benar-benar akan rusak dan hancur. Tetapi kita jangan mempercepat datangnya kerusakan itu. Jangan mempercepat kehancuran planet bumi. Jangan mempercepat kepunahan makhluk hidup dari planet ini. Bagaimana?
Janganlah serakah. Batasi kebutuhan badaniah kita. Sering-seringlah berbagi. Berderma agar pemenuhan kebutuhan manusia itu menjadi merata. Jangan bermegah-megahan dalam setiap urusan. Cintailah lingkungan tempat kita tinggal. Jangan mengekploitasi sumber alam dengan membabi-buta. Jangan membuang limbah tak diolah ke alam bebas. Jangan membuang sampah ke sungai atau laut.
Terlalu banyak larangan yang seharusnya menjadi kesadaran setiap manusia yang tinggal di planet bumi ini. Baik laki-laki maupun perempuan. Baik anak-anak maupun orang dewasa. Pendidikan kesadaran lingkungan hidup harus dilaksanakan. Bentuklah generasi yang lebih mencintai dan menjaga kehidupan ekologi bumi. Ini mungkin sebuah kerja besar. Tetapi lebih baik dari pada mempercepat kerusakan dan mengundang kiamat mendatangi planet bumi ini.
Youtube Pilihan Iddaily: MBG
23 Agustus 2008
22 Agustus 2008
Perusahaan Pengelolaan Limbah Menggarap Lebih Serius Pasar Limbah Jawa Timur
Iman D. Nugroho
Perusahaan pengelolaan limbah (waste management), PT. Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLi) menggarap lebih serius pengelolaan limbah di Jawa Timur. Dalam waktu 10 tahun, PPLi memperkirakan seluruh perusahaan di Jawa Timur akan mempercayakan pengelolaan limbahnya ke PPLi. “Progress perkembangannya adalah 10 persen/ tahun, dalam waktu 10 tahun ke depan, seluruh perusahaan akan mempercayakan pengelolaan limbahnya ke PPLi,” kata Machmud Badres, Direktur Marketing PPLi pada The Jakarta Post, Kamis (22/08/08) ini.
PPLi adalah perusahaan pengelolaan limbah yang berdiri 1994 lalu. Saham terbesar perusahaan ini dimiliki oleh Modern Asia Enviromental Holding (MAEH) sebanyak 95 persen. Sisanya, 5 persen dimiliki oleh Kementrian BUMN. Limbah industri berbahaya atau B3, adalah pasar yang digarap perusahaan ini. “Karena tidak semua perusahaan memiliki sistem pengelolaan limbah B3, karena itulah kami hadir,” kata Machmud.
Sejak berdiri hingga saat ini, perusahaan yang berpusat di Cibitung Jawa Barat ini telah dipercaya mengelola limbah oleh 1000 perusahaan di seluruh Indonesia. Mulai perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan, industri bahan kimia, tektile, kertas, otomotif, obat-obatan, kosmetika hingga elektronik. Sekitar 12 tahun lalu, PPLi mulai merambah pasar Jawa Timur. Dalam kurun waktu itu, sudah ada 100 perusahaan di Jawa Timur yang mempercayakan pengelolaan limbahnya ke PPLi. Jumlah itu masih tergolong kecil, mengingat di Jawa Timur ada 5000 perusahaan yang hingga saat ini tidak memiliki sistem pengolahan limbah yang memadai.
Jumlah limbah yang dihasilkan industri di Jawa Timur kurang lebih 1/3 dari limbah industri yang dihasilkan perusahaan perusahaan di Jawa Barat. Atau sekitar 666 ribu ton/tahun. Karena itulah PPLi meyakini, pihaknya akan mampu membantu perusahaan yang mempercayakan pengelolaan limbahnya pada PPLi. Untuk kebutuhan pasar limbah di Jawa Timur itu jugalah, PPLi membuka lokasi depo sampah baru di Lamongan dan di Surabaya. Depo penampungan sementara itu rencananya akan digunakan untuk menampung sampah-sampah dari perusahaan yang mempercayakan proses pengelolaan sampahnya pada PPLi.
“Pada akhir tahun ini kita akan membuka tempat penampungan sementara sampah di Jawa Timur, yakni di Lamongan dan Surabaya,” katanya. Setelah terkumpul di lokasi penampungan sementara di Lamongan dan Surabaya, limbah-limbah itu akan dibawa ke pusat pengelolaan limbah B3 PPLi di Cileungsi Jawa Barat untuk diolah. Secara sederhana, limbah yang dibawa ke Cileungsi akan diolah dengan tiga cara. Cara pertama adalah kemungkinan menjadikan limbah itu sebagai bahan bakar alternative. Bila tidak memungkinan, maka terlebih dahulu akan dilakukan penstabilan reaksi kimia, fisika dan biologi dengan proses solidisasi atau pemadatan.
Machmud menyadari, pengelolaan limbah B3 memang tidak bisa dilakukan “sendirian” oleh PPLi. Perlu ada kerjasama yang erat antara perusahaan, pemerintah dan perusahaan pengelolaan limbah. “Untuk itulah, selain melakukan pengelolaan limbah, PPLi juga melakukan berbagai pelatihan mengenai pentingnya pengelolaan limbah, law inforcement dan adanya teknologi yang mensupport penanganan limbah pabrik,” jelas Machmud.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur Bambang Catur Nusantara mengatakan meskipun di satu sisi kehadiran PPLi itu menguntungkan untuk pengelolaan limbah industri pabrik, namun secara esensial hal itu tidak melakukan perubahan. “Seharusnya, pengelolaan limbah itu adalah satu rangkaian pekerjaan pengusaha yang mendirikan perusahaan seperti yang diamanatkan UU Lingkungan Hidup,” kata Catur pada The Jakarta Post. Amanat UU Lingkungan Hidup itu tidak dengan sendirinya bisa diabaikan dengan hadirnya PPLi.
Lebih jauh, Catur mengatakan, PPLi pun memiliki kelemahan penanganan. Sebagai contoh pengelolaan limbah di Jawa Timur yang tetap saja memiliki proses pembawa limbah ke Jawa Barat. Catur khawatir ada kesalahan penanganan dalam proses transportasi limbah itu. “Masih banyak resiko yang dihasilkan saat proses ala PPLi itu dilakukan, yang paling aman adalah membangun proses pengolahan limbah di pabrik masing-masing,” katanya.
Perusahaan pengelolaan limbah (waste management), PT. Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLi) menggarap lebih serius pengelolaan limbah di Jawa Timur. Dalam waktu 10 tahun, PPLi memperkirakan seluruh perusahaan di Jawa Timur akan mempercayakan pengelolaan limbahnya ke PPLi. “Progress perkembangannya adalah 10 persen/ tahun, dalam waktu 10 tahun ke depan, seluruh perusahaan akan mempercayakan pengelolaan limbahnya ke PPLi,” kata Machmud Badres, Direktur Marketing PPLi pada The Jakarta Post, Kamis (22/08/08) ini.
PPLi adalah perusahaan pengelolaan limbah yang berdiri 1994 lalu. Saham terbesar perusahaan ini dimiliki oleh Modern Asia Enviromental Holding (MAEH) sebanyak 95 persen. Sisanya, 5 persen dimiliki oleh Kementrian BUMN. Limbah industri berbahaya atau B3, adalah pasar yang digarap perusahaan ini. “Karena tidak semua perusahaan memiliki sistem pengelolaan limbah B3, karena itulah kami hadir,” kata Machmud.
Sejak berdiri hingga saat ini, perusahaan yang berpusat di Cibitung Jawa Barat ini telah dipercaya mengelola limbah oleh 1000 perusahaan di seluruh Indonesia. Mulai perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan, industri bahan kimia, tektile, kertas, otomotif, obat-obatan, kosmetika hingga elektronik. Sekitar 12 tahun lalu, PPLi mulai merambah pasar Jawa Timur. Dalam kurun waktu itu, sudah ada 100 perusahaan di Jawa Timur yang mempercayakan pengelolaan limbahnya ke PPLi. Jumlah itu masih tergolong kecil, mengingat di Jawa Timur ada 5000 perusahaan yang hingga saat ini tidak memiliki sistem pengolahan limbah yang memadai.
Jumlah limbah yang dihasilkan industri di Jawa Timur kurang lebih 1/3 dari limbah industri yang dihasilkan perusahaan perusahaan di Jawa Barat. Atau sekitar 666 ribu ton/tahun. Karena itulah PPLi meyakini, pihaknya akan mampu membantu perusahaan yang mempercayakan pengelolaan limbahnya pada PPLi. Untuk kebutuhan pasar limbah di Jawa Timur itu jugalah, PPLi membuka lokasi depo sampah baru di Lamongan dan di Surabaya. Depo penampungan sementara itu rencananya akan digunakan untuk menampung sampah-sampah dari perusahaan yang mempercayakan proses pengelolaan sampahnya pada PPLi.
“Pada akhir tahun ini kita akan membuka tempat penampungan sementara sampah di Jawa Timur, yakni di Lamongan dan Surabaya,” katanya. Setelah terkumpul di lokasi penampungan sementara di Lamongan dan Surabaya, limbah-limbah itu akan dibawa ke pusat pengelolaan limbah B3 PPLi di Cileungsi Jawa Barat untuk diolah. Secara sederhana, limbah yang dibawa ke Cileungsi akan diolah dengan tiga cara. Cara pertama adalah kemungkinan menjadikan limbah itu sebagai bahan bakar alternative. Bila tidak memungkinan, maka terlebih dahulu akan dilakukan penstabilan reaksi kimia, fisika dan biologi dengan proses solidisasi atau pemadatan.
Machmud menyadari, pengelolaan limbah B3 memang tidak bisa dilakukan “sendirian” oleh PPLi. Perlu ada kerjasama yang erat antara perusahaan, pemerintah dan perusahaan pengelolaan limbah. “Untuk itulah, selain melakukan pengelolaan limbah, PPLi juga melakukan berbagai pelatihan mengenai pentingnya pengelolaan limbah, law inforcement dan adanya teknologi yang mensupport penanganan limbah pabrik,” jelas Machmud.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur Bambang Catur Nusantara mengatakan meskipun di satu sisi kehadiran PPLi itu menguntungkan untuk pengelolaan limbah industri pabrik, namun secara esensial hal itu tidak melakukan perubahan. “Seharusnya, pengelolaan limbah itu adalah satu rangkaian pekerjaan pengusaha yang mendirikan perusahaan seperti yang diamanatkan UU Lingkungan Hidup,” kata Catur pada The Jakarta Post. Amanat UU Lingkungan Hidup itu tidak dengan sendirinya bisa diabaikan dengan hadirnya PPLi.
Lebih jauh, Catur mengatakan, PPLi pun memiliki kelemahan penanganan. Sebagai contoh pengelolaan limbah di Jawa Timur yang tetap saja memiliki proses pembawa limbah ke Jawa Barat. Catur khawatir ada kesalahan penanganan dalam proses transportasi limbah itu. “Masih banyak resiko yang dihasilkan saat proses ala PPLi itu dilakukan, yang paling aman adalah membangun proses pengolahan limbah di pabrik masing-masing,” katanya.
Sri Sultan Himbau "Eko Sexual" Untuk Melawan Kerusakan Lingkungan
Iman D. Nugroho
Gubernur DI Jogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X, menghimbau kepada semua pihak, terutama para pemimpin, untuk mengkampanyekan “Eko Sexual” sebagai usaha kedepan dalam mencegah kerusakan lingkungan dan mengatasi perubahan iklim (climate change) di Indonesia. Hal itu dikatakan Sultan dalam Simposium Nasional Riset dan Kebijakan Ekonomi, yang diselenggarakan Departemen Ilmu Ekonomi Fak. Ekonomi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, 20-21 Agustus 2008 ini.
Ekosexual atau ekologi seksual adalah merupakan budaya tanding dari hiteroseksual. Jadi ekoseksual adalah gaya hidup secara individu (baik pria dan wanita) yang mengedepankan tindakan dan upaya-upaya yang sifatnya perduli terhadap penyelamatan lingkungan. Oleh karena itu ekoseksual merupakan “kontra” dengan hiteroseksual yaitu individu yang sadar penampilan karena ditopang oleh pola konsumtif.
”Dengan senantiasa setiap individu memikirkan dan mempertimbangkan tindakannya demi pengamanan lingkungan, kita berharap kerusakan lingkungan bisa dicegah,” kata Sri Sultan HB. Selain Sri Sultan, juga tampil sebagai pembicara adalah Bupati Sidoarjo, Win Hendrarso, Dr. Tjuk K. Sukiadi (Unair), Prof. Armida Alisjahbana (Univ. Padjadjaran). Sedangkan Rabu (20/8) lalu menampilkan Ir. Max Hasudungan Pohan, CES., MA (Bappenas), Dr. Suparto Widjoyo (ahli hukum lingkungan Unair), Rina Oktaviani, Ph.D (IPB), dan Drs. Ec. Bambang Eko Afiatno, ME (Unair). Simnas ini dilaksanakan dalam rangka Dies Natalis FE Unair ke-47.
Dengan bergaya hidup ekosexual, lanjut Raja Jogyakarta itu, senantiasa setiap individu akan sadar konsumsi karena ia memahami secara ekologis bahwa setiap benda atau apapun yang dieksploitasi (dipakai) selalu berbasis untuk keberlanjutan (sustainable). Ia mencontohkan gaya ekoseksual tersebut misalnya sikap hemat energi, hemat air, pemakaian benda ramah lingkungan, dan tanggap terhadap perubahan lingkungan yang lain.
Sri Sultan mengedepankan hal itu dengan dilatari oleh pengalamannya ketika wilayah yang dipimpinnya terpaksa harus mengeluarkan anggaran yang sangat besar untuk melakukan recovery pasca-gempa di sekitar Jogyakarta akhir 2006 lalu. Dari peristiwa akibat perubahan iklim semacam itulah dia sudah membuktikan bahwa dampaknya sangat berpengaruh besar terhadap pola pengelolaan perekonomian negara.
Hancurnya sektor industri dan perumahan akibat bencana sangat besar pengaruhnya
terhadap penurunan pendapatan masyarakat, penurunan PDRB, dan berlanjut pada anjloknya pertumbuhan ekonomi. Sehingga dengan penyelamatan lingkungan setidaknya akan bisa dihemat anggaran secara signifikan. Tidak jauh berbeda dengan pengalaman Sri Sultan, Bupati Sidoarjo pun menyatakan senada, bahwa dampak bencana sangat besar pengaruhnya terhadap perekonomian. Ia sebut sebagai dampak luapan lumpur Lapindo yang merugikan semua pihak, baik masyarakat, daerah dan pemerintah.
Prof. Armida Alisjahbana secara senada juga menyatakan demikian. Dampak kekeringan sebagai akibat dari gagalnya menjaga kelestarian hutan sebagai daya tampung sumber air sudah terbukti menurunkan hasil pertanian. Sehingga untuk mengembalikan produksi sesuai semula, atau bahkan diharapkan bisa meningkat, diperlukan usaha-usaha baru melalui eksploatasi teknologi dan modal. Misalnya untuk menyuplai air untuk kepentingan pertanian maka dibuat hujan buatan. ”Nah, daripada anggaran kita keluarkan untuk membuat hujan buatan yang biayanya mahal, lebih baik kita kembalikan reboisasi pada hutan kita sebagai daerah penyimpan air,” kata pakar ekonomi pertanian dari Unpad Bandung itu.
Gubernur DI Jogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X, menghimbau kepada semua pihak, terutama para pemimpin, untuk mengkampanyekan “Eko Sexual” sebagai usaha kedepan dalam mencegah kerusakan lingkungan dan mengatasi perubahan iklim (climate change) di Indonesia. Hal itu dikatakan Sultan dalam Simposium Nasional Riset dan Kebijakan Ekonomi, yang diselenggarakan Departemen Ilmu Ekonomi Fak. Ekonomi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, 20-21 Agustus 2008 ini.
Ekosexual atau ekologi seksual adalah merupakan budaya tanding dari hiteroseksual. Jadi ekoseksual adalah gaya hidup secara individu (baik pria dan wanita) yang mengedepankan tindakan dan upaya-upaya yang sifatnya perduli terhadap penyelamatan lingkungan. Oleh karena itu ekoseksual merupakan “kontra” dengan hiteroseksual yaitu individu yang sadar penampilan karena ditopang oleh pola konsumtif.
”Dengan senantiasa setiap individu memikirkan dan mempertimbangkan tindakannya demi pengamanan lingkungan, kita berharap kerusakan lingkungan bisa dicegah,” kata Sri Sultan HB. Selain Sri Sultan, juga tampil sebagai pembicara adalah Bupati Sidoarjo, Win Hendrarso, Dr. Tjuk K. Sukiadi (Unair), Prof. Armida Alisjahbana (Univ. Padjadjaran). Sedangkan Rabu (20/8) lalu menampilkan Ir. Max Hasudungan Pohan, CES., MA (Bappenas), Dr. Suparto Widjoyo (ahli hukum lingkungan Unair), Rina Oktaviani, Ph.D (IPB), dan Drs. Ec. Bambang Eko Afiatno, ME (Unair). Simnas ini dilaksanakan dalam rangka Dies Natalis FE Unair ke-47.
Dengan bergaya hidup ekosexual, lanjut Raja Jogyakarta itu, senantiasa setiap individu akan sadar konsumsi karena ia memahami secara ekologis bahwa setiap benda atau apapun yang dieksploitasi (dipakai) selalu berbasis untuk keberlanjutan (sustainable). Ia mencontohkan gaya ekoseksual tersebut misalnya sikap hemat energi, hemat air, pemakaian benda ramah lingkungan, dan tanggap terhadap perubahan lingkungan yang lain.
Sri Sultan mengedepankan hal itu dengan dilatari oleh pengalamannya ketika wilayah yang dipimpinnya terpaksa harus mengeluarkan anggaran yang sangat besar untuk melakukan recovery pasca-gempa di sekitar Jogyakarta akhir 2006 lalu. Dari peristiwa akibat perubahan iklim semacam itulah dia sudah membuktikan bahwa dampaknya sangat berpengaruh besar terhadap pola pengelolaan perekonomian negara.
Hancurnya sektor industri dan perumahan akibat bencana sangat besar pengaruhnya
terhadap penurunan pendapatan masyarakat, penurunan PDRB, dan berlanjut pada anjloknya pertumbuhan ekonomi. Sehingga dengan penyelamatan lingkungan setidaknya akan bisa dihemat anggaran secara signifikan. Tidak jauh berbeda dengan pengalaman Sri Sultan, Bupati Sidoarjo pun menyatakan senada, bahwa dampak bencana sangat besar pengaruhnya terhadap perekonomian. Ia sebut sebagai dampak luapan lumpur Lapindo yang merugikan semua pihak, baik masyarakat, daerah dan pemerintah.
Prof. Armida Alisjahbana secara senada juga menyatakan demikian. Dampak kekeringan sebagai akibat dari gagalnya menjaga kelestarian hutan sebagai daya tampung sumber air sudah terbukti menurunkan hasil pertanian. Sehingga untuk mengembalikan produksi sesuai semula, atau bahkan diharapkan bisa meningkat, diperlukan usaha-usaha baru melalui eksploatasi teknologi dan modal. Misalnya untuk menyuplai air untuk kepentingan pertanian maka dibuat hujan buatan. ”Nah, daripada anggaran kita keluarkan untuk membuat hujan buatan yang biayanya mahal, lebih baik kita kembalikan reboisasi pada hutan kita sebagai daerah penyimpan air,” kata pakar ekonomi pertanian dari Unpad Bandung itu.
Bledhek Sigar Menutup Gelar Seni Religius
Hanif Nashrullah
Kelompok Musikalisasi Puisi, Bledhek Sigar, dijadwalkan tampil sebagai penutup dalam Gelar Seni Religius yang diselenggarakan UPTD Taman Budaya Jawa Timur (Jatim) di Pendopo Jayengrono, Jl. Gentengkali 85 Surabaya, Sabtu (23/8), pukul 20.00.
10 komposisi puisi telah disiapkan untuk pementasan itu. Beberapa di antaranya yang cukup populer adalah "Borok di Rumah Ibadah" dan "Kota dalam Secangkir Kopi", serta beberapa lainnya adalah karya puisi terbaru yang ditulis oleh Zainuri. Dalam pementasan ini, Bledhek Sigar didukung oleh enam personel, yaitu: Zainuri (Vokal), Roni Handoko (Biola), Hanif Nashrullah (Gitar 1), M. "Ipung" Syaiful Arif (Gitar 2), dan Yusuf (Gitar 3).
Kelompok Musikalisasi Puisi "Bledhek Sigar", yang terbentuk sejak tahun 1994, selama ini dinilai turut mewarnai dunia kesusastraan tanah air. Di antaranya pernah diundang tampil dihadapan Gus Dur semasa menjadi presiden pada tahun 2001---bersama penyair KH. Mustofa Bisri (Gus Mus), Budayawan M. Sobari, MA, dan musisi Franky Sahilatua.
Gerakan Bledhek Sigar pada tahun 2004 - 2005, ketika berinisiatif mensosialisasikan perlunya bacaan sastra bagi siswa-siswi SMA, dengan tampil di jam intrakulikuler mata pelajaran Bahasa Indonesia di hampir seluruh SMA se- Surabaya, sempat dicekal oleh Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya, Drs. Sahudi, M.Pd, karena dianggap melanggar otoritas guru.
Sebaliknya, gerakan ini justru didukung oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jatim, Dr. Rasiyo, M.Si, dengan turut tampil bersama Bledhek Sigar pada jam intrakulikuler mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMAN 2 Surabaya. Kontroversi (pro dan kontra) tentang gerakan Bledhek Sigar yang satu ini memang sempat ramai di surat kabar ketika itu.
Bledhek Sigar yang sebelumnya terlihat sering tampil di acara Suara Dewan yang disiarkan langsung oleh TVRI Surabaya ini dalam tiga tahun terakhir memang lebih sering terlihat pentas di bulan-bulan yang dianggap suci oleh umat Islam.
Pada tahun 2006, misalnya, Bledhek Sigar membuka acara Tadarus Ramadhan yang disiarkan oleh stasiun TV swasta nasional, Indosiar. Serta tahun lalu (2007), Bledhek Sigar diundang tampil sebagai bintang tamu dalam acara Talk Show "Kohin" di stasiun televisi swasta lokal, JTV.
Tahun ini pun Bledhek Sigar akan kembali menyapa lewat Gelar Kesenian Religius yang oleh UPTD Taman Budaya Jatim memang sengaja digelar untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadhan.
*[email protected]
Kelompok Musikalisasi Puisi, Bledhek Sigar, dijadwalkan tampil sebagai penutup dalam Gelar Seni Religius yang diselenggarakan UPTD Taman Budaya Jawa Timur (Jatim) di Pendopo Jayengrono, Jl. Gentengkali 85 Surabaya, Sabtu (23/8), pukul 20.00.
10 komposisi puisi telah disiapkan untuk pementasan itu. Beberapa di antaranya yang cukup populer adalah "Borok di Rumah Ibadah" dan "Kota dalam Secangkir Kopi", serta beberapa lainnya adalah karya puisi terbaru yang ditulis oleh Zainuri. Dalam pementasan ini, Bledhek Sigar didukung oleh enam personel, yaitu: Zainuri (Vokal), Roni Handoko (Biola), Hanif Nashrullah (Gitar 1), M. "Ipung" Syaiful Arif (Gitar 2), dan Yusuf (Gitar 3).
Kelompok Musikalisasi Puisi "Bledhek Sigar", yang terbentuk sejak tahun 1994, selama ini dinilai turut mewarnai dunia kesusastraan tanah air. Di antaranya pernah diundang tampil dihadapan Gus Dur semasa menjadi presiden pada tahun 2001---bersama penyair KH. Mustofa Bisri (Gus Mus), Budayawan M. Sobari, MA, dan musisi Franky Sahilatua.
Gerakan Bledhek Sigar pada tahun 2004 - 2005, ketika berinisiatif mensosialisasikan perlunya bacaan sastra bagi siswa-siswi SMA, dengan tampil di jam intrakulikuler mata pelajaran Bahasa Indonesia di hampir seluruh SMA se- Surabaya, sempat dicekal oleh Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya, Drs. Sahudi, M.Pd, karena dianggap melanggar otoritas guru.
Sebaliknya, gerakan ini justru didukung oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jatim, Dr. Rasiyo, M.Si, dengan turut tampil bersama Bledhek Sigar pada jam intrakulikuler mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMAN 2 Surabaya. Kontroversi (pro dan kontra) tentang gerakan Bledhek Sigar yang satu ini memang sempat ramai di surat kabar ketika itu.
Bledhek Sigar yang sebelumnya terlihat sering tampil di acara Suara Dewan yang disiarkan langsung oleh TVRI Surabaya ini dalam tiga tahun terakhir memang lebih sering terlihat pentas di bulan-bulan yang dianggap suci oleh umat Islam.
Pada tahun 2006, misalnya, Bledhek Sigar membuka acara Tadarus Ramadhan yang disiarkan oleh stasiun TV swasta nasional, Indosiar. Serta tahun lalu (2007), Bledhek Sigar diundang tampil sebagai bintang tamu dalam acara Talk Show "Kohin" di stasiun televisi swasta lokal, JTV.
Tahun ini pun Bledhek Sigar akan kembali menyapa lewat Gelar Kesenian Religius yang oleh UPTD Taman Budaya Jatim memang sengaja digelar untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadhan.
*[email protected]
Aksi Anak Muda "Membela" Bumi
Iman D. Nugroho
Apa jadinya bila anak muda bertemu dengan Pemenang Nobel? Rasa ingin tahu khas anak muda yang begitu besar, tertuang dalam pertanyaan-pertanyaan yang meluncur tanpo teding aling-aling (ada yang ditutup-tutupi- JAWA) . Bahkan, ada juga yang meragukan kepakaran sang pemenang nobel. Hmm,…
Itulah suasana yang tampak dalam sebuah diskusi lingkungan yang digelar Tunas Hijau, organisasi remaja yang concern di bidang lingkungan hidup, Rabu(20/08) ini di Surabaya. Dalam forum itu hadir Roger A. Sedjo, pemenang Hadiah Nobel tahun 2007 dalam bidang lingkungan hidup asal Amerika Serikat sebagai keynote speaker. Audiensnya, siswa-siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) di Surabaya.
Roger A. Sedjo membuka diskusi itu dengan paparan berjudul Menangani Keragaman Hayati dan Pemanasan Global dengan Melestarikan Hutan Tropis. Pemenang Best Book Award tahun 2000 untu buku berjudul A Vision for the U.S. Forest Service: Goals for Its Next Century, menerangkan dengan detail perihal kondisi bumi saat ini. Termasuk Brown Problem (perubahan bumi karena industri dan aktivitas manusia) dan Green Problem (perubahan bumi karena alam). Tidak ketinggalan adanya pemanasan global (global warming) yang sedang terjadi.
Roger yang juga menyinggung perlunya negara-negara menghormati Kyoto Protocol. Terutama poin perlunya membatasi penggunaan minyak bumi. Apalagi, gas buang minyak bumi menjadi salah satu penyebab terjadinya pemanasan global. “Kita sedang dalam masa transisi penggunaan sumber energi di luar minyak bumi, karena itu perlu sekiranya melaksanakan Kyoto Protocol,” kara Roger.
Untuk menghindari pemenasan global, ungkap Direktur Resources for the Future, Forest Economics and Policy Program, sejak 1977 hingga sekarang ini, perlu terus diingatkan pentingnya menjaga hutan dan fungsi-fungsinya. Hutan yang mengandung karbon dalam jumlah banyak, mampu memperkecil pemanasan global, dengan menyerap karbon dioksida.
Bahkan, Roger menyitir Europian Climate Exchange yang menempatkan nilai karbon pada kisaran USD 10-USD100/ton karbon. Dengan nilai itu, maka hutan di seluruh dunia yang diperkirakan memiliki luas 2 miliar Ha ini, bisa menampung 300 miliar ton karbon. Bila harga karbon dibuat USD 20,-, maka nilai karbon sama dengan USD 6 triliun,-. “Pertukaran ini memungkinankan pemilik lahan memperoleh keuntungan,” tulis Roger dalam makalah yang dibagikan dalam forum itu.
Acara diskusi itu mulai semarak ketika masuk ke sesi pertanyaan. Angga Jaya, siswa kelas 2 SMA Negeri V Surabaya mengawali sesi pertanyaan dengan menohok. Angga mengatakan, dirinya agak bingung dengan penjelasan Roger A. Sedjo tentang pentingnya negara-negara melakukan apa yang termaktub dalam Kyoto Protocol. “Kyoto Protocol memang penting, saya sepakat dengan itu, tapi, kalau Anda meminta negara-negara mentaati Kyoto Protocol, bagaimana dengan negara anda sendiri? Hingga saat ini AS belum melaksanakan Kyoto Protocol,” kata Angga bersemangat. Angga mengatakan, seharusnya Roger A. Sedjo mampu mengubah kebijakan pemerintah AS sebelum menyosialisasikan ke negara di luar AS.
Angga menilai, keengganan AS melaksanakan Kyoto Protocol, karena industri di negara itu masih menggunakan minyak bumi. Apalagi, kata Angga, AS mengendalikan negara Arab penghasil minyak bumi terbesar di bumi. “Menurut saya, bila AS melaksanakan Kyoto Protocol, maka akan ada protes dari perusahaan-perusahaan di AS yang menggunakan minyak bumi,” kata Angga.
Pertanyaan tidak kalah tajam diajukan oleh Alvin Prayudha, siswa kelas 2 SMA Negeri II Surabaya. Alvin tidak sepakat dengan penjelasan Roger yang mengatakan aktivitas manusia yang membuat global warming terjadi. “Saya membaca di internet kok tidak seperti itu, pemanasan alam memiliki efek pemanasan yang 1000 kali lebih tinggi dari aktifitas manusia,” kata Alvin.
Siswa berkacamata tebal ini mencontohkan ledakan gunung berapi. Efek dari ledakan gunung berapi memiliki efek pemanasan sama dengan aktivitas pemanasan satu tahun penuh yang dilakukan manusia di seluruh dunia. Alvin menginginkan Roger bisa memberikan penjelasan lebih dan terus mengingatkan manusia untuk berpikir juga tentang perlunya memperbaiki kondisi alam. “Jangan cuma mengingatkan aktivitas manusia, tapi melupakan alam, dua-duanya harus ditangani untuk meminimalisir pemanasan global,” kata Alvin.
Astri Febianti, siswi SMA St. Hendrikus fokus pada penjelasan Roger mengenai nilai nominal karbon. Menurut Astri Roger harus bisa menjelaskan nilai nominal hutan di Indonesia dalam prespektif harga jual karbon. “Apakah bila jumlah karbon yang dihasilkan hutan di Indonesia dikumpulkan, akan mampu membayar hutang-hutang Indonesia?” tanyanya.
Sayangnya, Roger A. Sedjo tidak memberikan jawaban tuntas atas pertanyaan Angga. Menurut Roger, apa yang terjadi di bumi tidak semata-mata tanggungjawab AS. Karena itu, tidak hanya AS yang melaksanakan Kyoto Protocol, tapi negara lain juga harus melaksanakannya. Menyangkut pertanyaan Alvin, Roger masih meyakini, menjaga aktivitas manusia lebih penting guna menghindari efek lebih parah global warming. “Kalau soal harga karbon yang dihasilkan Indonesia, saya belum tahu pasti,” katanya.
“Penjelasan Roger tidak menjawab pertanyaan saya,” kata Angga.
Hmm,...***
Apa jadinya bila anak muda bertemu dengan Pemenang Nobel? Rasa ingin tahu khas anak muda yang begitu besar, tertuang dalam pertanyaan-pertanyaan yang meluncur tanpo teding aling-aling (ada yang ditutup-tutupi- JAWA) . Bahkan, ada juga yang meragukan kepakaran sang pemenang nobel. Hmm,…
Itulah suasana yang tampak dalam sebuah diskusi lingkungan yang digelar Tunas Hijau, organisasi remaja yang concern di bidang lingkungan hidup, Rabu(20/08) ini di Surabaya. Dalam forum itu hadir Roger A. Sedjo, pemenang Hadiah Nobel tahun 2007 dalam bidang lingkungan hidup asal Amerika Serikat sebagai keynote speaker. Audiensnya, siswa-siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) di Surabaya.
Roger A. Sedjo membuka diskusi itu dengan paparan berjudul Menangani Keragaman Hayati dan Pemanasan Global dengan Melestarikan Hutan Tropis. Pemenang Best Book Award tahun 2000 untu buku berjudul A Vision for the U.S. Forest Service: Goals for Its Next Century, menerangkan dengan detail perihal kondisi bumi saat ini. Termasuk Brown Problem (perubahan bumi karena industri dan aktivitas manusia) dan Green Problem (perubahan bumi karena alam). Tidak ketinggalan adanya pemanasan global (global warming) yang sedang terjadi.
Roger yang juga menyinggung perlunya negara-negara menghormati Kyoto Protocol. Terutama poin perlunya membatasi penggunaan minyak bumi. Apalagi, gas buang minyak bumi menjadi salah satu penyebab terjadinya pemanasan global. “Kita sedang dalam masa transisi penggunaan sumber energi di luar minyak bumi, karena itu perlu sekiranya melaksanakan Kyoto Protocol,” kara Roger.
Untuk menghindari pemenasan global, ungkap Direktur Resources for the Future, Forest Economics and Policy Program, sejak 1977 hingga sekarang ini, perlu terus diingatkan pentingnya menjaga hutan dan fungsi-fungsinya. Hutan yang mengandung karbon dalam jumlah banyak, mampu memperkecil pemanasan global, dengan menyerap karbon dioksida.
Bahkan, Roger menyitir Europian Climate Exchange yang menempatkan nilai karbon pada kisaran USD 10-USD100/ton karbon. Dengan nilai itu, maka hutan di seluruh dunia yang diperkirakan memiliki luas 2 miliar Ha ini, bisa menampung 300 miliar ton karbon. Bila harga karbon dibuat USD 20,-, maka nilai karbon sama dengan USD 6 triliun,-. “Pertukaran ini memungkinankan pemilik lahan memperoleh keuntungan,” tulis Roger dalam makalah yang dibagikan dalam forum itu.
Acara diskusi itu mulai semarak ketika masuk ke sesi pertanyaan. Angga Jaya, siswa kelas 2 SMA Negeri V Surabaya mengawali sesi pertanyaan dengan menohok. Angga mengatakan, dirinya agak bingung dengan penjelasan Roger A. Sedjo tentang pentingnya negara-negara melakukan apa yang termaktub dalam Kyoto Protocol. “Kyoto Protocol memang penting, saya sepakat dengan itu, tapi, kalau Anda meminta negara-negara mentaati Kyoto Protocol, bagaimana dengan negara anda sendiri? Hingga saat ini AS belum melaksanakan Kyoto Protocol,” kata Angga bersemangat. Angga mengatakan, seharusnya Roger A. Sedjo mampu mengubah kebijakan pemerintah AS sebelum menyosialisasikan ke negara di luar AS.
Angga menilai, keengganan AS melaksanakan Kyoto Protocol, karena industri di negara itu masih menggunakan minyak bumi. Apalagi, kata Angga, AS mengendalikan negara Arab penghasil minyak bumi terbesar di bumi. “Menurut saya, bila AS melaksanakan Kyoto Protocol, maka akan ada protes dari perusahaan-perusahaan di AS yang menggunakan minyak bumi,” kata Angga.
Pertanyaan tidak kalah tajam diajukan oleh Alvin Prayudha, siswa kelas 2 SMA Negeri II Surabaya. Alvin tidak sepakat dengan penjelasan Roger yang mengatakan aktivitas manusia yang membuat global warming terjadi. “Saya membaca di internet kok tidak seperti itu, pemanasan alam memiliki efek pemanasan yang 1000 kali lebih tinggi dari aktifitas manusia,” kata Alvin.
Siswa berkacamata tebal ini mencontohkan ledakan gunung berapi. Efek dari ledakan gunung berapi memiliki efek pemanasan sama dengan aktivitas pemanasan satu tahun penuh yang dilakukan manusia di seluruh dunia. Alvin menginginkan Roger bisa memberikan penjelasan lebih dan terus mengingatkan manusia untuk berpikir juga tentang perlunya memperbaiki kondisi alam. “Jangan cuma mengingatkan aktivitas manusia, tapi melupakan alam, dua-duanya harus ditangani untuk meminimalisir pemanasan global,” kata Alvin.
Astri Febianti, siswi SMA St. Hendrikus fokus pada penjelasan Roger mengenai nilai nominal karbon. Menurut Astri Roger harus bisa menjelaskan nilai nominal hutan di Indonesia dalam prespektif harga jual karbon. “Apakah bila jumlah karbon yang dihasilkan hutan di Indonesia dikumpulkan, akan mampu membayar hutang-hutang Indonesia?” tanyanya.
Sayangnya, Roger A. Sedjo tidak memberikan jawaban tuntas atas pertanyaan Angga. Menurut Roger, apa yang terjadi di bumi tidak semata-mata tanggungjawab AS. Karena itu, tidak hanya AS yang melaksanakan Kyoto Protocol, tapi negara lain juga harus melaksanakannya. Menyangkut pertanyaan Alvin, Roger masih meyakini, menjaga aktivitas manusia lebih penting guna menghindari efek lebih parah global warming. “Kalau soal harga karbon yang dihasilkan Indonesia, saya belum tahu pasti,” katanya.
“Penjelasan Roger tidak menjawab pertanyaan saya,” kata Angga.
Hmm,...***
21 Agustus 2008
Pemred Surya Pindah Ke Surabaya Post
Pemimpin Redaksi Harian Surya yang juga ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Timur, Dhimam Abror, akan segera menempati pos baru sebagai Pemimpin Redaksi Surabaya Post. Kepindahan itu akhirnya menjawab teka-teki siapa yang akan memimpin harian sore yang baru saya mendapatkan suntikan dana dari Bakrie Groups itu.
Dhimam Abror mengatakan, kepindahannya ke Surabaya Post baru efektif pada 1 September mendatang. Menariknya, Abror menilai kepindahan itu adalah langkah profesional yang penuh resiko. "Selama 2,5 saya bekerja untuk kelompok media tertentu, tapi masih profesional, Insyaallah pengalaman itu (profesionalitas) bermanfaat SP," kata Abror.
Dhimam Abror adalah salah satu tokoh pers di Surabaya. Setelah menjadi Pemimpin Redaksi di Jawa Pos, Abror dipercaya menjadi Direktur Radar Timur Jawa Pos Group. Setelah itu, Ketua PWI Jawa Timur yang juga kandidat Ketua PWI Pusat 2008 ini mendirikan koran Suara Indonesia. Tak lama berselang, Abror menutup koran yang "baru tapi lama" itu (karena pernah diterbitkan oleh Jawa Pos Group) dan pindah ke Harian Surya, Kelompok Kompas Gramedia (KKG).
Sejak dipegang Abror, Surya berubah format menjadi koran mirip dengan Warta Kota di Jakarta. Harga jualnya pun turun menjadi Rp.1000,- dari Rp.2500,-. Oplah Surya langsung merangkak naik. Dan pada 1 September 2008 ini, Abror penempati pos baru di Surabaya Post, setelah mendapatkan suntikan dana dari Bakrie Groups.
Belakangan ini, beberapa pimpinan media memutuskan untuk menyeberang dan menjadi narkoda di "kapal" berbeda . Nezar Patria, Pemimpin Redaksi Majalah Tempo, meloncat ke Kanalone.com, dengan posisi Managing Editor atau Redaktur Pelaksana. Kanalone.com adalah sebuah portal berita yang juga dimiliki oleh Bakrie Groups.
Dhimam Abror mengatakan, kepindahannya ke Surabaya Post baru efektif pada 1 September mendatang. Menariknya, Abror menilai kepindahan itu adalah langkah profesional yang penuh resiko. "Selama 2,5 saya bekerja untuk kelompok media tertentu, tapi masih profesional, Insyaallah pengalaman itu (profesionalitas) bermanfaat SP," kata Abror.
Dhimam Abror adalah salah satu tokoh pers di Surabaya. Setelah menjadi Pemimpin Redaksi di Jawa Pos, Abror dipercaya menjadi Direktur Radar Timur Jawa Pos Group. Setelah itu, Ketua PWI Jawa Timur yang juga kandidat Ketua PWI Pusat 2008 ini mendirikan koran Suara Indonesia. Tak lama berselang, Abror menutup koran yang "baru tapi lama" itu (karena pernah diterbitkan oleh Jawa Pos Group) dan pindah ke Harian Surya, Kelompok Kompas Gramedia (KKG).
Sejak dipegang Abror, Surya berubah format menjadi koran mirip dengan Warta Kota di Jakarta. Harga jualnya pun turun menjadi Rp.1000,- dari Rp.2500,-. Oplah Surya langsung merangkak naik. Dan pada 1 September 2008 ini, Abror penempati pos baru di Surabaya Post, setelah mendapatkan suntikan dana dari Bakrie Groups.
Belakangan ini, beberapa pimpinan media memutuskan untuk menyeberang dan menjadi narkoda di "kapal" berbeda . Nezar Patria, Pemimpin Redaksi Majalah Tempo, meloncat ke Kanalone.com, dengan posisi Managing Editor atau Redaktur Pelaksana. Kanalone.com adalah sebuah portal berita yang juga dimiliki oleh Bakrie Groups.
20 Agustus 2008
Korban Lumpur Lapindo Demo PT. Minarak Lapindo Jaya
Iman D. Nugroho
Sekitar 200 orang warga lumpur yang mewakili 997 kepala keluarga warga Perumahan Tanggul Angin Sejahtera (Perumtas) menggelar demonstrasi di depan kantor PT. Minarak Lapindo Jaya di Surabaya, Rabu(21/08/08) ini. Mereka menagih uang sisa pembayaran yang dijanjikan PT. Minarak akan diberikan Juni lalu. Namun, hingga tiga bulan berselang, pembayaran itu belum juga dilakukan.
Kepada The Jakarta Post, koordinator demonstrasi Agus Hariyanto mengatakan, unjuk rasa kali ini terpaksa dilakukan karena janji PT. Minarak Lapindo Jaya tidak segera terealisasi. Bahkan, warga mengguhungi Direktur PT. Minarak Andi Darussalam, juga tidak ada kepastian. "Demonstrasi ini adalah jalan satu-satunya untuk mengingatkan kembali perihal pembayaran itu," kata Agus.
Sayangnya, saat demonstrasi berlangsung, tidak ada seorang pun dari PT. Minarak Lapindo Jaya yang ada di kantor yang terletak di lantai IV gedung Srijaya itu. Saat Andi Darussalam dihubungi melalui telepon, Andi malah meminta pertemuan dilakukan di sebuah restauran di khawasan Bandara Udara Juanda, yang berjarak sekitar 30 Km dari lokasi tempat korban lumpur berdemonstrasi.
Permintaan Andi ditolak oleh para demonstran. Lantaran, sebelum melakukan demonstrasi di depan kantor PT. Minarak Lapindo Jaya, warga korban lumpur sudah menghubungi Andi dan memberitahukan perihal lokasi demonstrasi. "Ini seperti mempermainkan kami saja, Andi harus ingat, PT. Lapindo yang menyebabkan ini semua, dan kami adalha korban," kata Agus.
Dari kelompok Hingga saat ini ada 997 Kk warga Perumtas yang terkatung-katung hidupnya. Janji rekolasi rumah yang dijanjikan oleh PT. Minarak Lapindo Jaya belum semua terealisasi. Bahkan, sebagian besar masih berbentuk tanah, tanpa bangunan. "Padahal janjinya, kami akan diberikan rumah, dan uang sisa penjualan diberikan lagi kepada kami," kata Agus.
Keterangan Foto: Hendro D. Laksono saat hearing dengan LBH Surabaya dan AJI Surabaya
Sekitar 200 orang warga lumpur yang mewakili 997 kepala keluarga warga Perumahan Tanggul Angin Sejahtera (Perumtas) menggelar demonstrasi di depan kantor PT. Minarak Lapindo Jaya di Surabaya, Rabu(21/08/08) ini. Mereka menagih uang sisa pembayaran yang dijanjikan PT. Minarak akan diberikan Juni lalu. Namun, hingga tiga bulan berselang, pembayaran itu belum juga dilakukan.
Kepada The Jakarta Post, koordinator demonstrasi Agus Hariyanto mengatakan, unjuk rasa kali ini terpaksa dilakukan karena janji PT. Minarak Lapindo Jaya tidak segera terealisasi. Bahkan, warga mengguhungi Direktur PT. Minarak Andi Darussalam, juga tidak ada kepastian. "Demonstrasi ini adalah jalan satu-satunya untuk mengingatkan kembali perihal pembayaran itu," kata Agus.
Sayangnya, saat demonstrasi berlangsung, tidak ada seorang pun dari PT. Minarak Lapindo Jaya yang ada di kantor yang terletak di lantai IV gedung Srijaya itu. Saat Andi Darussalam dihubungi melalui telepon, Andi malah meminta pertemuan dilakukan di sebuah restauran di khawasan Bandara Udara Juanda, yang berjarak sekitar 30 Km dari lokasi tempat korban lumpur berdemonstrasi.
Permintaan Andi ditolak oleh para demonstran. Lantaran, sebelum melakukan demonstrasi di depan kantor PT. Minarak Lapindo Jaya, warga korban lumpur sudah menghubungi Andi dan memberitahukan perihal lokasi demonstrasi. "Ini seperti mempermainkan kami saja, Andi harus ingat, PT. Lapindo yang menyebabkan ini semua, dan kami adalha korban," kata Agus.
Dari kelompok Hingga saat ini ada 997 Kk warga Perumtas yang terkatung-katung hidupnya. Janji rekolasi rumah yang dijanjikan oleh PT. Minarak Lapindo Jaya belum semua terealisasi. Bahkan, sebagian besar masih berbentuk tanah, tanpa bangunan. "Padahal janjinya, kami akan diberikan rumah, dan uang sisa penjualan diberikan lagi kepada kami," kata Agus.
Keterangan Foto: Hendro D. Laksono saat hearing dengan LBH Surabaya dan AJI Surabaya
19 Agustus 2008
Berpeluh Demi Tempat Penyu Berlabuh
Iman D. Nugroho
“Ada penyu bertelur!..ada penyu bertelur!..” Teriakan petugas Taman Nasional Meru Betiri (TMNB), Sabtu (16/08/08) malam lalu itu memecah keheningan Pos Penjagaan TNMB di Partai Penyu Sukamade, Banyuwangi. Sontak, beberapa pengunjung yang saat itu berada di areal pos penjagaan berlarian ke arah pantai yang berjarak sekitar 1 Km. Ada yang membawa senter, ada juga yang nekad menembus gelapnya malam sambil memanfaatkan cahaya bulan.
Sekitar 20 meter menjelang bibir pantai, suara debur ombak mulai terdengar. Angin laut pun bertiup sedikit kencang, menggoyangkan rerumputan yang tumbuh liar di sekitar pantai. Kilatan blitz kamera pengunjung yang sudah sampai di lokasi penyu bertelur, bagai penunjuk arah di tengah gelap malam. “Tolong jangan terlalu dekat dengan penyu, hal itu akan mengganggu proses bertelurnya penyu,” kata Slamet, salah satu petugas TMNB yang ada di lokasi pendaratan penyu.
Saat akan bertelur, penyu menjadi sangat sensitif. Adanya sedikti cahaya saja mampu membuat penyu membatalkan aktivitasnya. Sebaliknya, ketika penyu sudah bertelur, dia akan lebih tenang. Penyu betina yang malam itu bertelur tergolong besar. Panjang cangkang penyu sekitar 1 meter, dengan sirip sepanjang 60 Cm di samping kanan dan kirinya. Kepala penyu sebesar dua kali kepalan tangan orang dewasa itu selalu bergerak-gerak ke kanan dan ke kiri. Seperti mengawasi keadaan sekitarnya. Sesekali, sirip depannya mengibas pasir pantai, membuat lobang pendaratan penyu menjadi lebih dalam. Usai bertelur, penyu betina bergerak ke arah kiri, dan membuat lubang tipuan bagi predator. Setelah itu, bergerak pelan menuju pantai, dan menghilang dalam gulungan ombak.
Pantai penyu Sukamade hingga saat ini masih digunakan sebagai lokasi pendaratan penyu untuk bertelur. Di pantai sepanjang 3 Km seluas 250 Ha yang membentang dari timur ke barat ini sering didarati oleh empat jenis penyu. Penyu Hijau (Chelonia Mydas), Penyu Lekang (Lephidochelys olivacea), Penyu Sisik (Eretmochelys Imbricata) dan Penyu Belimbing (Dhermochelys Coriacea). Namun, hanya Penyu Hijau dan Penyu Selengkap yang paling sering “menyapa” pantai ini.
Kehadiran penyu di Pantai Penyu Sukamade, adalah hal yang penting. Tidak hanya bagi TNMB sebagai aparat pengelola pantai itu, melainkan bagi penduduk Jawa Timur pada umumnya. “Kehadiran penyu adalah bukti masih alaminya pantai, dan itu yang harus terus dijaga,” kata Heri Subagiyadi, Kepala TNMB pada The Jakarta post. Karena alasan itu jugalah, TNMB berupaya keras untuk menjaga kealamian Pantai Sukamade. Apalagi, berdasarkan pantauan organisasi World Wide Fund (WWF), Pantai Sukamade merupakan tempat makan penyu terbesar di Jawa.
Di pantai ini, setiap bulannya ada sekitar 20 penyu yang mendarat dan bertelur. Seekor penyu, rata-rata bertelur 100-150 butir. Penyu yang Sabtu malam lalu mendarat, bertelur sebanyak 118 butir. Setidaknya ada 2500 butir terlur yang ditanam di pantai Sukamade setiap bulannya. Namun jumlah itu bukan berarti angka “aman”. Jumlah penyu telur penyu yang menetas dan menjadi penyu dewasa adalah 1000:1. Artinya, untuk tiap 1000 telur yang menetas menjadi tukik dan kembali ke laut, hanya 1 tukik yang bertahan hidup.
Belum lagi bila ada predator yang siap memangsa telur penyu. Seperti anjing, elang, ular hingga macan tutul. “Namun, predator terganas adalah manusia, manusialah yang sering “memangsa” telur penyu untuk dijual,” kata Heri. Telur penyu memiliki harga cukup tinggi. Sampai Rp.1500-2000,-/ekornya. Sementara telur ayam hanya seharga Rp.15 ribu/Kg dan berisi 15-16 butir telur.
Tidak hanya itu, penangkapan penyu dewasa pun terus berlangsung. Utamanya di Pulau Bali, yang memiliki adat memakan daging penyu saat upacara keagamaan. “Tapi ternyata itu cuma alasan, karena investigasi kami menyebutkan, penangkapan itu terjadi setiap saat, tidak hanya saat upacara keagamaan, bahkan ada juga yang menjual lemak penyu untuk bahan kosmetik,” jelas Heri.
Karena alasan itulah, TNMB merasa perlu melakukan intervensi penetasan telur penyu yang sering disebut dengan penetasan semi alami. Penetasan semi alami yang dimaksud di sini adalah menetaskan telur dipasir pantai yang diawasi secara ketat oleh aparat TNMB. Prosesnya tergolong sederhana. Telur penyu yang “ditanam” secara alami oleh induk penyu betina akan diambil dan kembali ditanam di pos TNMB yang terletak sekitar 1 Km dari bibir pantai. Di tempat itu, telur-telur penyu akan didata. Biasanya, dalam jangka waktu satu minggu, telur akan menetas menjadi tukik. Tukik-tukik itu akan dikembalikan ke habitatnya di laut lepas. Hingga Juli ini, sudah 13.510 tukik dilepas di laut lepas. Dalam satu tahun TNMB rata-rata menetaskan 20 ribu telur penyu.
Yang unik, jenis kelamin penyu bisa “diatur” berdasarkan panas pasir pantai yang digunakan untuk penetasan. Untuk “menghasilkan” penyu jantan, diperlukan pasir pantai bersuhu 26-28 derajat celcius. Sementara untuk penyu betina bisa terbentuk dengan pasir pantai yang sedikit lebih hangat, sekitar 29-31 derajat celcius.
Ironisnya meski penanganan sudah begitu rupa, tetap saja masih ada upaya pencurian telur penyu. Setidaknya, TNMB mencatat ada 30 persen dari keseluruhan telur penyu dicuri setiap tahunnya. “Dalam tahun 2008 ini, TNMB sudah melaporkan empat pencurian telur penyu kepada polisi, meski hingga saat ini belum ada tindak lanjutnya,” kata Heri.
Apapun kondisinya, Heri bertekad untuk terus membangun Pantai Sukamade menjadi khawasan konservasi penyu yang disebut Unit Pengelolaan Konservasi Penyu. Unit baru ini akan berkonsentrasi pada aktivitas penelitian, pengambangan habitat dan produksi (penetasan telur penyu) dan pemberdayaan masyarakat. “Saya sudah mempresentasikan hal itu di depan Direktorat Jasa Lingkungan dan Wisata Alam (PJLWA), entah bagaimana hasilnya,” jelas Heri.
Bila proposal itu disetujui, maka akan ada peralatan penelitian baru ditempatkan di TNMB Sukamade. Plus, perbaikan unit penetasan semi alami dan tempat pengamanan penyu. Setidaknya, untuk berbagai hal itu dibutuhkan dana sebesar Rp.150 juta/bulan. Dana terbesar digunakan untuk peralatan tagging (penanda penyu). Alat seharga Rp.24 juta dengan kemampuan pengiriman signal ke satelit ini seharga Rp. 24 juta perbuah. “Namun semua itu penting dilakukan demi menyelamatkan masa depan penyu,” jelas Heri.
Selama ini, anggaran perbulan yang dikeluarkan TNMB Sukamade “hanya” menelan Rp.15 juta/bulan untuk enam orang pekerja. Anggaran itu untuk membiayai 3 orang polisi hutan, 1 aparat pengendali ekosistem hutan (PEH) dan 2 orang non struktural. Sekaligus untuk membeli bahan bakar genset untuk lampu dan satu sepeda motor. Keenam aparat itu bertanggungjawab mengawasi kawasan TNMB seluas 11 Ha dan terdiri dari pantai dan hutan. “Dengan kondisi itu, kita berusaha sebaik mungkin,..” kata Heri. Pripritas utama, segera mengamankan telur penyu yang baru ditanam di pantai, seperti Sabtu malam itu.
“Ada penyu bertelur!..ada penyu bertelur!..”***
Inikah Kemerdekaan?
Agung Purwantara
Sebagai negara yang berketuhanan, sungguh tidak bersyukur bila kita mengatakan kemerdekaan ini bukan karena anugerah ilahi. Meskipun para pejuang meraihnya dengan susah payah, mengorbankan harta dan jiwa raga, semua karena anugerah ilahi juga. Kita harus bersyukur, pertama dan yang utama, kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berikutnya kepada para pejuang yang dengan gigih meraih kemerdekaan negeri tercinta ini dari para penjajah.
Kemerdekaan adalah hak asasi setiap manusia. Juga hak setiap bangsa. Kemerdekaan adalah hal dasar yang diberikan oleh Tuhan. Maka pelanggaran terhadap hak merdeka adalah penjajahan dan pengingkaran anugerah Tuhan. Maka wajib setiap manusia dan setiap bangsa untuk merdeka dan tidak menjajah bangsa lainnya. Setiap perjuangan meraih kemerdekaan adalah ibadah. Mati dalam perjuangan meraih kemerdekaan adalah sahid.
Maka, sungguh mulia mereka manusia Indonesia yang rela mengorbankan jiwa raganya untuk kemerdekaan Indonesia tercinta. Wajib bagi kita untuk memuliakan mereka yang pernah berjuang mewujudkan Indonesia merdeka. Tidak bersyukur kepada Tuhan mereka yang tidak bersyukur kepada manusia. Maka kita wajib berterimakasih kepada para pejuang kemerdekaan.
Tidak terasa, Indonesia telah 63 tahun merdeka. Setiap tanggal 17 Agustus, hari bersejarah ini kita peringati. Tetapi semakin lama, generasi Indonesia tidak lagi menganggapnya sesuatu yang istimewa. Biasa saja. Hari kemerdekaan adalah hari diadakan upacara bendera di halaman sekolah dan kantor-kantor pemerintahan. Setelah itu selesai. Bulan Agustus, bagi generasi sekarang adalah perayaan kegembiraan karena banyak acara perlombaan dan hiburan diadakan. Hanya itu..
Wajah Indonesia yang cantik, untaian kalung zamrud katulistiwa, ibu pertiwi yang pernah dibela mati-matian, kini terlihat glamour. Gedung-gedung bertingkat telah menghiasi kota-kota besar. Jalan-jalan aspal telah sampai ke pelosok-pelosok desa. Sekolah-sekolah sebagai sarana pendidikan telah berdiri merata di setiap daerah. Namun, semua itu seakan sebuah ironi, apabila kita mengenang kembali cita-cita kemerdekaan Indonesia.
Setelah sekian tahun kemerdekaan telah diraih, kita merasa semakin tidak merdeka. Terlalu banyak orang yang menyianyiakan anugerah agung kemerdekaan ini. Dahulu, sangat sedikit anak negeri yang berkuasa. Yang berkuasa hanyalah para penjajah. Sekarang, anak negeri telah memegang kekuasaan di alam kemerdekaan ini. Tetapi sedikit sekali yang meneruskan cita-cita perjuangan untuk kemerdekaan.
Sekarang, penjajah-penjajah baru telah lahir. Penguasa-penguasa telah muncul, tetapi tanpa semangat memerdekakan bangsanya. Mereka malah bekerja sama dengan para penjajah baru untuk mengeruk untung dari negeri mereka sendiri. Mengesampingkan, rakyat yang masih rindu pada kemerdekaan yang sejati.
Mereka, rakyat bangsa ini pun ingin merasakan nikmatnya alam kemerdekaan. Tetapi pada kenyataannya, rakyat semakin sulit mengenyam pendidikan yang layak, perawatan kesehatan semakin mahal, kesempatan bekerja semakin sempit. Kemiskinan yang merajalela.
Sebuah ironi, wajah pertiwi yang semakin cantik ini, masih saja mengisahkan kepiluan di alam kemerdekaan ini. Anak-anak bangsa ini sudah kehilangan semangat pejuang, kehilangan semangat sebagai bangsa merdeka dan memerdekakan bangsanya. Sebagian besar larut dalam pesta pora yang semakin jauh dari cita-cita mulia, menjadi bangsa yang adil dan makmur.
Semangat persatuan makin kendor saja. Keadilan adalah bila hasrat pribadi atau kelompoknya terpenuhi, tidak peduli orang lain dan kelompok lain merana. Makmur adalah bila pribadi mendapatkan fasilitas negara. Menari di atas penderitaan bangsanya sendiri. Berkuasa adalah kesempatan untuk menindas bukan mengayomi yang mendaulatnya.
Inikah yang dicita-citakan para pejuang kemerdekaan itu? Merdeka adalah kesempatan mengeruk kekayaan sebanyak-banyaknya. Merdeka adalah bebas mengumbar nafsu birahi. Merdeka adalah menindas orang lain. Merdeka adalah bebas melanggar hukum. Sungguh, saat ini para pejuang itu akan bersedih hati. Anak-anak bangsa ini sudah tidak lagi menghargai darah dan nyawa mereka. Meski setiap 17 Agustus mereka berteriak, Merdeka!
Sebagai negara yang berketuhanan, sungguh tidak bersyukur bila kita mengatakan kemerdekaan ini bukan karena anugerah ilahi. Meskipun para pejuang meraihnya dengan susah payah, mengorbankan harta dan jiwa raga, semua karena anugerah ilahi juga. Kita harus bersyukur, pertama dan yang utama, kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berikutnya kepada para pejuang yang dengan gigih meraih kemerdekaan negeri tercinta ini dari para penjajah.
Kemerdekaan adalah hak asasi setiap manusia. Juga hak setiap bangsa. Kemerdekaan adalah hal dasar yang diberikan oleh Tuhan. Maka pelanggaran terhadap hak merdeka adalah penjajahan dan pengingkaran anugerah Tuhan. Maka wajib setiap manusia dan setiap bangsa untuk merdeka dan tidak menjajah bangsa lainnya. Setiap perjuangan meraih kemerdekaan adalah ibadah. Mati dalam perjuangan meraih kemerdekaan adalah sahid.
Maka, sungguh mulia mereka manusia Indonesia yang rela mengorbankan jiwa raganya untuk kemerdekaan Indonesia tercinta. Wajib bagi kita untuk memuliakan mereka yang pernah berjuang mewujudkan Indonesia merdeka. Tidak bersyukur kepada Tuhan mereka yang tidak bersyukur kepada manusia. Maka kita wajib berterimakasih kepada para pejuang kemerdekaan.
Tidak terasa, Indonesia telah 63 tahun merdeka. Setiap tanggal 17 Agustus, hari bersejarah ini kita peringati. Tetapi semakin lama, generasi Indonesia tidak lagi menganggapnya sesuatu yang istimewa. Biasa saja. Hari kemerdekaan adalah hari diadakan upacara bendera di halaman sekolah dan kantor-kantor pemerintahan. Setelah itu selesai. Bulan Agustus, bagi generasi sekarang adalah perayaan kegembiraan karena banyak acara perlombaan dan hiburan diadakan. Hanya itu..
Wajah Indonesia yang cantik, untaian kalung zamrud katulistiwa, ibu pertiwi yang pernah dibela mati-matian, kini terlihat glamour. Gedung-gedung bertingkat telah menghiasi kota-kota besar. Jalan-jalan aspal telah sampai ke pelosok-pelosok desa. Sekolah-sekolah sebagai sarana pendidikan telah berdiri merata di setiap daerah. Namun, semua itu seakan sebuah ironi, apabila kita mengenang kembali cita-cita kemerdekaan Indonesia.
Setelah sekian tahun kemerdekaan telah diraih, kita merasa semakin tidak merdeka. Terlalu banyak orang yang menyianyiakan anugerah agung kemerdekaan ini. Dahulu, sangat sedikit anak negeri yang berkuasa. Yang berkuasa hanyalah para penjajah. Sekarang, anak negeri telah memegang kekuasaan di alam kemerdekaan ini. Tetapi sedikit sekali yang meneruskan cita-cita perjuangan untuk kemerdekaan.
Sekarang, penjajah-penjajah baru telah lahir. Penguasa-penguasa telah muncul, tetapi tanpa semangat memerdekakan bangsanya. Mereka malah bekerja sama dengan para penjajah baru untuk mengeruk untung dari negeri mereka sendiri. Mengesampingkan, rakyat yang masih rindu pada kemerdekaan yang sejati.
Mereka, rakyat bangsa ini pun ingin merasakan nikmatnya alam kemerdekaan. Tetapi pada kenyataannya, rakyat semakin sulit mengenyam pendidikan yang layak, perawatan kesehatan semakin mahal, kesempatan bekerja semakin sempit. Kemiskinan yang merajalela.
Sebuah ironi, wajah pertiwi yang semakin cantik ini, masih saja mengisahkan kepiluan di alam kemerdekaan ini. Anak-anak bangsa ini sudah kehilangan semangat pejuang, kehilangan semangat sebagai bangsa merdeka dan memerdekakan bangsanya. Sebagian besar larut dalam pesta pora yang semakin jauh dari cita-cita mulia, menjadi bangsa yang adil dan makmur.
Semangat persatuan makin kendor saja. Keadilan adalah bila hasrat pribadi atau kelompoknya terpenuhi, tidak peduli orang lain dan kelompok lain merana. Makmur adalah bila pribadi mendapatkan fasilitas negara. Menari di atas penderitaan bangsanya sendiri. Berkuasa adalah kesempatan untuk menindas bukan mengayomi yang mendaulatnya.
Inikah yang dicita-citakan para pejuang kemerdekaan itu? Merdeka adalah kesempatan mengeruk kekayaan sebanyak-banyaknya. Merdeka adalah bebas mengumbar nafsu birahi. Merdeka adalah menindas orang lain. Merdeka adalah bebas melanggar hukum. Sungguh, saat ini para pejuang itu akan bersedih hati. Anak-anak bangsa ini sudah tidak lagi menghargai darah dan nyawa mereka. Meski setiap 17 Agustus mereka berteriak, Merdeka!
18 Agustus 2008
Syaharani Akan Berdagang Merchandise
Hari Nugroho
Artis Syaharani dipastikan akan meramaikan Solo International Ethnic Music Festival EXPO 2008. Pemilik album Queenfireworks: Buat Kamu ini, disamping punya karakter suara yang bisa bermain di segala jenis musik, ternyata dia juga punya bisnis dibidang merchandise. Karena itulah, saat mendengar kabar tentang SIEM 2008 yang juga mengadakan EXPO, Syaharani langsung merespon.
"Gue ikut dalam EXPO dong," kata Syaharani. Tidak hanya itu, Syaharani juga merupakan salah satu bintang tamu yang turut diundang oleh panitia SIEM 2008. Bintang tamu lain yang diundang antara lain Balawan, Vicky Sianipar, Inisissri, Reza Artamevia, serta Gilang Ramadhan.
Respon terhadap SIEM EXPO juga datang dari puteri Pengusaha Sigit Haryoyudanto, Andini dan Walikota Solo Joko “Jokowi” Widodo. Stan dari Andini berupa produk tas, sepatu, dan sandal ekslusif, sedangkan Pak Jokowi akan menampilkan produk-produk handycraft unggulan.
SIEM yang sedianya diadakan pada tanggal 17 hingga 21 Agustus 2008 ini diundur menjadi tanggal 28 Oktober hingga 1 November 2008. Menurut Manajer Komunikasi SIEM 2008, Dwi Prasetya, pengunduran jadwal SIEM kali ini dimaksudkan untuk menyesuaikan pelaksanaan Organization World Heritage Cities (OWHC).
Kedua event itu pada dasarnya berada dalam perspektif budaya. Jika SIEM memposisikan musik etnik di tengah kebudayaan global, maka WHC memunculkan kesadaran pentingnya sebuah warisan budaya atau heritage bagi kebudayaan manusia.
“Agar kedua event itu efektif, beresonansi tinggi dan saling melengkapi serta memperkaya pemahaman kebudayaan, maka SIEM kami ubah waktu pelaksanaannya. Perubahan ini tidak mengubah susunan delegasi festival, panelis konferensi serta para tenan di arena expo,” kata Dwi Prasetya.
Photo by: www.allaboutjazz.com
www.siemfestival.com
Artis Syaharani dipastikan akan meramaikan Solo International Ethnic Music Festival EXPO 2008. Pemilik album Queenfireworks: Buat Kamu ini, disamping punya karakter suara yang bisa bermain di segala jenis musik, ternyata dia juga punya bisnis dibidang merchandise. Karena itulah, saat mendengar kabar tentang SIEM 2008 yang juga mengadakan EXPO, Syaharani langsung merespon.
"Gue ikut dalam EXPO dong," kata Syaharani. Tidak hanya itu, Syaharani juga merupakan salah satu bintang tamu yang turut diundang oleh panitia SIEM 2008. Bintang tamu lain yang diundang antara lain Balawan, Vicky Sianipar, Inisissri, Reza Artamevia, serta Gilang Ramadhan.
Respon terhadap SIEM EXPO juga datang dari puteri Pengusaha Sigit Haryoyudanto, Andini dan Walikota Solo Joko “Jokowi” Widodo. Stan dari Andini berupa produk tas, sepatu, dan sandal ekslusif, sedangkan Pak Jokowi akan menampilkan produk-produk handycraft unggulan.
SIEM yang sedianya diadakan pada tanggal 17 hingga 21 Agustus 2008 ini diundur menjadi tanggal 28 Oktober hingga 1 November 2008. Menurut Manajer Komunikasi SIEM 2008, Dwi Prasetya, pengunduran jadwal SIEM kali ini dimaksudkan untuk menyesuaikan pelaksanaan Organization World Heritage Cities (OWHC).
Kedua event itu pada dasarnya berada dalam perspektif budaya. Jika SIEM memposisikan musik etnik di tengah kebudayaan global, maka WHC memunculkan kesadaran pentingnya sebuah warisan budaya atau heritage bagi kebudayaan manusia.
“Agar kedua event itu efektif, beresonansi tinggi dan saling melengkapi serta memperkaya pemahaman kebudayaan, maka SIEM kami ubah waktu pelaksanaannya. Perubahan ini tidak mengubah susunan delegasi festival, panelis konferensi serta para tenan di arena expo,” kata Dwi Prasetya.
Photo by: www.allaboutjazz.com
www.siemfestival.com
BERITA UNGGULAN
JADI YANG BENAR DIADILI DI MANA NIH?
Pernyataan Kepala Pusat Penerangan Markas Besar Tentara Nasional Indonesia (TNI) mendapatkan respon dari Amnesty Internasional Indonesia.
Postingan Populer
-
Kencan, bisa dilakukan kapan saja. Dalam Solusi Ibu kali ini, membahas kencan dengan pasangan, di tengah-tengah kehidupan keluarga yang mung...
-
Dilansir melalui Website, Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) menggelar rapat koordinasi bersama Komando Resor Militer (Korem) 033 Wira Prata...
-
Bangun Sejahtera Indonesia Maslahat (BSI Maslahat) Membuatkan Sekolah Darurat Sementara untuk Sekolah Dasar Naglaasih, di Desa Naglasari, Ke...
Banyak dikunjungi
-
Kencan, bisa dilakukan kapan saja. Dalam Solusi Ibu kali ini, membahas kencan dengan pasangan, di tengah-tengah kehidupan keluarga yang mung...
-
Dilansir melalui Website, Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) menggelar rapat koordinasi bersama Komando Resor Militer (Korem) 033 Wira Prata...
-
Bangun Sejahtera Indonesia Maslahat (BSI Maslahat) Membuatkan Sekolah Darurat Sementara untuk Sekolah Dasar Naglaasih, di Desa Naglasari, Ke...
-
Anggota Komisi III Fraksi PKB DPR RI, Hasbiallah Ilyas meminta Polri mengusut kasus tewasnya Darso warga Kampung Gilisari, Kelurahan Purwosa...
-
Bagaimana hubungan wartawan dengan nara-sumbernya? Pertanyaan itu tiba-tiba muncul seiring kasus korupsi KTP elektronik dengan tersangka ...