Iman D. Nugroho
"Hei rek! Koncone kena bedil!" Teriakan Lasidi itu menghentikan langkah seribu belasan penduduk Kecamatan Kedung Adem, Bojonegoro yang lari tunggal langgang usai mendengar suara tembakan. Satu persatu mereka kembali ke pinggir hutan Sekidang. Di tempat itu Bambang Sutejo dan Sucipto terkapar dengan luka tembak di kepala. Pencari kayu bakar itu tewas seketika.
Kenangan itu tak bisa hilang dari benak Lasidi dkk. Kejadian Rabu (23/04/08) lalu di Hutan Sekidang, 30-an Km Kota Bojonegoro Jawa Timur, benar-benar di luar dugaan. Apalagi, dalam tragedi itu, dua orang tewas dan seorang lagi luka serius karena peluru yang ditembakkan aparat Perhutani. "Sampai sekarang Saya masih teringat," kata Lasidi dalam bahasa jawa.
Peristiwa penembakan itu berawal ketika 20 orang pencari kayu bakar (recek/ranting) beristirahat di pinggir Hutan Sekidang. Di tempat itu, mereka membuka bekal makan siang yang dibawa dari rumah. "Kami tidak berangkat bersama-sama, tapi sudah menjadi kebiasaan bertemu di pinggir hutan itu ketika waktu beristirahat tiba," kata Nuri, penduduk Kedung Adem.
Di tengah-tengah waktu bersantai itu, tiba-tiba terdengar suara tembakan. Tidak beraturan, namun terdengar menyalak hingga 15 kali. Pencari ranting kayu yang mendengar itu sontak berlarian ke berbagai arah. Saat situasi kacau itulah, sekilas Nuri melihat leher Yudianto mengeluarkan darah. Spontan tubuh Yudianto diraih dan berusaha didudukkan di tanah. "Yudianto langsung lemas,..saya rangkul dan membantunya duduk di tanah," kenang Nuri.
Saat suara senapan tidak lagi terdengar, Lasidi, salah satu pencari kayu yang ketika itu duduk agak jauh dari kerumunan, berinisiatif kembali ke tempat mereka berkumpul. Saat itulah, Lasidi melihat dua orang patugas Perhutani berbaju kaos sedang berdiri di samping Bambang, salah satu pencari kayu yang tergeletak.
"Saya melihat dua orang, yang satu membawa senapan, yang lain membawa pentungan di dekat Bambang. Orang yang membawa senapan menodongkan senapannya ke arah Saya,..kemudian Saya berteriak Hei Rek! Koncone kena bedil (hei kawan kita kena tembak-RED)," kenang Lasidi. Teriakan Lasidi membuat dua orang yang kemudian diketahui sebagai aparat Perhutani itu lari.
Beberapa pencuri ranting kayu yang sudah berlarian, satu persatu kembali ke lokasi peristirahatan. Sekitar 10 meter dari mayat Bambang, ditemukan pula mayat pencari kayu lain, Sucipto yang juga sudah meregang nyawa. "Keduanya meninggal dunia, Bambang dan Sucipto tertembak di kepala, hanya Yudianto yang tertembak di leher yang masih hidup," kata Lasidi.
Di tengah rasa takut bila dua aparat perhutani itu kembali menembak, para pencari ranting kayu itu membuat tandu dari kayu hutan untuk membawa dua jenazah kembali ke desa Babad di Kecamatan Kedung Adem.
SENGKETA HUTAN
Hingga saat ini, Nuri dan Lasidi dkk tidak mengerti alasan penembakan aparat Perhutani. Warga menduga, aparat Perhutani mengira kelompok orang yang sedang beristirahat itu sebagai pencuri kayu jati. Padahal tidak. Nuri mengungkapkan, kehadiran warga Kedung Adem di Hutan Sekidang saat itu hanya untuk mencari kayu bakar untuk kebutuhan memasak.
Namun, kabar yang beredar justru sebaliknya. Peristiwa yang terjadi di petak 18 Hutan Sekidang itu disebut-sebut sebagai "prestasi" aparat Perhutani yang sudah melumpuhkan pencuri kayu. Bahkan, dikabarkan pula ada upaya penyerangan dari para pencuri kayu ke petugas Perhutani yang sedang berpatroli. Karena membela diri, aparat Perhutani melakukan penembakan. Di sejumlah media Menteri Kehutanan (Menhut), MS Ka’ban membenarkan berita itu.
"Kami bukan pencuri kayu, saat itu kami hanya membawa bendo (golok), gergaji kecil, air minum dan bekal makanan, masa bisa pencuri kayu jati hutan yang besar-besar dilakukan dengan bendo dan gergaji kecil?" kata Nuri. Sialnya, saat peristiwa itu terjadi, aparat Perhutani tidak melakukan pengecekan terlebih dahulu. "Tidak ada peringatan, tahu-tahu ada suara tembakan," kata Nuri.
Pemeriksaan yang dilakukan Polisi Bojonegoro kepada enam anggota aparat Perhutani, menetapkan pelaku penembakan mantri hutan Sekidang, Supriyanto (33) sebagai tersangka. Dalam pemeriksaan itu, polisi menyita senjata api (senpi) jenis PM 1 A 1 buatan PT Pindad yang sudah memuntahkan sembilan peluru, sebagai barang bukti.
Peristiwa penembakan di Hutan Sekidang Bojonegoro menambah daftar panjang konflik di areal hutan di Pulau Jawa. Dalam catatan Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM), 32 orang meninggal dunia karena konflik di hutan Pulau Jawa. sepanjang tahun 1998-2008. Lebih dari 69 orang luka-luka. "Konflik itu melibatkan 6300 desa yang ada di sekitar hutan," kata Anggota Komnas HAM, Syafruddin Ngulma Simeulue.
Di Bojonegoro, konflik yang terkait dengan hutan sering kali terjadi. Di kabupaten yang merupakan kabupaten termiskin ke-5 di Jawa Timur ini memiliki 98 ribu Ha hutan. Sekitar 40 persen penduduk Bojonegoro menggantungkan kehidupannya dari hasil hutan. Karena itulah, Bupati Bojonegoro memahami mengapa seringkali ada konflik yang terkait dengan hutan. "Waktu saya jalan-jalan ke Lembaga Pemasyarakatan Bojonegoro, 60 persen narapidana dipenjara karena kasus pencurian kayu," katanya.
Karena itulah, meski belum berjalan maksimal, pemerintah Kabupaten Bojonegoro sudah "mengajak bicara" 5 Administratur Kehutanan di Bojonegoro untuk berkomitmen mengurangi konflik yang terkait hasil hutan. Hasilnya, dibentuk 38 Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Sayangnya, informasi yang diperoleh The Jakarta Post di lapangan menyebutkan, LMDH justru tidak memakmurkan masyarakat hutan. "MLDH justru menjadi lembaga yang seringkali memonopoli hasil hutan," kata sumber The Post.
Awal Mei ini, tiga anggota Komnas HAM, Syafruddin Ngulma Simeulue, Nur Cholis dan Kabul Supriyadi turun ke Bojonegoro untuk mencari kejelasan peristiwa itu. Syafruddin Ngulma yang juga Mantan Direktur Eksekutif Wahana Lingkungn Hidup (Walhi) Jatim ini mengatakan, konflik di sekitar hutan adalah akumulasi pengelolaan hutan yang tumpang tindih di Indonesia.
Misalnya saja regulasi soal tata batas hutan yang hingga saat ini belum dibuat. "Bahkan ada desa yang tiba-tiba saja masuk bagian dari hutan, ini kan jelas tidak benar," kata Syafruddin Ngulma. Di Jawa Timur saja, fungsi kelola 315 hutan lindung yang seharusnya berfungsi sebagai hutan lindung, justru digunakan Perhutani sebagai hutan kelola.
Ironisnya, penataan yang belum baik itu memposisikan masyarakat sekitar hutan sebagai pihak yang dirugikan. Seringkali, masyarakat dituduh sebagai pencuri kayu, saat mereka akan memanfaatkan hutan untuk kehidupannya. "Jangan lupa, UU Agraria menjamin fungsi sosial tanah untuk masyarakat, hasil hutan adalah hak masyarakat yang juga harus dipenuhi," kata Anggota Komnas HAM Nur Cholis.
Youtube Pilihan Iddaily: MBG
03 Mei 2008
11 Kasus Kekerasan Terjadi di Jawa Timur dan Madura
Press Release
"Ketika jurnalis dipenjarakan, hak informasi publik dipidana, perempuan dan pemeluk agama dilecehkan, maka tunggulah hari-hari kegelapan itu.."
Hari ini, 3 Mei 2008, masyarakat pers di dunia memperingati Hari
Kebebasan Pers atau World Press Freedom Day. Aliansi Jurnalis
Independen (AJI) mengingatkan kekerasan terhadap pers dan ancaman
kriminalisasi dapat mengancam kebebasan pers dan hak informasi publik
secara luas.
Sejak Mei 2007 sampai Mei 2008 Aliansi Jurnalis Independen (AJI)
Indonesia menghimpun 60 kasus kekerasan terhadap jurnalis dalam
berbagai bentuk. Dalam periode itu terjadi 7 kasus ancaman, 5 kasus
pelecehan, 7 kasus pengusiran, 3 kasus pemenjaraan, 4 kasus sensor
berita, 21 kasus serangan fisik, dan 8 kasus tuntutan hukum.
Berdasarkan sebaran wilayah, kekerasan paling banyak terjadi di
propinsi DKI Jakarta (13 kasus), Jawa Timur dan Madura (11 kasus),
serta Jawa Barat dan Depok (8 kasus). Dari segi pelaku kekerasan
terhadap pers dan jurnalis yang terbanyak ialah massa dan preman,
aparat pemerintah, dan aparat TNI/Polri.
Contoh : Dua wartawan TV dan seorang jurnalis radio babak belur
dikeroyok massa di alun-alun Bojonegoro karena kecewa dengan
pemberitaan pers (30/4). Sebelumnya (2/4) dua wartawan TV-One yang
sedang bertugas dianiaya oknum Angkatan Laut yang "berdinas" di
kawasan bisnis Cikarang, Bekasi. Di NTT, secara berturut-turut
wartawan Expo NTT disiksa Sekretaris Daerah Ende (16/2), dan wartawan
Pos Kupang dikeroyok oleh 4 orang preman terkait pemberitaan (17/2).
Kekerasan Non-Fisik
Di luar kekerasan langsung bersifat fisik, kebebasan pers di tanah air
terancam oleh segelintir orang yang menggunakan kekuasaan uang atau
jabatannya. Pada September 2007, wartawan Tempo, Metta Darmasaputra
yang melakukan investigasi dugaan penggelapan pajak oleh PT Asian Agri
milik taipan Sukanto Tanoto, justru disadap dan diancam dipidanakan
oleh aparat Kepolisian Metro Jaya. Fakta ini menunjukkan bahwa
jurnalis dan yang menjalankan fungsi kontrol sosialnya dengan benar
lebih sering mengalami ancaman dan bahaya.
Kekerasan tidak langsung juga dilakukan oleh aparatur penegak hukum
dari Kejaksaan sampai Mahkamah Agung. Sederet kasus penuntutan,
pelarangan terbit dan penghukuman oleh pengadilan terjadi sepanjang
Mei 2007-Mei 2008. Risang Bima Wiyaja (Radar Yogya), Dahri Uhum
(Tabloid Oposisi-Medan), Majalah Time (Asia), dan Edy Sumarsono
(Tabloid Investigasi-Jakarta) adalah sederet nama yang dipaksa
menjalani tuntutan dan putusan pemidanaan akibat pemberitaan pers.
Mereka adalah korban kriminalisasi oleh negara justru pada saat
Indonesia telah memiliki Undang Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 yang
"bersifat" lex spesialis.
Yang terbaru, negara seolah menyatakan keinginannya untuk kembali
mengontrol kehidupan publik dan pers melalui peraturan Undang Undang
(UU) yang berpotensi menghambat dan mengkriminalkan pers. Sebut saja
UU Informasi dan Transaksi Elektronik, UU Keterbukaan Informasi
Publik, RUU Pemilu, dan RUU KUHP yang didalamnya mengandung ancaman
penjara dan denda bagi khususnya pers dan publik, yang melanggar
aturan tersebut. Padahal menghadapi pasal pencemaran nama baik (310,
311, 207 KUHP) sudah banyak pers menjadi korban. Jika situasi ini
dibiarkan bukan tidak mungkin Indonesia kembali ke zaman dimana pers
dan rakyatnya bisa dipidanakan oleh penguasa atas nama kerahasiaan
atau nama baik yang tercemar.
Menyambut Hari Kebebasan Pers Sedunia (World Press Freedom Day) 3 Mei
2008, AJI menyatakan keprihatinan mendalam atas terjadinya berbagai
tindak kekerasan terhadap pers. Situasi ini menggambarkan merosotnya
penghargaan publik terhadap pers dan belum optimalnya kesadaran aparat
pemerintah tentang peran dan fungsi pers yang sesungguhnya. AJI
Indonesia kembali mengingatkan bahwa kebebasan pers dijamin dalam
Konstitusi dan Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Dengan ini Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menyatakan :
1. Meminta aparat penegak hukum tidak lagi melakukan pemidanaan
terhadap karya jurnalistiknya dan ikut membantu menghentikan
terjadinya tindak kekerasan terhadap pers dan jurnalis
2. Mengajak semua pihak untuk menggunakan mekanisme yang telah
disediakan oleh UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers apabila menghadapi
sengketa karya jurnalistik, yakni menggunakan hak jawab, hak koreksi,
dan mengadu kepada Dewan Pers
3. Mengajak setiap jurnalis agar meningkatkan profesionalisme dan
kepatuhan terhadap kode etik jurnalistik, menjauhi praktek-praktek
tidak terpuji yang menjatuhkan citra pers dan jurnalis secara umum.
Mari satukan langkah menghadapi ancaman kebebasan pers yang makin
nyata.
Ketua AJI Indonesia
Heru Hendratmoko
Ketua Umum Koordinator Divisi Advokasi
Eko Maryadi
"Ketika jurnalis dipenjarakan, hak informasi publik dipidana, perempuan dan pemeluk agama dilecehkan, maka tunggulah hari-hari kegelapan itu.."
Hari ini, 3 Mei 2008, masyarakat pers di dunia memperingati Hari
Kebebasan Pers atau World Press Freedom Day. Aliansi Jurnalis
Independen (AJI) mengingatkan kekerasan terhadap pers dan ancaman
kriminalisasi dapat mengancam kebebasan pers dan hak informasi publik
secara luas.
Sejak Mei 2007 sampai Mei 2008 Aliansi Jurnalis Independen (AJI)
Indonesia menghimpun 60 kasus kekerasan terhadap jurnalis dalam
berbagai bentuk. Dalam periode itu terjadi 7 kasus ancaman, 5 kasus
pelecehan, 7 kasus pengusiran, 3 kasus pemenjaraan, 4 kasus sensor
berita, 21 kasus serangan fisik, dan 8 kasus tuntutan hukum.
Berdasarkan sebaran wilayah, kekerasan paling banyak terjadi di
propinsi DKI Jakarta (13 kasus), Jawa Timur dan Madura (11 kasus),
serta Jawa Barat dan Depok (8 kasus). Dari segi pelaku kekerasan
terhadap pers dan jurnalis yang terbanyak ialah massa dan preman,
aparat pemerintah, dan aparat TNI/Polri.
Contoh : Dua wartawan TV dan seorang jurnalis radio babak belur
dikeroyok massa di alun-alun Bojonegoro karena kecewa dengan
pemberitaan pers (30/4). Sebelumnya (2/4) dua wartawan TV-One yang
sedang bertugas dianiaya oknum Angkatan Laut yang "berdinas" di
kawasan bisnis Cikarang, Bekasi. Di NTT, secara berturut-turut
wartawan Expo NTT disiksa Sekretaris Daerah Ende (16/2), dan wartawan
Pos Kupang dikeroyok oleh 4 orang preman terkait pemberitaan (17/2).
Kekerasan Non-Fisik
Di luar kekerasan langsung bersifat fisik, kebebasan pers di tanah air
terancam oleh segelintir orang yang menggunakan kekuasaan uang atau
jabatannya. Pada September 2007, wartawan Tempo, Metta Darmasaputra
yang melakukan investigasi dugaan penggelapan pajak oleh PT Asian Agri
milik taipan Sukanto Tanoto, justru disadap dan diancam dipidanakan
oleh aparat Kepolisian Metro Jaya. Fakta ini menunjukkan bahwa
jurnalis dan yang menjalankan fungsi kontrol sosialnya dengan benar
lebih sering mengalami ancaman dan bahaya.
Kekerasan tidak langsung juga dilakukan oleh aparatur penegak hukum
dari Kejaksaan sampai Mahkamah Agung. Sederet kasus penuntutan,
pelarangan terbit dan penghukuman oleh pengadilan terjadi sepanjang
Mei 2007-Mei 2008. Risang Bima Wiyaja (Radar Yogya), Dahri Uhum
(Tabloid Oposisi-Medan), Majalah Time (Asia), dan Edy Sumarsono
(Tabloid Investigasi-Jakarta) adalah sederet nama yang dipaksa
menjalani tuntutan dan putusan pemidanaan akibat pemberitaan pers.
Mereka adalah korban kriminalisasi oleh negara justru pada saat
Indonesia telah memiliki Undang Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 yang
"bersifat" lex spesialis.
Yang terbaru, negara seolah menyatakan keinginannya untuk kembali
mengontrol kehidupan publik dan pers melalui peraturan Undang Undang
(UU) yang berpotensi menghambat dan mengkriminalkan pers. Sebut saja
UU Informasi dan Transaksi Elektronik, UU Keterbukaan Informasi
Publik, RUU Pemilu, dan RUU KUHP yang didalamnya mengandung ancaman
penjara dan denda bagi khususnya pers dan publik, yang melanggar
aturan tersebut. Padahal menghadapi pasal pencemaran nama baik (310,
311, 207 KUHP) sudah banyak pers menjadi korban. Jika situasi ini
dibiarkan bukan tidak mungkin Indonesia kembali ke zaman dimana pers
dan rakyatnya bisa dipidanakan oleh penguasa atas nama kerahasiaan
atau nama baik yang tercemar.
Menyambut Hari Kebebasan Pers Sedunia (World Press Freedom Day) 3 Mei
2008, AJI menyatakan keprihatinan mendalam atas terjadinya berbagai
tindak kekerasan terhadap pers. Situasi ini menggambarkan merosotnya
penghargaan publik terhadap pers dan belum optimalnya kesadaran aparat
pemerintah tentang peran dan fungsi pers yang sesungguhnya. AJI
Indonesia kembali mengingatkan bahwa kebebasan pers dijamin dalam
Konstitusi dan Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Dengan ini Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menyatakan :
1. Meminta aparat penegak hukum tidak lagi melakukan pemidanaan
terhadap karya jurnalistiknya dan ikut membantu menghentikan
terjadinya tindak kekerasan terhadap pers dan jurnalis
2. Mengajak semua pihak untuk menggunakan mekanisme yang telah
disediakan oleh UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers apabila menghadapi
sengketa karya jurnalistik, yakni menggunakan hak jawab, hak koreksi,
dan mengadu kepada Dewan Pers
3. Mengajak setiap jurnalis agar meningkatkan profesionalisme dan
kepatuhan terhadap kode etik jurnalistik, menjauhi praktek-praktek
tidak terpuji yang menjatuhkan citra pers dan jurnalis secara umum.
Mari satukan langkah menghadapi ancaman kebebasan pers yang makin
nyata.
Ketua AJI Indonesia
Heru Hendratmoko
Ketua Umum Koordinator Divisi Advokasi
Eko Maryadi
01 Mei 2008
Peringati May Day, Ribuan Buruh Berdemonstrasi di Surabaya
Iman D Nugroho
Hari Buruh Internasional atau dikenal dengan May Day, juga diperingati di Surabaya, Jawa Timur. Kamis (1/5/08) ini, ribuan buruh dari berbagai organisasi buruh dan serikat pekerja, menggelar demonstrasi di Surabaya. Tercatat Front Perjuangan Rakyat yang terdiri dari elemen buruh dan mahasiswa, Aksi Buruh Menggugat (ABM) Jatim, Konggres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Jatim, Federasi serikat Pekerja Metal Indonesia Jatim, Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia Persatuan Rakyat Miskin hingga Aliansi Buruh Jember tumbah ruah dalam demonstrasi di beberapa titik kota.
Aksi yang dilakukan hampir serentak itu mengusung isu-isu perbaikan nasib dan keadilan buruh yang semakin lama semakin tidak terasa di Indonesia. Seperti masih adanya sistem pekerja kontrak dan outsourching, tidak adanya perlindungan bagi buruh migran, masih adanya aksi represif pada buruh tani, harga-harga pokok yang merangkak naik dan masih mahalnya biaya pendidikan di Indonesia. Juga, masih tidak adanya kondisi dunia kesehatan yang murah bahkan gratis. "Semua itu membuat kondisi buruh semakin terpuruk," kata Anggoro Cholili, Humas Front Perjuangan Rakyat (FPR).
Konsentrasi aksi buruh paling banyak terjadi di Jl. Pahlawan, Surabaya. Di tempat ini, ribuan buruh membentangkan spanduk dan ratusan bendera dari berbagai elemen yang ikut sebagai massa aksi. Satu persatu perwakilan organisasi buruh dan mahasiswa diminta untuk berorasi menyampaikan aspirasinya. Massa aksi mendengarkan orasi dengan serius, sambil sesekali meneriakkan seruan "Hidup buruh!", saat orator meneriakannya dari atas panggung.
Kondisi yang sempat memanas, ketika para buruh bermaksud menutup akses Jl. Pahlawan di depan Kantor Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Ribuan polisi yang sejak pagi berjaga-jaga, menolak keinginan buruh. Sempat terjadi adu mulut antara polisi dan buruh. Meski akhirnya buruh mengalah dan kembali melanjutkan demonstrasi. Menjelang sore, sebagian buruh bergerak ke Jl. Gubernur Suryo, Surabaya, dan meneruskan demonstrasi di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya.
Hari Buruh Internasional atau dikenal dengan May Day, juga diperingati di Surabaya, Jawa Timur. Kamis (1/5/08) ini, ribuan buruh dari berbagai organisasi buruh dan serikat pekerja, menggelar demonstrasi di Surabaya. Tercatat Front Perjuangan Rakyat yang terdiri dari elemen buruh dan mahasiswa, Aksi Buruh Menggugat (ABM) Jatim, Konggres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Jatim, Federasi serikat Pekerja Metal Indonesia Jatim, Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia Persatuan Rakyat Miskin hingga Aliansi Buruh Jember tumbah ruah dalam demonstrasi di beberapa titik kota.
Aksi yang dilakukan hampir serentak itu mengusung isu-isu perbaikan nasib dan keadilan buruh yang semakin lama semakin tidak terasa di Indonesia. Seperti masih adanya sistem pekerja kontrak dan outsourching, tidak adanya perlindungan bagi buruh migran, masih adanya aksi represif pada buruh tani, harga-harga pokok yang merangkak naik dan masih mahalnya biaya pendidikan di Indonesia. Juga, masih tidak adanya kondisi dunia kesehatan yang murah bahkan gratis. "Semua itu membuat kondisi buruh semakin terpuruk," kata Anggoro Cholili, Humas Front Perjuangan Rakyat (FPR).
Konsentrasi aksi buruh paling banyak terjadi di Jl. Pahlawan, Surabaya. Di tempat ini, ribuan buruh membentangkan spanduk dan ratusan bendera dari berbagai elemen yang ikut sebagai massa aksi. Satu persatu perwakilan organisasi buruh dan mahasiswa diminta untuk berorasi menyampaikan aspirasinya. Massa aksi mendengarkan orasi dengan serius, sambil sesekali meneriakkan seruan "Hidup buruh!", saat orator meneriakannya dari atas panggung.
Kondisi yang sempat memanas, ketika para buruh bermaksud menutup akses Jl. Pahlawan di depan Kantor Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Ribuan polisi yang sejak pagi berjaga-jaga, menolak keinginan buruh. Sempat terjadi adu mulut antara polisi dan buruh. Meski akhirnya buruh mengalah dan kembali melanjutkan demonstrasi. Menjelang sore, sebagian buruh bergerak ke Jl. Gubernur Suryo, Surabaya, dan meneruskan demonstrasi di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya.
30 April 2008
Metro TV Paling Dipercaya
Iman D. Nugroho
Stasiun televisi Metro TV menjadi stasiun televisi yang paling dipercaya siaran beritanya dengan perolehan suara 25 persen dari 74 voter. Hal itu yang tampak dalam polling ID Daily bertema Siaran Televisi yang Paling Dipercaya siaran Beritanya. Disusul oleh RCTI dan SCTV yang berada di urutan ke dua dengan perolehan suara seimbang, 17 persen. Diurutan ketiga, publik memilih Trans7, dengan perolehan suara 12 persen.
Urutan keempat diduduki TVRI dan Trans TV yang memperoleh 8 persen suara. Di bawahnya, urutan ke lima bertengger TV One dan Kabel TV dengan perolehan 4 persen suara. Sementara Indosiar, Global TV, ANTV dan stasiun televisi lokal diurutan ke-6 dengan 2 persen suara. Paling bawah, stasiun televisi TPI. Tidak ada suara yang memilih stasiun TV ini.
Menariknya, dalam kolom "tidak ada", terdapat 10 persen suara. Lebih besar dari kolom "pilih semua" yang hanya memperoleh 6 persen suara. Apakah berarti jumlah orang yang sama sekali tidak percaya stasiun televisi menunjukkan meningkatnya kekritisan masyarakat atas siaran televisi? Entahlah.
Urutan Selengkapnya:
1. Metro TV : 25 persen
2. RCTI dan SCTV : 17 persen
3. Trans7 : 12 persen
4. TVRI dan Trans TV : 4 persen
5. Indosiar, Global TV dan TV Lokal: 2 persen
6. TPI : 0 persen
*Polling selanjutnya akan mencari penyelesaikan terbaik soal agama-agama di Indonesia yang dianggap "menyimpang".
Stasiun televisi Metro TV menjadi stasiun televisi yang paling dipercaya siaran beritanya dengan perolehan suara 25 persen dari 74 voter. Hal itu yang tampak dalam polling ID Daily bertema Siaran Televisi yang Paling Dipercaya siaran Beritanya. Disusul oleh RCTI dan SCTV yang berada di urutan ke dua dengan perolehan suara seimbang, 17 persen. Diurutan ketiga, publik memilih Trans7, dengan perolehan suara 12 persen.
Urutan keempat diduduki TVRI dan Trans TV yang memperoleh 8 persen suara. Di bawahnya, urutan ke lima bertengger TV One dan Kabel TV dengan perolehan 4 persen suara. Sementara Indosiar, Global TV, ANTV dan stasiun televisi lokal diurutan ke-6 dengan 2 persen suara. Paling bawah, stasiun televisi TPI. Tidak ada suara yang memilih stasiun TV ini.
Menariknya, dalam kolom "tidak ada", terdapat 10 persen suara. Lebih besar dari kolom "pilih semua" yang hanya memperoleh 6 persen suara. Apakah berarti jumlah orang yang sama sekali tidak percaya stasiun televisi menunjukkan meningkatnya kekritisan masyarakat atas siaran televisi? Entahlah.
Urutan Selengkapnya:
1. Metro TV : 25 persen
2. RCTI dan SCTV : 17 persen
3. Trans7 : 12 persen
4. TVRI dan Trans TV : 4 persen
5. Indosiar, Global TV dan TV Lokal: 2 persen
6. TPI : 0 persen
*Polling selanjutnya akan mencari penyelesaikan terbaik soal agama-agama di Indonesia yang dianggap "menyimpang".
29 April 2008
NU Jatim Serukan Jaga Ketentraman Dalam Penanganan Ahmadiyah
Iman D. Nugroho
Meskipun setuju dengan keputusan pemerintah yang menganggap ajaran Ahmadiyah tidak sesuai ajaran Islam, namun Nahdlatul Ulama Jawa Timur (PWNU) Jawa Timur secara tegas menyatakan tidak setuju dengan tindakan anarkhis terhadap Ahmadiyah. NU Jawa Timur menghimbau semua pihak untuk menjaga ketentraman masyarakat.
Hal itu dikatakan Wakil Syuriah PWNU Jatim KH. Abdurrahman Navis pada The Jakarta Post, Selasa (29/04/08) di Surabaya. "NU Jatim memperdulikan ketentraman masyarakat, tidak membenarkan membakar masjid, jangan sampai terjadi di Jawa Timur," kata KH. Abdurrahman Navis. Penyelesaian yang paling baik, kata KH. Abdurrahman Navis adalah dengan berdialog. Dalam dialog itu, kata Navis, NU sebisa mungkin akan mengajak jemaah Ahmadiyah untuk kembali lagi kepada ajaran Islam yang benar. "Semuanya akan selesai dengan dialog yang baik pula," katanya.
Seperti yang diberitakan The Jakarta Post, tindakan brutal dilakukan Forum Komunikasi Jemaah Al Mubalighin, SUkabumi. Yakni membakar masjid milik Ahmadiyah di desa Parakan Salak, Sukabumi, Jawa Barat, Senin (28/04/08) lalu. Tindakan itu dilakukan setelah Pemerintah melalui Bakor Pakem didukung Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan Ahmadiyah sebagai ajaran yang tidak sesuai dengan Islam.
Tindakan pembakaran masjid itu, kata KH. Abdurrahman Navis tidak bisa dibenarkan. Disamping tidak manusiawi, pembakaran masjid juga tidak mampu menyelesaikan masalah utamanya. "Masih ada cara-cara yang manusiawi yang bisa dilakukan untuk menangani Ahmadiyah, tidak dengan membakar masjid seperti itu, jangan sampai peristiwa serupa terjadi di Jawa Timur," kata KH. Abdurrahman Navis.
Sementara itu, Ma'sum Ahmad dari Ahmadiyah Surabaya mengatakan, berbagai reaksi masyarakat pada organisasi keagamaan tempatnya bernaung tidak akan membuat warga Ahmadiyah untuk membalas. Ahmadiyah memilih untuk bersabar sekaligus cooling down. Kegiatan-kegiatan rutin seperti pengajian dan pertemuan jemaah Ahmadiyah yang biasa dilakukan, untuk sementara ditiadakan. "Kami hanya akan melakukan sholat berjamaah saja, tanpa pengajian-pengajian seperti yang kami lakukan sebelumnya," kata Ma'sum pada The Post.
Warga Ahmadiyah di seluruh Jawa Timur, kata Ma'sum percaya bahwa kepolisian Jawa Timur bisa melindungi mereka dari aksi massa yang mungkin akan terjadi. Selasa ini misalnya, perwakilan dari Polda Jawa Timur menggelar pertemuan dengan Ahmadiyah Surabaya untuk meyakinkan warga Ahmadiyah atas perlindungan yang diberikan polisi. "Kami percaya, polisi akan melindungi jemaah Ahmadiyah dari tindakan-tindakan anarkhis," katanya.
Ma'sum mengungkapkan, semua reaksi masyarakat atas ajarannya, termasuk dari NU, dipandang sebagai masukan yang baik. Namun tidak lantas membuat jemaah Ahmadiyah akan keluar dari organisasi dan merubah diri. "Semua adalah masukan yang baik, kami di Ahmadiyah Surabaya masih menunggu keputusan Ahmadiyah Jakarta," kata Ma'sum.
Meskipun setuju dengan keputusan pemerintah yang menganggap ajaran Ahmadiyah tidak sesuai ajaran Islam, namun Nahdlatul Ulama Jawa Timur (PWNU) Jawa Timur secara tegas menyatakan tidak setuju dengan tindakan anarkhis terhadap Ahmadiyah. NU Jawa Timur menghimbau semua pihak untuk menjaga ketentraman masyarakat.
Hal itu dikatakan Wakil Syuriah PWNU Jatim KH. Abdurrahman Navis pada The Jakarta Post, Selasa (29/04/08) di Surabaya. "NU Jatim memperdulikan ketentraman masyarakat, tidak membenarkan membakar masjid, jangan sampai terjadi di Jawa Timur," kata KH. Abdurrahman Navis. Penyelesaian yang paling baik, kata KH. Abdurrahman Navis adalah dengan berdialog. Dalam dialog itu, kata Navis, NU sebisa mungkin akan mengajak jemaah Ahmadiyah untuk kembali lagi kepada ajaran Islam yang benar. "Semuanya akan selesai dengan dialog yang baik pula," katanya.
Seperti yang diberitakan The Jakarta Post, tindakan brutal dilakukan Forum Komunikasi Jemaah Al Mubalighin, SUkabumi. Yakni membakar masjid milik Ahmadiyah di desa Parakan Salak, Sukabumi, Jawa Barat, Senin (28/04/08) lalu. Tindakan itu dilakukan setelah Pemerintah melalui Bakor Pakem didukung Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan Ahmadiyah sebagai ajaran yang tidak sesuai dengan Islam.
Tindakan pembakaran masjid itu, kata KH. Abdurrahman Navis tidak bisa dibenarkan. Disamping tidak manusiawi, pembakaran masjid juga tidak mampu menyelesaikan masalah utamanya. "Masih ada cara-cara yang manusiawi yang bisa dilakukan untuk menangani Ahmadiyah, tidak dengan membakar masjid seperti itu, jangan sampai peristiwa serupa terjadi di Jawa Timur," kata KH. Abdurrahman Navis.
Sementara itu, Ma'sum Ahmad dari Ahmadiyah Surabaya mengatakan, berbagai reaksi masyarakat pada organisasi keagamaan tempatnya bernaung tidak akan membuat warga Ahmadiyah untuk membalas. Ahmadiyah memilih untuk bersabar sekaligus cooling down. Kegiatan-kegiatan rutin seperti pengajian dan pertemuan jemaah Ahmadiyah yang biasa dilakukan, untuk sementara ditiadakan. "Kami hanya akan melakukan sholat berjamaah saja, tanpa pengajian-pengajian seperti yang kami lakukan sebelumnya," kata Ma'sum pada The Post.
Warga Ahmadiyah di seluruh Jawa Timur, kata Ma'sum percaya bahwa kepolisian Jawa Timur bisa melindungi mereka dari aksi massa yang mungkin akan terjadi. Selasa ini misalnya, perwakilan dari Polda Jawa Timur menggelar pertemuan dengan Ahmadiyah Surabaya untuk meyakinkan warga Ahmadiyah atas perlindungan yang diberikan polisi. "Kami percaya, polisi akan melindungi jemaah Ahmadiyah dari tindakan-tindakan anarkhis," katanya.
Ma'sum mengungkapkan, semua reaksi masyarakat atas ajarannya, termasuk dari NU, dipandang sebagai masukan yang baik. Namun tidak lantas membuat jemaah Ahmadiyah akan keluar dari organisasi dan merubah diri. "Semua adalah masukan yang baik, kami di Ahmadiyah Surabaya masih menunggu keputusan Ahmadiyah Jakarta," kata Ma'sum.
27 April 2008
Istana Gebang Dijual Sayang, Tapi Diabaikan
Iman D. Nugroho
Rencana keluarga Proklamator RI Ir. Soekarno menjual Istana Gebang di Blitar, Jawa Timur, menuai reaksi. Bahkan, Presiden SBY pun secara khusus meminta Menpora Adyaksa Dault turun gunung untuk menyelesaikannya. Padahal sebelumnya, tidak ada secuil pun perhatian diberikan pemerintah kepada kediaman Soekarno semasa kecil itu.
Seminggu ini, Istana Gebang di Kota Blitar, Jawa Timur banyak dibicarakan. Bukan karena nilai sejarah yang melekat pada bangunan tempat Proklamator Ir. Soekarno dilahirkan itu, namun terpicu rencana keluarga besar Proklamator RI yang akan menjual bangunan dan tanah seluas 1,5 Ha di Jl. Sultan Agung 59 ini. "Saya memang bukan anak biologis Soekarno, tapi saya anak ideologis Soekarno, dan saya keberatan dengan rencana penjualan itu," kata Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) RI Adhyaksa Dault.
SEJARAH ISTANA GEBANG
Istana Gebang adalah sebutan untuk rumah tempat kelahiran Proklamator RI Ir.Soekarno 6 Juni 1901 di Blitar, Jawa Timur. Di rumah inilah, Raden Soekemi Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai membesarkan Kusno Sosrodihardjo atau Soekarno hingga remaja. Sampai kemudian, tokoh yang akrab dipanggil Bung Karno itu pindah ke rumah Haji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto di Surabaya untuk sekolah di Hoogere Burger School (H.B.S.).
Sejak Bung Karno pergi, rumah itu didiami oleh Raden Soekemi Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai, kakak perempuan Soekamini bersama suaminya Puguh. Beserta empat orang anaknya, Sukoyono, Soeyoso, Sukartini dan Hari. Hampir setiap ada waktu luang, Soekarno yang sudah menjadi tokoh nasional, mengunjungi keluarganya di Blitar. "Seperti yang tampak dalam foto ini, Bung Karno mengunjungi ibunya," kata Dhimas Aryo Putro, cicit Soekamini yang kini menjadi penjaga Istana Gebang. Dalam foto itu, Bung Karno berpose dengan ibunya Ida Ayu Nyoman Rai dan Soekamini.
Selama Bung Karno berkuasa menjadi presiden, Istana Gebang menjadi salah satu tempat konsolidasi politik. Sudah tidak terhitung, berapa kali pertemuan politik digelar di tempat ini. Selain itu, Balai Kesenian yang terletak di samping bangunan utama Istana Gebang menjadi tempat berkesenian warga sekitar. "Istana Gebang adalah rumah rakyat, semua orang bisa masuk ke sini," kata Dhimas.
Kondisi mulai berubah ketika iklim politik nasional memanas pada tahun 1965. dan memposisikan Bung Karno sebagai salah "tokoh kunci". Istana Gebang pun sepi. Hanya keluarga dan kerabat saja yang "berani" menginjakkan kaki di sana. Hingga akhirnya Bung Karno menutup mata diusia 69 tahun pada 21 Juni 1970. Istana Gebang hanya menjadi tempat wisata sejarah.
Waktu berjalan. Meski tidak lagi ada aktivitas politik, namun aura Istana Gebang belum hilang. Setiap Juni, selain Makam Soekarno, tempat ini menjadi salah satu lokasi perayaan Hari Ulang tahun (Haul) Soekarno. Aura politik itu juga yang membuat Islan, salah satu abdi dalem penjaga Istana Gebang terpilih menjadi Wakil Rakyat di DPRD Jawa Timur dari PDI Perjuangan pada Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif 2004.
RENCANA PENJUALAN
Rencana penjualan Istana Gebang mulai mencuat pertengahan April 2008 lalu. Ketika itu, sebuah situs internet memuat rencana keluarga menjual Istana Gebang. "Iklan di internet itu dibuat oleh salah satu cucu ibu Soekarmini," kata sumber The Post dari kalangan kerabat Bung Karno. Awalnya, berita itu hanya dianggap angin lalu, sampai akhirnya dua cucu Soekarmini, Retno Triani dan Bambang Sukaputra mengirim surat ke Walikota Blitar Djarot Syaiful Hidayat perihal penjualan Istana Gebang.
Mengapa Istana Gebang dijual? Sumber The Jakarta Post menyebutkan, penjualan Istana Gebang dipicu oleh beberapa hal. Diantaranya, tidak adanya kepeduian pemerintah atas bangunan sejarah itu. Sejak Istana Gebang dianggap memiliki nilai sejarah, baru tahun 2001 Pemerintah Kota Blitar mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Walikota tentang Istana Gebang sebagai Cagar Budaya. "Selama ini, Istana Gebang dianggap tidak ada, tidak pernah diurus oleh pemerintah," kata sumber The Post.
Tidak ada sepeser pun bantuan pemerintah kepada pemeliharaan Istana Gebang. Selama ini, uang pemeliharaan berasal dari dana sukarela pengunjung Istana Gebang. Setiap bulan, rata-rata uang yang didapat sebesar Rp.2 juta. Setelah dibagi masing-masing Rp.300 ribu pada abdi dalem, baru sisanya, Rp.800 ribu digunakan untuk membayar semua kebutuhan Istana Gebang.
"Uang hanya diberikan pemerintah ketika ada acara Haul Bung Karno, itupun uang kegiatan, bukan uang pemeliharaan," kata sumber The Post. Tak heran, bila Istana Gebang tidak terurus. Banyak kerusakan di sana-sini karena tidak adanya dana. Sebuah lukisan Bung Karno berukuran besar pun harus ditambal dengan isolasi karena sobek di beberapa bagian. Karena tidak adanya perhatian itu juga, Istana Gebang pun berubah menjadi lokasi berpacaran muda-mudi kasmaran dan mabuk-mabukan di malam hari.
Persoalan lain adalah adanya empat Abdi Dalem yang mendiami lokasi Istana Gebang. Abdi Dalem yang menurut sumber The Post tidak membawa "nilai lebih" bagi Istana Gebang itu cenderung membuat keluarga Soekarno sebagai pengelola terpaksa mengeluarkan biaya ekstra untuk membayar mereka. "Karena Istana Gebang dikelola dengan biaya pribadi, hal itu memberatkan, apalagi pemerintah tidak mengurusnya, muncul ide dari keluarga untuk menjual bangunan ini," kata sumber The Post.
PEMERINTAH TERSENGAT
Kabar penjualan Istana Gebang menyengat Pemerintah SBY di Jakarta. Apalagi, ketika sebuah media massa di Jakarta memberitakan rencana seorang pengusaha asal Malaysia siap membeli istana dengan sembilan ruangan itu dengan harga Rp. 50 miliar. Sumber The Post menyebutkan Presiden SBY sempat meminta Menpora Adhyaksa Dault untuk pergi menemui Walikota Blitar Djarot Syaiful Hidayat untuk menyerahkan surat keberatan atas penjualan Istana Gebang. Meski informasi itu dibantah Adhyaksa. "Tidak ada surat itu, saya belum berkomunikasi dengan Presiden SBY," kata Adhyaksa pada The Post.
Meski demikian, Adhyaksa menyatakan dirinya dan seluruh anak bangsa Indonesia memiliki perasaan yang sama, yakni keberatan atas rencana dijualnya Istana Gebang. Mantan Ketua KNPI ini berencana menggelar aksi penggalangan dana bersama artis sinetron. Dana yang terkumpul akan dibuat membeli Istana Gebang, dan kemudian menyerahkannya ke pemerintah untuk dikelola. "Hanya pemerintah yang berhak mengelola, karena nilai sejarah yang dimiliki Istana Gebang," katanya.
Walikota Blitar Djarot Syaiful HIdayat mengungkapkan, rencana penjualan Istana Gebang hanya disetujui oleh dua dari 11 cucu Soekarmini. Dua cucu yang dimaksud adalah Retno Triani dan Bambang Sukaputra. Keputusan Retno yang merupakan Dosen di Universitas Tujuh Belas Agustus (Untag) Jakarta dan Bambang yang dokter di Surabaya itu, menurut Djarot, hanya keputusan sepihak. "Saya sudah bertemu dengan cucu tertua (Satria Sukananda, anak dari Sukoyono), dan saya tahu, hal itu cuma keinginan dua orang saja," kata Jarot pada The Post.
Masyarakat Blitar, kata Djarot pun akan bersama-sama "menggagalkan" proses jual beli Istana Gebang dengan membentuk Yayasan Penyelamat Istana Gebang di Blitar. Rencananya, yayasan ini akan membuka rekening untuk sumbangan uang yang digunakan untuk membeli Istana Gebang. Tidak hanya itu, Djarot akan meminta Departemen Agraria untuk tidak mengeluarkan surat pengalihan kepemilikan Istana Gebang kepada siapapun.
Rencana keluarga Proklamator RI Ir. Soekarno menjual Istana Gebang di Blitar, Jawa Timur, menuai reaksi. Bahkan, Presiden SBY pun secara khusus meminta Menpora Adyaksa Dault turun gunung untuk menyelesaikannya. Padahal sebelumnya, tidak ada secuil pun perhatian diberikan pemerintah kepada kediaman Soekarno semasa kecil itu.
Seminggu ini, Istana Gebang di Kota Blitar, Jawa Timur banyak dibicarakan. Bukan karena nilai sejarah yang melekat pada bangunan tempat Proklamator Ir. Soekarno dilahirkan itu, namun terpicu rencana keluarga besar Proklamator RI yang akan menjual bangunan dan tanah seluas 1,5 Ha di Jl. Sultan Agung 59 ini. "Saya memang bukan anak biologis Soekarno, tapi saya anak ideologis Soekarno, dan saya keberatan dengan rencana penjualan itu," kata Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) RI Adhyaksa Dault.
SEJARAH ISTANA GEBANG
Istana Gebang adalah sebutan untuk rumah tempat kelahiran Proklamator RI Ir.Soekarno 6 Juni 1901 di Blitar, Jawa Timur. Di rumah inilah, Raden Soekemi Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai membesarkan Kusno Sosrodihardjo atau Soekarno hingga remaja. Sampai kemudian, tokoh yang akrab dipanggil Bung Karno itu pindah ke rumah Haji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto di Surabaya untuk sekolah di Hoogere Burger School (H.B.S.).
Sejak Bung Karno pergi, rumah itu didiami oleh Raden Soekemi Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai, kakak perempuan Soekamini bersama suaminya Puguh. Beserta empat orang anaknya, Sukoyono, Soeyoso, Sukartini dan Hari. Hampir setiap ada waktu luang, Soekarno yang sudah menjadi tokoh nasional, mengunjungi keluarganya di Blitar. "Seperti yang tampak dalam foto ini, Bung Karno mengunjungi ibunya," kata Dhimas Aryo Putro, cicit Soekamini yang kini menjadi penjaga Istana Gebang. Dalam foto itu, Bung Karno berpose dengan ibunya Ida Ayu Nyoman Rai dan Soekamini.
Selama Bung Karno berkuasa menjadi presiden, Istana Gebang menjadi salah satu tempat konsolidasi politik. Sudah tidak terhitung, berapa kali pertemuan politik digelar di tempat ini. Selain itu, Balai Kesenian yang terletak di samping bangunan utama Istana Gebang menjadi tempat berkesenian warga sekitar. "Istana Gebang adalah rumah rakyat, semua orang bisa masuk ke sini," kata Dhimas.
Kondisi mulai berubah ketika iklim politik nasional memanas pada tahun 1965. dan memposisikan Bung Karno sebagai salah "tokoh kunci". Istana Gebang pun sepi. Hanya keluarga dan kerabat saja yang "berani" menginjakkan kaki di sana. Hingga akhirnya Bung Karno menutup mata diusia 69 tahun pada 21 Juni 1970. Istana Gebang hanya menjadi tempat wisata sejarah.
Waktu berjalan. Meski tidak lagi ada aktivitas politik, namun aura Istana Gebang belum hilang. Setiap Juni, selain Makam Soekarno, tempat ini menjadi salah satu lokasi perayaan Hari Ulang tahun (Haul) Soekarno. Aura politik itu juga yang membuat Islan, salah satu abdi dalem penjaga Istana Gebang terpilih menjadi Wakil Rakyat di DPRD Jawa Timur dari PDI Perjuangan pada Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif 2004.
RENCANA PENJUALAN
Rencana penjualan Istana Gebang mulai mencuat pertengahan April 2008 lalu. Ketika itu, sebuah situs internet memuat rencana keluarga menjual Istana Gebang. "Iklan di internet itu dibuat oleh salah satu cucu ibu Soekarmini," kata sumber The Post dari kalangan kerabat Bung Karno. Awalnya, berita itu hanya dianggap angin lalu, sampai akhirnya dua cucu Soekarmini, Retno Triani dan Bambang Sukaputra mengirim surat ke Walikota Blitar Djarot Syaiful Hidayat perihal penjualan Istana Gebang.
Mengapa Istana Gebang dijual? Sumber The Jakarta Post menyebutkan, penjualan Istana Gebang dipicu oleh beberapa hal. Diantaranya, tidak adanya kepeduian pemerintah atas bangunan sejarah itu. Sejak Istana Gebang dianggap memiliki nilai sejarah, baru tahun 2001 Pemerintah Kota Blitar mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Walikota tentang Istana Gebang sebagai Cagar Budaya. "Selama ini, Istana Gebang dianggap tidak ada, tidak pernah diurus oleh pemerintah," kata sumber The Post.
Tidak ada sepeser pun bantuan pemerintah kepada pemeliharaan Istana Gebang. Selama ini, uang pemeliharaan berasal dari dana sukarela pengunjung Istana Gebang. Setiap bulan, rata-rata uang yang didapat sebesar Rp.2 juta. Setelah dibagi masing-masing Rp.300 ribu pada abdi dalem, baru sisanya, Rp.800 ribu digunakan untuk membayar semua kebutuhan Istana Gebang.
"Uang hanya diberikan pemerintah ketika ada acara Haul Bung Karno, itupun uang kegiatan, bukan uang pemeliharaan," kata sumber The Post. Tak heran, bila Istana Gebang tidak terurus. Banyak kerusakan di sana-sini karena tidak adanya dana. Sebuah lukisan Bung Karno berukuran besar pun harus ditambal dengan isolasi karena sobek di beberapa bagian. Karena tidak adanya perhatian itu juga, Istana Gebang pun berubah menjadi lokasi berpacaran muda-mudi kasmaran dan mabuk-mabukan di malam hari.
Persoalan lain adalah adanya empat Abdi Dalem yang mendiami lokasi Istana Gebang. Abdi Dalem yang menurut sumber The Post tidak membawa "nilai lebih" bagi Istana Gebang itu cenderung membuat keluarga Soekarno sebagai pengelola terpaksa mengeluarkan biaya ekstra untuk membayar mereka. "Karena Istana Gebang dikelola dengan biaya pribadi, hal itu memberatkan, apalagi pemerintah tidak mengurusnya, muncul ide dari keluarga untuk menjual bangunan ini," kata sumber The Post.
PEMERINTAH TERSENGAT
Kabar penjualan Istana Gebang menyengat Pemerintah SBY di Jakarta. Apalagi, ketika sebuah media massa di Jakarta memberitakan rencana seorang pengusaha asal Malaysia siap membeli istana dengan sembilan ruangan itu dengan harga Rp. 50 miliar. Sumber The Post menyebutkan Presiden SBY sempat meminta Menpora Adhyaksa Dault untuk pergi menemui Walikota Blitar Djarot Syaiful Hidayat untuk menyerahkan surat keberatan atas penjualan Istana Gebang. Meski informasi itu dibantah Adhyaksa. "Tidak ada surat itu, saya belum berkomunikasi dengan Presiden SBY," kata Adhyaksa pada The Post.
Meski demikian, Adhyaksa menyatakan dirinya dan seluruh anak bangsa Indonesia memiliki perasaan yang sama, yakni keberatan atas rencana dijualnya Istana Gebang. Mantan Ketua KNPI ini berencana menggelar aksi penggalangan dana bersama artis sinetron. Dana yang terkumpul akan dibuat membeli Istana Gebang, dan kemudian menyerahkannya ke pemerintah untuk dikelola. "Hanya pemerintah yang berhak mengelola, karena nilai sejarah yang dimiliki Istana Gebang," katanya.
Walikota Blitar Djarot Syaiful HIdayat mengungkapkan, rencana penjualan Istana Gebang hanya disetujui oleh dua dari 11 cucu Soekarmini. Dua cucu yang dimaksud adalah Retno Triani dan Bambang Sukaputra. Keputusan Retno yang merupakan Dosen di Universitas Tujuh Belas Agustus (Untag) Jakarta dan Bambang yang dokter di Surabaya itu, menurut Djarot, hanya keputusan sepihak. "Saya sudah bertemu dengan cucu tertua (Satria Sukananda, anak dari Sukoyono), dan saya tahu, hal itu cuma keinginan dua orang saja," kata Jarot pada The Post.
Masyarakat Blitar, kata Djarot pun akan bersama-sama "menggagalkan" proses jual beli Istana Gebang dengan membentuk Yayasan Penyelamat Istana Gebang di Blitar. Rencananya, yayasan ini akan membuka rekening untuk sumbangan uang yang digunakan untuk membeli Istana Gebang. Tidak hanya itu, Djarot akan meminta Departemen Agraria untuk tidak mengeluarkan surat pengalihan kepemilikan Istana Gebang kepada siapapun.
24 April 2008
Wong Cilik Menuntut Hak Tanah
Press Release
Tanah merupakan aset yang paling berharga dari masyarakat desa sehingga tanah menjadi kebutuhan yang sangat penting guna memenuhi kebutuhan kehidupan yang berlangsung setiap hari.
Sebagaimana adanya perselisihan antara warga eks Desa Sendi Pacet Mojokerto dengan Perhutani. Dimana perhutani masih mendasarkan pada pada bukti Boschwezen tentang ganti kerugian terhadap Desa Sendi pada B. No.1-1931 tanggal 21 Nopember 1931 dan B. No. 3 – 1932 tanggal 10 Nopember 1932 seluas 68,24 Ha. Merupakan warisan dari Pemerintah Kolonial Belanda diklaim menjadi salah satu bentuk nasionalisasi aset-aset penjajah kembali menjadi aset negara dan digunakan semaksimal mungkin untuk kesejahteraan masyarakat. Hal ini, semestinya diikuti oleh kebijakan Perhutani yang turut pula mempertimbangkan kepentingan dan nasib masyarakat yang mempunyai milik atas tanah tersebut.
Perselisihan hak antara warga eks Desa Sendi Pacet Mojokerto dengan Perhutani sudah ditindak lanjuti DPRD Mojokerto dengan membentuk Panitia Khusus yang bertugas menyelidiki dan memberikan kesimpulan atas status Desa Sendi, berdasarkan laporan Panitia Khusus DPRD Mojokerto yang tertuang dalam saran menyatakan kepada Bupati Mojokerto untuk menindaklanjuti kepada pemerintah pusat supaya menetapkan kebijakan pengembalian terhadap tanah eks desa Sendi Pacrt Mojokerto sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Terhitung selambat-lambatnya satu bulan setelah rekomendasi dikeluarkan.
Panitia Khusus DPRD Mojokerto juga menyarankan kepada Ketua DPRD Mojokerto untuk segera menyelesaikan permasalahan sengketa dengan jalan musyawarah dengan pihak terkait, agar Perhutani segera mencabut laporan kepada pihak Polres Mojokerto terkait kriminalisasi terhadap warga.
Berdasarkan hasil laporan yang disampaikan kepada Pimpinan DPRD tertuang bahwa selambat-lambatnya selama satu bulan Bupati Mojokerto harus menindaklanjuti permasalahan tersebut, tetapi sampai hari ini Bupati Mojokerto tidak melakukan hal tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, maka kami Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indoensia (YLBHI) – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya – Jawa Timur dan Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Jawa Timur mendesak dan menunut agar pemenuhan hak atas tanah bagi masyarakat wong cilik segera diwujudkan, hal-hal itu kami tujukan pada:
1. Pimipnan DPRD Mojokerto untuk mendesak kepada Bupati Mojokerto agar secepatnya menindaklanjuti hasil laporan Panitia khusus DPRD Mojokerto;
2. Pimpinan DPRD Mojokerto untuk mendesak kepada Perhutani Kab Mojokerto untuk segera mencabut laporan kepada Polres Mojokerto terkait kriminalisasi warga;
3. Bupati Mojokerto untuk segera mengambil tindakan sebagaimana yang diamanatkan dalam Rekomendasi DPRD mojokerto untuk menyelesaikan sengketa tanah tersebut;
4. Departemen Kehutanan Republik Indonesia cq. Perhutani Kab. Mojokerto segera melepaskan tanah;
Surabaya, 24 April 2008
Hormat Kami,
LEMBAGA BANTUAN HUKUM WAHANA LINGKUNGAN HIDUP
(LBH) SURABAYA – JAWA TIMUR (WALHI) JAWA TIMUR
Tanah merupakan aset yang paling berharga dari masyarakat desa sehingga tanah menjadi kebutuhan yang sangat penting guna memenuhi kebutuhan kehidupan yang berlangsung setiap hari.
Sebagaimana adanya perselisihan antara warga eks Desa Sendi Pacet Mojokerto dengan Perhutani. Dimana perhutani masih mendasarkan pada pada bukti Boschwezen tentang ganti kerugian terhadap Desa Sendi pada B. No.1-1931 tanggal 21 Nopember 1931 dan B. No. 3 – 1932 tanggal 10 Nopember 1932 seluas 68,24 Ha. Merupakan warisan dari Pemerintah Kolonial Belanda diklaim menjadi salah satu bentuk nasionalisasi aset-aset penjajah kembali menjadi aset negara dan digunakan semaksimal mungkin untuk kesejahteraan masyarakat. Hal ini, semestinya diikuti oleh kebijakan Perhutani yang turut pula mempertimbangkan kepentingan dan nasib masyarakat yang mempunyai milik atas tanah tersebut.
Perselisihan hak antara warga eks Desa Sendi Pacet Mojokerto dengan Perhutani sudah ditindak lanjuti DPRD Mojokerto dengan membentuk Panitia Khusus yang bertugas menyelidiki dan memberikan kesimpulan atas status Desa Sendi, berdasarkan laporan Panitia Khusus DPRD Mojokerto yang tertuang dalam saran menyatakan kepada Bupati Mojokerto untuk menindaklanjuti kepada pemerintah pusat supaya menetapkan kebijakan pengembalian terhadap tanah eks desa Sendi Pacrt Mojokerto sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Terhitung selambat-lambatnya satu bulan setelah rekomendasi dikeluarkan.
Panitia Khusus DPRD Mojokerto juga menyarankan kepada Ketua DPRD Mojokerto untuk segera menyelesaikan permasalahan sengketa dengan jalan musyawarah dengan pihak terkait, agar Perhutani segera mencabut laporan kepada pihak Polres Mojokerto terkait kriminalisasi terhadap warga.
Berdasarkan hasil laporan yang disampaikan kepada Pimpinan DPRD tertuang bahwa selambat-lambatnya selama satu bulan Bupati Mojokerto harus menindaklanjuti permasalahan tersebut, tetapi sampai hari ini Bupati Mojokerto tidak melakukan hal tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, maka kami Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indoensia (YLBHI) – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya – Jawa Timur dan Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Jawa Timur mendesak dan menunut agar pemenuhan hak atas tanah bagi masyarakat wong cilik segera diwujudkan, hal-hal itu kami tujukan pada:
1. Pimipnan DPRD Mojokerto untuk mendesak kepada Bupati Mojokerto agar secepatnya menindaklanjuti hasil laporan Panitia khusus DPRD Mojokerto;
2. Pimpinan DPRD Mojokerto untuk mendesak kepada Perhutani Kab Mojokerto untuk segera mencabut laporan kepada Polres Mojokerto terkait kriminalisasi warga;
3. Bupati Mojokerto untuk segera mengambil tindakan sebagaimana yang diamanatkan dalam Rekomendasi DPRD mojokerto untuk menyelesaikan sengketa tanah tersebut;
4. Departemen Kehutanan Republik Indonesia cq. Perhutani Kab. Mojokerto segera melepaskan tanah;
Surabaya, 24 April 2008
Hormat Kami,
LEMBAGA BANTUAN HUKUM WAHANA LINGKUNGAN HIDUP
(LBH) SURABAYA – JAWA TIMUR (WALHI) JAWA TIMUR
Sekarang Jamannya e-Paper
Press Release
Universitas Airlangga melakukan terobosan terbaru dibidang IT. Bidang Direktorat Sistem Informasi (DSI) Universitas Airlangga Rabu (23/4) ini melaunching e-paper bagi seluruh SMA di Jawa Timur.
Direktur Sistem Informasi Unair, dr Dripa Sjabana, M.Kes didampingi Sekretaris Universitas Airlangga Dr. Imam Mustofa, M.Kes, drh saat membuka launching e-paper di gedung Rektorat kampus C Jl. Mulyorejo mengungkapkan e-paper yang dilaunching Unair merupakan yang pertama di Indonesia. Yang menarik, kata dia, nantinya e-paper ini akan diresmikan pada Peringatan Hari Pendidikan Nasional di Auditorium Universitas Airlangga pada 12 Mei 2008 yang dihadiri oleh Presiden SBY.
"Unair adalah pelopor e-paper di Jawa Timur," katanya didepan 30 Guru dari 30 SMA di Jawa Timur.
Menurut dia, e-paper sebenarnya mempunyai tujuan untuk meningkatkan kemampuan membaca dan menulis di kalangan siswa SMA menuju terwujudnya masyarakat belajar (learning society). Mengapa demikian? Karena minat membaca anak didik khususnya di kalangan SMA masih rendah. Padahal minat baca yang tinggi akan berdampak kepada peningkatan kualitas penulisan dan penelitian yang berkualitas.
Dalam jangka pendek, lanjut dia, e-paper ini hanya sebatas untuk mendokumentasikan tulisan hasil penelitian dan karya ilmiah anak bangsa namun sebenarnya e-paper ini dapat meningkatkan mutu lulusan dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Menjawab pertanyaan salah seorang guru tentang manfaat e-paper bagi sekolah? Menurut Dripa dalam jangka panjang e-paper ini sebenarnya dapat digunakan sebagai media promosi bagi sekolah. Terutama bila sekolah tersebut sangat sulit melakukan promosi di media cetak, mengingat kompetisi di masing-masing sekolah sangat tajam.
"Kalau sekolah yang dekat dengan kota mungkin mudah, beda dengan sekolah yang berada di pinggiran. Media ini dapat dijadikan media promosi bagi sekolah," jelas Dripa.
E-paper ini kata Dripa juga dapat dijadikan penilai kelulusan. Misalnya dalam PMDK Prestasi, guru kesulitan menentukan siswa yang masuk dalam peringkat lima besar karena nilainya siswanya sama. Maka tulisan siswa dalam e-paper ini dapat dijadikan filter. Dengan demikian sekolah dapat meningkatkan kualitas kelulusannya.
Bagi PTN, dengan peringkat atau nilai kelulusan yang semakin baik maka PTN juga semakin meningkatkan kualitas kelulusannya. Keuntungan lainnya, kata dia, e-paper dapat dilihat pada enggine search misalnya seperti google.com. Artinya paper ilmiah dari para siswa SMA tersebut sudah diakses oleh seluruh dunia.
Menjawab pertanyaan apa keuntungan bagi Unair menurut Dripa secara siginifikan tidak ada keuntungan bagi Unair karena program ini adalah salah satu dari Universitas Social Responsibility (USR) atau tanggungjawab sosial Unair kepada masyarakat.
"Keuntungan kita hanya imej, karena ada program ini atau tidak ada kita membayar hosting juga sekitar Rp 200 juta-an," jelasnya.
E-paper kata dia mempunyai misi sebagai pelopor media dalam meningkatkan kreativitas murid dan guru untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bermoral melalui karya tulis ilmiah dan populer. Apalagi, lanjut dia Diknas sudah mempelopori Jaringan Pendidikan Nasional sehingga diharapkan program ini dapat membantu Diknas dalam mengembangkan kualitas pendidikan di tingkat Pendidikan Dasar Menengah dan Umum (dikmenum).
Universitas Airlangga melakukan terobosan terbaru dibidang IT. Bidang Direktorat Sistem Informasi (DSI) Universitas Airlangga Rabu (23/4) ini melaunching e-paper bagi seluruh SMA di Jawa Timur.
Direktur Sistem Informasi Unair, dr Dripa Sjabana, M.Kes didampingi Sekretaris Universitas Airlangga Dr. Imam Mustofa, M.Kes, drh saat membuka launching e-paper di gedung Rektorat kampus C Jl. Mulyorejo mengungkapkan e-paper yang dilaunching Unair merupakan yang pertama di Indonesia. Yang menarik, kata dia, nantinya e-paper ini akan diresmikan pada Peringatan Hari Pendidikan Nasional di Auditorium Universitas Airlangga pada 12 Mei 2008 yang dihadiri oleh Presiden SBY.
"Unair adalah pelopor e-paper di Jawa Timur," katanya didepan 30 Guru dari 30 SMA di Jawa Timur.
Menurut dia, e-paper sebenarnya mempunyai tujuan untuk meningkatkan kemampuan membaca dan menulis di kalangan siswa SMA menuju terwujudnya masyarakat belajar (learning society). Mengapa demikian? Karena minat membaca anak didik khususnya di kalangan SMA masih rendah. Padahal minat baca yang tinggi akan berdampak kepada peningkatan kualitas penulisan dan penelitian yang berkualitas.
Dalam jangka pendek, lanjut dia, e-paper ini hanya sebatas untuk mendokumentasikan tulisan hasil penelitian dan karya ilmiah anak bangsa namun sebenarnya e-paper ini dapat meningkatkan mutu lulusan dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Menjawab pertanyaan salah seorang guru tentang manfaat e-paper bagi sekolah? Menurut Dripa dalam jangka panjang e-paper ini sebenarnya dapat digunakan sebagai media promosi bagi sekolah. Terutama bila sekolah tersebut sangat sulit melakukan promosi di media cetak, mengingat kompetisi di masing-masing sekolah sangat tajam.
"Kalau sekolah yang dekat dengan kota mungkin mudah, beda dengan sekolah yang berada di pinggiran. Media ini dapat dijadikan media promosi bagi sekolah," jelas Dripa.
E-paper ini kata Dripa juga dapat dijadikan penilai kelulusan. Misalnya dalam PMDK Prestasi, guru kesulitan menentukan siswa yang masuk dalam peringkat lima besar karena nilainya siswanya sama. Maka tulisan siswa dalam e-paper ini dapat dijadikan filter. Dengan demikian sekolah dapat meningkatkan kualitas kelulusannya.
Bagi PTN, dengan peringkat atau nilai kelulusan yang semakin baik maka PTN juga semakin meningkatkan kualitas kelulusannya. Keuntungan lainnya, kata dia, e-paper dapat dilihat pada enggine search misalnya seperti google.com. Artinya paper ilmiah dari para siswa SMA tersebut sudah diakses oleh seluruh dunia.
Menjawab pertanyaan apa keuntungan bagi Unair menurut Dripa secara siginifikan tidak ada keuntungan bagi Unair karena program ini adalah salah satu dari Universitas Social Responsibility (USR) atau tanggungjawab sosial Unair kepada masyarakat.
"Keuntungan kita hanya imej, karena ada program ini atau tidak ada kita membayar hosting juga sekitar Rp 200 juta-an," jelasnya.
E-paper kata dia mempunyai misi sebagai pelopor media dalam meningkatkan kreativitas murid dan guru untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bermoral melalui karya tulis ilmiah dan populer. Apalagi, lanjut dia Diknas sudah mempelopori Jaringan Pendidikan Nasional sehingga diharapkan program ini dapat membantu Diknas dalam mengembangkan kualitas pendidikan di tingkat Pendidikan Dasar Menengah dan Umum (dikmenum).
23 April 2008
Petani Tebu Bakar Gula Refinasi
Iman D. Nugroho
Penolakan terhadap gula refinasi, terjadi di Jawa Timur. Rabu (23/04/08) ini, sekitar 1000-an petani tebu yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTR) Jawa Timur menggelar demonstrasi menolak gula refinasi. Petani menganggap, gula refinasi bisa membunuh usaha petani tebu tradisional. Sebagai bentuk penolakan, dalam demonstrasi itu, demonstran membakar tiga karung gula refinasi.
Demonstrasi yang dilakukan oleh perwakilan petani tebu dari seluruh Jawa Timur itu digelar sejak pagi. Diawali dari gedung PTPN XI di Jl. Merak Surabaya, demonstran berjalan ke kantor Gubernur Jawa Timur di Jl. Pahlawan yang berjarak 1 Km sambil berorasi tentang penolakan mereka terhadap gula refinasi. "Gula refinasi sangat merugikan petani tebu rakyat, bahkan bisa membunuh petani tebu, untuk itu harus kita tolak," kata orator yang disambut teriakan tanda setuju dari demonstran yang sebagian besar membawa batang tebu sepanjang 2 meter itu.
Gula refinasi adalah gula yang dibuat dari bahan baku raw-sugar import. Kebijakan yang secara nasional diatur untuk memenuhi kebutuhan industri yang membutuhkan gula dengan kualitas rasa manis tinggi ini, menyebabkan petani tebu tradisional kelimpungan. Kebutuhan gula yang biasanya dipasok oleh petani tebu tradisional, digantikan oleh gula refinasi. Sejak kebijakan gula refinasi dikeluarkan tahun 2004, Jawa Timur sebagai daerah produsen gula tradisional paling sering bergejolak.
Berdasarkan catatan APTR, stok gula di Jawa Timur mencapai 500 ribu ton, dengan produksi gula 1,350 juta ton per tahun. Sejak gula refinasi ada, konsumsi gula refinasi di Jawa Timur mencapai hanya 400 ribu ton. Menggantikan gula petani tebu. Pemerintah melalui surat Menteri Perdagangan No.357/M-Dag/4/2008 tertanggal 2 April 2008 sempat memperbaharui kebijakan gula refinasi. Melalui surat itu pula, pemerintah melarang peredaran gula rafinasi di seluruh Indonesia, dan ditindaklanjuti perintah pengosongan gudang oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Deadline pengosongan ditetapkan pada akhir April 2008.
Deadline itu yang ditolak oleh petani. Karena surat Menteri Perdagangan menyebutkan, deadline pengosongan seharusnya 2 minggu sejak diterbitkannya surat. Penolakan petani itu juga yang diungkapkan saat perwakilan demonstran bertemu dengan Asisten II Choirul Djaelani, di sela-sela demonstrasi. Arum Sabil, Ketua APTR mengatakan, tambahan waktu hingga akhir April akan membuat distributor gula Refinasi menyalurkan gulanya ke luar Jawa Timur. “Bisa dibawa ke Bali dan Nusa Tenggara," katanya usai pertemuan.
Tidak puas dengan penjelasan Pemerintah Provinsi, demonstran bergerak ke DPRD Jawa Timur yang berjarak sekitar 1 Km. Di depan gedung Wakil Rakyat, demonstran membakar empat sak gula refinasi, dan ornamen demonstrasi yang mereka bawa. Polisi sempat menghalangi aksi pembakaran, meskipun akhirnya "mengijinkan". Sementara perwakilan demonstran menggelar pertemuan dengan Komisi B DPRD Jawa Timur. Usai mengadukan permasalahan ke Komisi B DPRD Jawa Timur, demonstran mendampingi perwakilan Komisi B dan polisi melakukan inspeksi mendadak (Sidak) ke sebuah gudang gula refinasi milik PT. Gunung Sewu di Simorejo, Surabaya.
Penolakan terhadap gula refinasi, terjadi di Jawa Timur. Rabu (23/04/08) ini, sekitar 1000-an petani tebu yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTR) Jawa Timur menggelar demonstrasi menolak gula refinasi. Petani menganggap, gula refinasi bisa membunuh usaha petani tebu tradisional. Sebagai bentuk penolakan, dalam demonstrasi itu, demonstran membakar tiga karung gula refinasi.
Demonstrasi yang dilakukan oleh perwakilan petani tebu dari seluruh Jawa Timur itu digelar sejak pagi. Diawali dari gedung PTPN XI di Jl. Merak Surabaya, demonstran berjalan ke kantor Gubernur Jawa Timur di Jl. Pahlawan yang berjarak 1 Km sambil berorasi tentang penolakan mereka terhadap gula refinasi. "Gula refinasi sangat merugikan petani tebu rakyat, bahkan bisa membunuh petani tebu, untuk itu harus kita tolak," kata orator yang disambut teriakan tanda setuju dari demonstran yang sebagian besar membawa batang tebu sepanjang 2 meter itu.
Gula refinasi adalah gula yang dibuat dari bahan baku raw-sugar import. Kebijakan yang secara nasional diatur untuk memenuhi kebutuhan industri yang membutuhkan gula dengan kualitas rasa manis tinggi ini, menyebabkan petani tebu tradisional kelimpungan. Kebutuhan gula yang biasanya dipasok oleh petani tebu tradisional, digantikan oleh gula refinasi. Sejak kebijakan gula refinasi dikeluarkan tahun 2004, Jawa Timur sebagai daerah produsen gula tradisional paling sering bergejolak.
Berdasarkan catatan APTR, stok gula di Jawa Timur mencapai 500 ribu ton, dengan produksi gula 1,350 juta ton per tahun. Sejak gula refinasi ada, konsumsi gula refinasi di Jawa Timur mencapai hanya 400 ribu ton. Menggantikan gula petani tebu. Pemerintah melalui surat Menteri Perdagangan No.357/M-Dag/4/2008 tertanggal 2 April 2008 sempat memperbaharui kebijakan gula refinasi. Melalui surat itu pula, pemerintah melarang peredaran gula rafinasi di seluruh Indonesia, dan ditindaklanjuti perintah pengosongan gudang oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Deadline pengosongan ditetapkan pada akhir April 2008.
Deadline itu yang ditolak oleh petani. Karena surat Menteri Perdagangan menyebutkan, deadline pengosongan seharusnya 2 minggu sejak diterbitkannya surat. Penolakan petani itu juga yang diungkapkan saat perwakilan demonstran bertemu dengan Asisten II Choirul Djaelani, di sela-sela demonstrasi. Arum Sabil, Ketua APTR mengatakan, tambahan waktu hingga akhir April akan membuat distributor gula Refinasi menyalurkan gulanya ke luar Jawa Timur. “Bisa dibawa ke Bali dan Nusa Tenggara," katanya usai pertemuan.
Tidak puas dengan penjelasan Pemerintah Provinsi, demonstran bergerak ke DPRD Jawa Timur yang berjarak sekitar 1 Km. Di depan gedung Wakil Rakyat, demonstran membakar empat sak gula refinasi, dan ornamen demonstrasi yang mereka bawa. Polisi sempat menghalangi aksi pembakaran, meskipun akhirnya "mengijinkan". Sementara perwakilan demonstran menggelar pertemuan dengan Komisi B DPRD Jawa Timur. Usai mengadukan permasalahan ke Komisi B DPRD Jawa Timur, demonstran mendampingi perwakilan Komisi B dan polisi melakukan inspeksi mendadak (Sidak) ke sebuah gudang gula refinasi milik PT. Gunung Sewu di Simorejo, Surabaya.
22 April 2008
Potensi Bara Dalam Pilkada Jawa Timur
Iman D Nugroho
Pemilihan Kepala Daerah (pilkada) langsung di Jawa Timur dibayangi ke potensi konflik di tingkat masyarakat bawah. Terutama jadwal Pilkada Gubernur dan Pilkada Bupati di Jawa Timur akan berlangsung bersamaan di empat kabupaten, Lumajang, Bondowoso, Malang dan Jombang. Selain pecahnya PKB, koalisi antar partai yang berbeda pun menyimpan "bara".
----------
Pada 23 Juli 2008 mendatang, Jawa Timur punya hajatan besar. Yakni Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Gubernur Jawa Timur secara langsung. Bisa dipastikan, iklim politik akan menghangat karenanya. Tidak hanya itu, pada waktu yang sama, empat kabupaten di Jawa Timur, Malang, Lumajang, Bondowoso dan Jombang juga akan mempunyai hajatan "tambahan", berupa pilkada bupati.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Timur memandang pilgub dan pilbub di Jawa Timur secara bersamaan di empat kota, sebagai salah satu "potensi persoalan". Bukan tidak mungkin, potensi persoalan itu akan menjadi persoalan, bila koalisi partai yang selama ini beredar, berbeda antara tingkat provinsi dan tingkat kabupaten. "Karena semuanya belum terjadi, maka KPU Jatim masih memandang hal itu sebagai potensi persoalan yang kemungkinan akan kita hadapi," kata Anggota KPU Jatim Didik Prasetyono pada The Jakarta Post, Selasa (22/04) ini.
Koalisi partai-partai yang mengusung calon Gubernur Jawa Timur memang beragam. Hingga saat ini, Partai Demokrat (PD) dan Partai Amanat Nasional (PAN) mengusung kandidat Soekarwo dan Syaifullah Yusuf. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengusung Kandidat Soetjipto dan Ridwan Hisyam. Partai Golkar mengusung kandidat Soenaryo dan Ali Maschan Moesa. PKB versi Gus Dur mengusung cagub Ahmadi.
Sementara di Kabupaten Lumajang, peta koalisi antar partai jauh berbeda. Partai Golkar dan PAN, disebut-sebut akan berkoalisi mengusung kandidat cabub Indah Pakarti. Meskipun hingga saat ini, kandidat itu belum dilaunching ke publik. Sementara PDI Perjuangan mengusung calon Bupati Umar Basar. Di luar itu, PD dan PKPB belum menyebut nama kandidat yang diunggulkan. Sementara PKB yang memiliki kursi terbanyak,15 kursi, di Lumajang, justru masih menunggu "penyelesaian" konflik partai antara KH. Abdurahman Wahid dan Muhaimin Iskandar.
Potensi persoalan dari perbedaan koalisi itu juga yang dirasakan KPU Kabupaten Lumajang. Munir, Ketua KPU Lumajang mengatakan, lembaga yang dipimpinya sudah berpikir keras untuk menghindari konflik horisontal yang kemungkinan terjadi ketika Pilgub dan Pilbub dilaksanakan. "Kita menilai hal itu akan sama, untuk itu, kita akan mencegah kemungkinan bentrok," kata Munir pada The Jakarta Post.
Meski cenderung lebih bisa "santai", karena armosfir politik yang relatif dingin menjelang pilgub dan pilbub, namun Ketua KPU Kabupaten Bondowoso, Muhammad Muniri pun mewaspadai gejala yang sama. Sebab antara Lumajang dan Bondowoso tidak berjarak jauh. "Selama ini yang tampak memunculkan calon bupati dalam pilkada mendatang hanya PKB, dengan jumlah calon 4 orang," kata Muniri. "Hebat"nya PKB Bondowoso pun tidak terpengaruh konflik DPP PKB antara KH. Abdurahman Wahid dan Muhaimin Iskandar.
Dalam sebuah rapat di KPU Jawa Timur, disepakati beberapa langkah antisipasi yang bisa dilakukan. Yakni dengan melarang calon gubernur dan wakilnya untuk menggelar kampanye terbuka di empat kota yang juga melaksanakan pilkada bupati. Sebagai gantinya, kandidat yang bersangkutan akan diberi kesempatan yang lebih untuk berkampanye di kota/kabupaten terdekat.
Di Lumajang misalnya, jatah kampanye cagub akan dialihkan di Jember. Sementara kampanye kandidat gubernur di Bondowoso, akan dipindah ke Situbondo. Sementara Malang dan Jombang kemungkinan akan dipindah ke Pasuruan dan Mojokerto. "Selain itu, kami jaga akan merotasi jabwal yang membuat pada calon tidak akan bertemu di satu kota yang sama," kata Didik Parsetyono.
Wakil Ketua DPD PAN Lumajang, Solikin mengungkapkan, pilihan untuk berkoalisi dengan Partai Golkar dilakukan karena deal-deal politik Partai Golkar sudah bisa "bertemu". PAN Lumajang yang memiliki 2 kursi, menyadari sepenuhnya pilihan koalisi itu berbeda dengan DPD PAN Jawa Timur. "Kan tidak harus sama, kalau di Lumajang, PAN memang tidak bisa berkoalisi dengan PD," kata Solihin pada The Post.
PAN, kata Solikin tidak memperkirakan, koalisi yang akan dilakukan partainya di Lumajang, akan berujung konflik horisontal. Apalagi, sebelum pilihan untuk mendukung kandidat Indah Pakarti dengan Partai Gokar, DPD PAN Lumajang sudah membicarakan hal itu dengan konstituen PAN di tingkatan grassroad. Berbeda dengan PAN yang sudah mantap dengan pilihannya, seperti halnya DPP PKB di Jakarta, PKB Lumajang justru terpecah menjadi dua kelompok. "Kita masih menunggu kabar baik dari Jakarta," kata Ketua DPC PKB Lumajang, Jatmiko.
Pemilihan Kepala Daerah (pilkada) langsung di Jawa Timur dibayangi ke potensi konflik di tingkat masyarakat bawah. Terutama jadwal Pilkada Gubernur dan Pilkada Bupati di Jawa Timur akan berlangsung bersamaan di empat kabupaten, Lumajang, Bondowoso, Malang dan Jombang. Selain pecahnya PKB, koalisi antar partai yang berbeda pun menyimpan "bara".
----------
Pada 23 Juli 2008 mendatang, Jawa Timur punya hajatan besar. Yakni Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Gubernur Jawa Timur secara langsung. Bisa dipastikan, iklim politik akan menghangat karenanya. Tidak hanya itu, pada waktu yang sama, empat kabupaten di Jawa Timur, Malang, Lumajang, Bondowoso dan Jombang juga akan mempunyai hajatan "tambahan", berupa pilkada bupati.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Timur memandang pilgub dan pilbub di Jawa Timur secara bersamaan di empat kota, sebagai salah satu "potensi persoalan". Bukan tidak mungkin, potensi persoalan itu akan menjadi persoalan, bila koalisi partai yang selama ini beredar, berbeda antara tingkat provinsi dan tingkat kabupaten. "Karena semuanya belum terjadi, maka KPU Jatim masih memandang hal itu sebagai potensi persoalan yang kemungkinan akan kita hadapi," kata Anggota KPU Jatim Didik Prasetyono pada The Jakarta Post, Selasa (22/04) ini.
Koalisi partai-partai yang mengusung calon Gubernur Jawa Timur memang beragam. Hingga saat ini, Partai Demokrat (PD) dan Partai Amanat Nasional (PAN) mengusung kandidat Soekarwo dan Syaifullah Yusuf. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengusung Kandidat Soetjipto dan Ridwan Hisyam. Partai Golkar mengusung kandidat Soenaryo dan Ali Maschan Moesa. PKB versi Gus Dur mengusung cagub Ahmadi.
Sementara di Kabupaten Lumajang, peta koalisi antar partai jauh berbeda. Partai Golkar dan PAN, disebut-sebut akan berkoalisi mengusung kandidat cabub Indah Pakarti. Meskipun hingga saat ini, kandidat itu belum dilaunching ke publik. Sementara PDI Perjuangan mengusung calon Bupati Umar Basar. Di luar itu, PD dan PKPB belum menyebut nama kandidat yang diunggulkan. Sementara PKB yang memiliki kursi terbanyak,15 kursi, di Lumajang, justru masih menunggu "penyelesaian" konflik partai antara KH. Abdurahman Wahid dan Muhaimin Iskandar.
Potensi persoalan dari perbedaan koalisi itu juga yang dirasakan KPU Kabupaten Lumajang. Munir, Ketua KPU Lumajang mengatakan, lembaga yang dipimpinya sudah berpikir keras untuk menghindari konflik horisontal yang kemungkinan terjadi ketika Pilgub dan Pilbub dilaksanakan. "Kita menilai hal itu akan sama, untuk itu, kita akan mencegah kemungkinan bentrok," kata Munir pada The Jakarta Post.
Meski cenderung lebih bisa "santai", karena armosfir politik yang relatif dingin menjelang pilgub dan pilbub, namun Ketua KPU Kabupaten Bondowoso, Muhammad Muniri pun mewaspadai gejala yang sama. Sebab antara Lumajang dan Bondowoso tidak berjarak jauh. "Selama ini yang tampak memunculkan calon bupati dalam pilkada mendatang hanya PKB, dengan jumlah calon 4 orang," kata Muniri. "Hebat"nya PKB Bondowoso pun tidak terpengaruh konflik DPP PKB antara KH. Abdurahman Wahid dan Muhaimin Iskandar.
Dalam sebuah rapat di KPU Jawa Timur, disepakati beberapa langkah antisipasi yang bisa dilakukan. Yakni dengan melarang calon gubernur dan wakilnya untuk menggelar kampanye terbuka di empat kota yang juga melaksanakan pilkada bupati. Sebagai gantinya, kandidat yang bersangkutan akan diberi kesempatan yang lebih untuk berkampanye di kota/kabupaten terdekat.
Di Lumajang misalnya, jatah kampanye cagub akan dialihkan di Jember. Sementara kampanye kandidat gubernur di Bondowoso, akan dipindah ke Situbondo. Sementara Malang dan Jombang kemungkinan akan dipindah ke Pasuruan dan Mojokerto. "Selain itu, kami jaga akan merotasi jabwal yang membuat pada calon tidak akan bertemu di satu kota yang sama," kata Didik Parsetyono.
Wakil Ketua DPD PAN Lumajang, Solikin mengungkapkan, pilihan untuk berkoalisi dengan Partai Golkar dilakukan karena deal-deal politik Partai Golkar sudah bisa "bertemu". PAN Lumajang yang memiliki 2 kursi, menyadari sepenuhnya pilihan koalisi itu berbeda dengan DPD PAN Jawa Timur. "Kan tidak harus sama, kalau di Lumajang, PAN memang tidak bisa berkoalisi dengan PD," kata Solihin pada The Post.
PAN, kata Solikin tidak memperkirakan, koalisi yang akan dilakukan partainya di Lumajang, akan berujung konflik horisontal. Apalagi, sebelum pilihan untuk mendukung kandidat Indah Pakarti dengan Partai Gokar, DPD PAN Lumajang sudah membicarakan hal itu dengan konstituen PAN di tingkatan grassroad. Berbeda dengan PAN yang sudah mantap dengan pilihannya, seperti halnya DPP PKB di Jakarta, PKB Lumajang justru terpecah menjadi dua kelompok. "Kita masih menunggu kabar baik dari Jakarta," kata Ketua DPC PKB Lumajang, Jatmiko.
BERITA UNGGULAN
JADI YANG BENAR DIADILI DI MANA NIH?
Pernyataan Kepala Pusat Penerangan Markas Besar Tentara Nasional Indonesia (TNI) mendapatkan respon dari Amnesty Internasional Indonesia.
Postingan Populer
-
Anggota Komisi III Fraksi PKB DPR RI, Hasbiallah Ilyas meminta Polri mengusut kasus tewasnya Darso warga Kampung Gilisari, Kelurahan Purwosa...
-
Dilansir melalui Website, Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) menggelar rapat koordinasi bersama Komando Resor Militer (Korem) 033 Wira Prata...
-
Bangun Sejahtera Indonesia Maslahat (BSI Maslahat) Membuatkan Sekolah Darurat Sementara untuk Sekolah Dasar Naglaasih, di Desa Naglasari, Ke...
Banyak dikunjungi
-
Anggota Komisi III Fraksi PKB DPR RI, Hasbiallah Ilyas meminta Polri mengusut kasus tewasnya Darso warga Kampung Gilisari, Kelurahan Purwosa...
-
Dilansir melalui Website, Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) menggelar rapat koordinasi bersama Komando Resor Militer (Korem) 033 Wira Prata...
-
Bangun Sejahtera Indonesia Maslahat (BSI Maslahat) Membuatkan Sekolah Darurat Sementara untuk Sekolah Dasar Naglaasih, di Desa Naglasari, Ke...
-
Kencan, bisa dilakukan kapan saja. Dalam Solusi Ibu kali ini, membahas kencan dengan pasangan, di tengah-tengah kehidupan keluarga yang mung...
-
Akun X @kkpgoid memposting "breaking news!!!" tentang penghentian kegiatan pemagaran laut tanpa izin. #SahabatBahari, hari ini KKP...