Press Release
Lomba karya foto dan tulis bertema Pengembangan Blok Cepu yang digelar AJI Surabaya dan Mobil Cepu Ltd, akhirnya resmi ditutup, Minggu (20/04/08) pukul 00.00 Wib. Jumlah karya yang diikutkan dalam lomba yang sempat diwarnai oleh “surat kaleng” pemboikotan itu mencapai 200-an karya foto dan tulis. “Sebuah jumlah yang membanggakan mengingat dinamika yang terjadi atas lomba ini,”kata Kukuh S. Wibowo, Ketua Pelaksana Lomba Foto dan Tulis AJI Surabaya-Mobil Cepu Ltd.
Lomba foto dan tulis AJI Surabaya-Mobil Cepu Ltd digelar dua bulan mulai akhir 19 Februari hingga 19 April 2008. Dalam lomba itu, AJI Surabaya memberi kesempatan kepada jurnalis aktif, freelance/stringer untuk mengikutkan karya jurnalistik yang pernah dimuat selama periode waktu 1 Maret 2006 – 19 April 2008. Setiap peserta dapat mengirimkan karyanya maksimal 5 (lima) foto/tulis.
Untuk menambah bobot lomba ini, AJI Surabaya memilih dewan juri dari jurnalis professional dan pengamat media. Seperti Kemal Jufri (Imaji/ fotografer freelance), Eddy Hasbi (Harian Kompas), Sigit Pamungkas (Kantor Berita Reuters), Abdul Manan (Sekretaris Jenderal AJI Indonesia/Tempo), Ignatius Harianto (Direktur Eksekutif Lembaga Pers dan Pembangunan-LSPP) dan Endy M. Bayuni (Pemimpin Redaksi The Jakarta Post). “Kami meyakini, dewan juri akan mampu menyaring dengan ketat karya foto dan tulis yang masuk ke email lomba,” kata Kukuh S. Wibowo.
Lomba ini memiliki jumlah hadiah yang tergolong besar, dengan jumlah total sebanyak Rp.52 juta. Juara pertama akan mendapatkan Rp. 9 juta plus sertifikat. Sementara juara dua dan tiga, akan mendapatkan Rp.7 dan Rp.5 juta plus sertifikat. Sementara juara empat dan lima akan menggondol Rp. 3 juta dan Rp. 2 juta plus sertifikat. Pengumuman pemenang dan penerimaan hadiah akan diselenggarakan di Surabaya pada tanggal 3 Mei 2008.
Jumlah karya foto dan tulis yang masuk, kebanyakan dilakukan pada detik-detik akhir penutupan lomba. Sebagian besar peserta lomba mengirim jumlah maksimal karya, sebanyak lima buah. Hanya beberapa peserta yang terlalu bersemangat mengirimkan sampai 11 karya. Hingga saat ini, tim penyeleksi awal lomba dari AJI Surabaya masih melakukan seleksi awal sebelum diserahkan ke Dewan Juri. Menurut rencana, proses awal ini akan berlangsung satu minggu, hingga hasilnya akan diketahui 29 April 2008. Siapa yang akan menjadi pemenang? Kita lihat saja nanti.
Youtube Pilihan Iddaily: MBG
20 April 2008
17 April 2008
Kesalahan Penanganan Dalam Penembakan Alastlogo Pasuruan
Iman D. Nugroho
Penembakan warga desa Alastlogo, Pasuruan, yang menewaskan 4 orang, dan melukai belasan lainnya oleh pasukan Marinir TNI-AL, adalah buah dari berbagai kesalahan penanganan. Hal itu yang tampak dalam persidangan di Mahkamah Tinggi Tinggi III Surabaya, Kamis (17/04/08) ini. Meski begitu, Mantan Kepala Seksi Operasi Marinir Grati Pasuruan, Mayor Marinir Bakri menekankan, penembakan itu bisa dibenarkan sebagai upaya menjaga diri dan alasan menjaga aset TNI-AL.
Penanganan yang keliru itu tampak dari kebiasaan pasukan Marinir yang melakukan patroli dengan membawa peluru tajam. Dalam patroli rutin yang dilakukan 30 Mei 2007 lalu itu misalnya, 13 pasukan patroli Marinir membawa 12 senjata jenis Senapan Serbu (SS) 1, dengan 10 peluru tajam, 5 peliru hampa dan 2 peluru karet. Di hari yang sama itulah tragedi penembakan terjadi.
Mantan Kepala Seksi Operasi Marinir Grati Pasuruan, Mayor Marinir Bakri mengatakan, kebiasaan membawa peluru tajam itu sudah ada sebelum dirinya menjabat di Grati Pasuruan. "Sebelum Saya masuk ke Pasuruan pada Agustus 2006, kebiasaan itu (membawa peluru tajam) sudah dilakukan, makanya ketika hari itu akan dilakukan patroli, perlengkapan yang dibawa pun sama," kata Bakri.
Mayor Marinir Bakri menekankan, sebagai tentara, patroli membawa senjata memang harus dilakukan untuk mengamankan aset TNI-AL. Apalagi di dua lokasi patroli, Desa Alastlogo dan Desa Sumber Anyar, sering ada demo anarkhi. "Karena itu Marinir berhak melakukan upaya pencegahan, bentuknya dilihat kondisi di lapangan," katanya.
Mayor Marinir Bakri juga sudah menekankan kepada Letnan Budi, kepala tim patroli saat itu, untuk menghindari kontak fisik dengan masyarakat. Bakri juga memerintahkan anak buahnya untuk tidak merusak tanaman masyarakat yang ada di wilayah patroli seluas 3600 Ha dengan 10 desa itu. Namun yang terjadi justru di luar dugaan. Pasukan patroli yang sedang bertugas terlibat penembakan warga sipil yang menewaskan empat orang.
Tragedi itu, kata Mayor Marinir Bakri disebabkan karena ada lemparan dengan batu oleh sekitar 300-an penduduk Alastlogo yang mengetahui adanya patroli Marinir. Dalam sebuah pembicaraan telepon, Letnan Budi dan Mayor Bakri sempat dilaporkan bahwa pasukan patroli sedang terdesak oleh tindakan penyerangan oleh penduduk. "Saya sudah perintahkan untuk mundur, tapi kemudian hubungan telepon terputus, hingga akhirnya saya tahu ada penembakan dan korban jiwa," kata Mayor Bakri.
SS1 Senjata Berbahaya
Sementara itu, Suprapto, ahli senjata dari PT. Pindad yang hadir sebagai saksi ahli dalam persidangan Kamis ini mengatakan, senjata SS 1 yang digunakan oleh pasukan Marinir adalah senjata serbu yang tangguh. Dengan 3 jenis operasional tembakan, single shoot, triple shoot dan automatic, senjata berkaliber 5,6 Mm ini memiliki jarak efektif hingga 600 meter. "Jarak kurang dari 400 meter bisa menembus papan setebal 10 Cm," katanya.
Popor senjata yang bisa dibengkokkan, membuat senjata ini mudah untuk dipakai saat mobile pasukan. Karenanya, seperti namanya, SS1 yang merupakan license dari Belgia ini pas sebagai senjata serbu. "Sejauh yang saya tahu, karena alasan itulah, TNI-AL hanya memakai SS1 sebagai satu-satunya senjata laras panjang," katanya.
Imbar Susianto Slamet, ahli magazine dari PT. Pindad Malang yang juga hadir sebagai saksi ahli menjelaskan, keefektifan SS1 juga terlihat dari jenis magazine yang digunakan, yakni jenis MU 5 TJ kaliber 5,5 Mm. Peluru jenis ini, memiliki kemampuan memutar di udara, lantaran ujung senapan SS1 memiliki ulir. "Bila masuk ke dalam target, maka bisa dipastikan akan meninggalkan lubang kecil di bagian depan, namun lubang menganga lebar dan robek-robek di bagian belakang," unkap Imbar.
Karena besarnya daya dorong peluru yang dimiliki SS1, bisa dipastikan proyektil yang terlempat akan pecah bila membentur benda keras seperti tanah, batu, tembok dan kayu. Pecahan proyektil itu pun masih memiliki kemampuan membunuh obyek, bila pecahannya melesat dengan kecepatan di atas 10 joule. "Namun itu tergantung besar dan kecepatan pecahan proyektil, kalau cukup besar dan cepat, maka akan bisa membuat manusia meninggal," kata Imbar.
Seperti diketahui, dalam penembakan Marinir di Desa Alastlogo, dari 12 orang korban (4 meninggal) tiga di antaranya korban meninggal memiliki luka yang diduga terkena pecahan proyektil. Hanya korban Mistin yang memiliki lubang kecil di punggungnya, namun menganga di bagian dada. Proyektil yang menembus Mistin bersarang di anaknya, Chairil Anwar yang saat itu berada digendongannya.
Penembakan warga desa Alastlogo, Pasuruan, yang menewaskan 4 orang, dan melukai belasan lainnya oleh pasukan Marinir TNI-AL, adalah buah dari berbagai kesalahan penanganan. Hal itu yang tampak dalam persidangan di Mahkamah Tinggi Tinggi III Surabaya, Kamis (17/04/08) ini. Meski begitu, Mantan Kepala Seksi Operasi Marinir Grati Pasuruan, Mayor Marinir Bakri menekankan, penembakan itu bisa dibenarkan sebagai upaya menjaga diri dan alasan menjaga aset TNI-AL.
Penanganan yang keliru itu tampak dari kebiasaan pasukan Marinir yang melakukan patroli dengan membawa peluru tajam. Dalam patroli rutin yang dilakukan 30 Mei 2007 lalu itu misalnya, 13 pasukan patroli Marinir membawa 12 senjata jenis Senapan Serbu (SS) 1, dengan 10 peluru tajam, 5 peliru hampa dan 2 peluru karet. Di hari yang sama itulah tragedi penembakan terjadi.
Mantan Kepala Seksi Operasi Marinir Grati Pasuruan, Mayor Marinir Bakri mengatakan, kebiasaan membawa peluru tajam itu sudah ada sebelum dirinya menjabat di Grati Pasuruan. "Sebelum Saya masuk ke Pasuruan pada Agustus 2006, kebiasaan itu (membawa peluru tajam) sudah dilakukan, makanya ketika hari itu akan dilakukan patroli, perlengkapan yang dibawa pun sama," kata Bakri.
Mayor Marinir Bakri menekankan, sebagai tentara, patroli membawa senjata memang harus dilakukan untuk mengamankan aset TNI-AL. Apalagi di dua lokasi patroli, Desa Alastlogo dan Desa Sumber Anyar, sering ada demo anarkhi. "Karena itu Marinir berhak melakukan upaya pencegahan, bentuknya dilihat kondisi di lapangan," katanya.
Mayor Marinir Bakri juga sudah menekankan kepada Letnan Budi, kepala tim patroli saat itu, untuk menghindari kontak fisik dengan masyarakat. Bakri juga memerintahkan anak buahnya untuk tidak merusak tanaman masyarakat yang ada di wilayah patroli seluas 3600 Ha dengan 10 desa itu. Namun yang terjadi justru di luar dugaan. Pasukan patroli yang sedang bertugas terlibat penembakan warga sipil yang menewaskan empat orang.
Tragedi itu, kata Mayor Marinir Bakri disebabkan karena ada lemparan dengan batu oleh sekitar 300-an penduduk Alastlogo yang mengetahui adanya patroli Marinir. Dalam sebuah pembicaraan telepon, Letnan Budi dan Mayor Bakri sempat dilaporkan bahwa pasukan patroli sedang terdesak oleh tindakan penyerangan oleh penduduk. "Saya sudah perintahkan untuk mundur, tapi kemudian hubungan telepon terputus, hingga akhirnya saya tahu ada penembakan dan korban jiwa," kata Mayor Bakri.
SS1 Senjata Berbahaya
Sementara itu, Suprapto, ahli senjata dari PT. Pindad yang hadir sebagai saksi ahli dalam persidangan Kamis ini mengatakan, senjata SS 1 yang digunakan oleh pasukan Marinir adalah senjata serbu yang tangguh. Dengan 3 jenis operasional tembakan, single shoot, triple shoot dan automatic, senjata berkaliber 5,6 Mm ini memiliki jarak efektif hingga 600 meter. "Jarak kurang dari 400 meter bisa menembus papan setebal 10 Cm," katanya.
Popor senjata yang bisa dibengkokkan, membuat senjata ini mudah untuk dipakai saat mobile pasukan. Karenanya, seperti namanya, SS1 yang merupakan license dari Belgia ini pas sebagai senjata serbu. "Sejauh yang saya tahu, karena alasan itulah, TNI-AL hanya memakai SS1 sebagai satu-satunya senjata laras panjang," katanya.
Imbar Susianto Slamet, ahli magazine dari PT. Pindad Malang yang juga hadir sebagai saksi ahli menjelaskan, keefektifan SS1 juga terlihat dari jenis magazine yang digunakan, yakni jenis MU 5 TJ kaliber 5,5 Mm. Peluru jenis ini, memiliki kemampuan memutar di udara, lantaran ujung senapan SS1 memiliki ulir. "Bila masuk ke dalam target, maka bisa dipastikan akan meninggalkan lubang kecil di bagian depan, namun lubang menganga lebar dan robek-robek di bagian belakang," unkap Imbar.
Karena besarnya daya dorong peluru yang dimiliki SS1, bisa dipastikan proyektil yang terlempat akan pecah bila membentur benda keras seperti tanah, batu, tembok dan kayu. Pecahan proyektil itu pun masih memiliki kemampuan membunuh obyek, bila pecahannya melesat dengan kecepatan di atas 10 joule. "Namun itu tergantung besar dan kecepatan pecahan proyektil, kalau cukup besar dan cepat, maka akan bisa membuat manusia meninggal," kata Imbar.
Seperti diketahui, dalam penembakan Marinir di Desa Alastlogo, dari 12 orang korban (4 meninggal) tiga di antaranya korban meninggal memiliki luka yang diduga terkena pecahan proyektil. Hanya korban Mistin yang memiliki lubang kecil di punggungnya, namun menganga di bagian dada. Proyektil yang menembus Mistin bersarang di anaknya, Chairil Anwar yang saat itu berada digendongannya.
15 April 2008
Basa-basi Imigrasi,..capek dech!
Tiga puluh satu tahun menjadi warga negara RI, belum sekali pun pernah memiliki paspor atau Surat Perjalanan Republik Indonesia (SPRI). Sekali-kali ingin mengurus paspor, harus eyel-eyelan dengan petugas Loket VI. "Pak, ini sudah keputusan atasan, maaf ijazah Anda tidak bisa digunakan untuk mengurus paspor," kata Reta, petugas loket VI Imigrasi Klas I Surabaya. Kok?
Wajah Kirman, sebut saja begitu, seorang calo pembuat paspor menegang. Jidatnya mengerut, membuat kedua alisnya hampir bertemu. "Memangnya sekarang tidak bisa titip Anda untuk membuat paspor, kenapa?" katanya melalui telepon seluler, pada seseorang yang menurut Kirman adalah salah satu petugas Imigrasi Klas I Khusus Surabaya. Setelah mengangguk-angguk, Kirman menghela napas panjang. "Hmmm,..ada petugas KPK (komisi Pemberantasan Korupsi-RED) yang sedang mengawasi,..oke,..terima kasih," katanya.
Begitulah, Kirman adalah calo paspor yang Saya tuju saat akan membuat "pass" keluar negeri itu. Menurut laki-laki paruh baya ini, belakangan banyak petugas Imigrasi yang enggan melayani permintaan "side job" membantu pembuatan paspor. "Ya itu tadi, ada petugas KPK yang mengawasi, mungkin ada baiknya sampeyan mengurus sendiri saja," katanya.
Saya pun menurut, dan memutuskan untuk pergi ke Imigrasi Klas I Khusus Surabaya di Waru, Sidoarjo. Dalam hati, ada sedikit rasa malu karena memilih untuk pergi ke calo paspor. "Ternyata imigrasi sudah berubah, tidak ada lagi calo yang bisa dimintai "tolong" untuk membuat paspor," kata Saya dalam hati.
Rasa malas mengurus surat resmi yang biasanya terasa, kali ini hilang. Perjalanan ke kantor Imigrasi Surabaya yang sudah berubah "budaya", benar-benar membuat bersemangat. "Lewat samping, beli formulir, isi dan selesai sudah!," kata petugas parkir. Wah, petugas parkir pun bisa menjelaskan mudahnya mengurus paspor. Sebegitu mudahkah? Tunggu dulu.
Masuk ke pintu samping, Saya langsung disambut seorang laki-laki yang entah mengapa begitu ramah. "Mau urus paspor, bisa saya bantu,.." katanya. Ya ampun, seorang calo di dalam komplek Imigrasi! So sweet,..Ah, mungkin hanya kebetulan. Saya menggeleng tanda menolak, sambil menuju ke Koperasi Imigrasi untuk membeli formulir seharga Rp.6500,-.
Di salah satu ruang tunggu imigrasi, Saya mengisi formulir itu. Di depan saya berdiri petugas keamanan imigrasi berbaju coklat muda. Aman rasanya. "Pertama kali bikin paspor ya mas? Bisa Saya bantu, Saya bukan calo, hanya ingin membantu saya," kata seorang pemuda ramah. "Kalau sama Saya urusnya, bisa empat hari sudah jadi, kalau urus sendiri, bisa seminggu,.." katanya promosi. God! Calo ini beraksi di hadapan petugas imigrasi! Tidak ada tindakan padanya..
Lagi-lagi Saya menolak. Terus mengisi form kosong Perdim 11 yang ada. Usai mengisi, Saya siapkan persyaratan permohonan paspor. Ada empat kelengkapan permohonan paspor. Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang masih berlaku, Kartu Susunan Keluarga (KSK), Akte Lahir atau ijasah dan kelengkapan penunjang. Akte Kawin, Kekerangan Kelakuan Baik, Ijin Kantor atau Perusahaan, Pertanyaan tidak bekerja hingga Surat bukti penerimaan pemberitahuan belajar di luar negeri dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Karena Akte Kelahiran tidak ada, Saya memilih menggunakan ijasah asli sekolah tinggi tempat saya menuntut ilmu S1 di Surabaya. Singkat kata, Saya pun mengantri. Waktu berlalu, setelah 30 menit berdiri di antrian, tibalah saatnya giliran Saya. Petugas Loket VI pun menerima berkas Saya. Membolak-balik dengan serius berkas itu, untuk mengcheck kelengkapan.
"Pak, ijasah Anda tidak bisa digunakan,!" kata Reta, petugas loket. "Kenapa?" tanya Saya. Asal tahu saja, ijasah saya memang bukan ijasah universitas atau sekolah tinggi negeri. "Hanya" ijasah sekolah tinggi ilmu komunikasi tertua di Indonesia Timur. Meski begitu, tetap saja ijasah itu ijasah asli yang dikeluarkan Dirjen Dikti Depdiknas. "Tapi tidak bisa, pak. Kami hanya menerima ijasah SMA atau SMP yang ada nama orang tua," katanya. Kali ini dengan sedikit menarik ujung bibirnya.
"Kenapa? Kan nama orang tua saya ada di KSK? Yang Saya bawa ini adalah ijasah asli," saya coba berargumentasi. Reta bergeming, sambil memasukkan seluruh surat-surat Saya ke dalam map. "Pak, ini sudah keputusan atasan, maaf ijazah Anda tidak bisa digunakan untuk mengurus paspor," katanya, sambil mengembalikan seluruh permohonan Saya.
Saya tetap tidak bisa terima. Kalau memang harus ijasah SMA atau SMP atau yang ada nama orang tua, mengapa tidak disebutkan dari awal. Bahkan, bila kita buka website Imigrasi Surabaya, tepatnya di kolom SPRI, maka akan tampak tidak adanya persyaratan yang dikatakan Reta. Di sebutkan dalam situs itu persyarakat permohonan paspor RI hanya Keterangan Identitas Diri, berupa Bukti domisili yang ditunjukkan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP), atau Resi Kartu Tanda Penduduk. Dilengkapi dengan Kartu Keluarga (KK) bagi daerah yang telah mengeluarkan KK, atau keterangan bertempat tinggal dari Kecamatan.
Bagi WNI yang bertempat tinggal di luar wilayah Indonesia (Penduduk Luar Negeri), berupa Tanda Penduduk negara setempat atau bukti/petunjuk/keterangan ijin yang menunjukkan bahwa pemohon bertempat tinggal di negara tersebut. Bukti Identitas Diri, pun hanya berupa Akte kelahiran atau Akte perkawinan/Surat nikah atau Ijasah atau Surat baptis. Lalu apa yang salah?
Yang salah adalah dugaan awal Saya. Imigrasi sepertinya belum berubah,..capek dech!
Wajah Kirman, sebut saja begitu, seorang calo pembuat paspor menegang. Jidatnya mengerut, membuat kedua alisnya hampir bertemu. "Memangnya sekarang tidak bisa titip Anda untuk membuat paspor, kenapa?" katanya melalui telepon seluler, pada seseorang yang menurut Kirman adalah salah satu petugas Imigrasi Klas I Khusus Surabaya. Setelah mengangguk-angguk, Kirman menghela napas panjang. "Hmmm,..ada petugas KPK (komisi Pemberantasan Korupsi-RED) yang sedang mengawasi,..oke,..terima kasih," katanya.
Begitulah, Kirman adalah calo paspor yang Saya tuju saat akan membuat "pass" keluar negeri itu. Menurut laki-laki paruh baya ini, belakangan banyak petugas Imigrasi yang enggan melayani permintaan "side job" membantu pembuatan paspor. "Ya itu tadi, ada petugas KPK yang mengawasi, mungkin ada baiknya sampeyan mengurus sendiri saja," katanya.
Saya pun menurut, dan memutuskan untuk pergi ke Imigrasi Klas I Khusus Surabaya di Waru, Sidoarjo. Dalam hati, ada sedikit rasa malu karena memilih untuk pergi ke calo paspor. "Ternyata imigrasi sudah berubah, tidak ada lagi calo yang bisa dimintai "tolong" untuk membuat paspor," kata Saya dalam hati.
Rasa malas mengurus surat resmi yang biasanya terasa, kali ini hilang. Perjalanan ke kantor Imigrasi Surabaya yang sudah berubah "budaya", benar-benar membuat bersemangat. "Lewat samping, beli formulir, isi dan selesai sudah!," kata petugas parkir. Wah, petugas parkir pun bisa menjelaskan mudahnya mengurus paspor. Sebegitu mudahkah? Tunggu dulu.
Masuk ke pintu samping, Saya langsung disambut seorang laki-laki yang entah mengapa begitu ramah. "Mau urus paspor, bisa saya bantu,.." katanya. Ya ampun, seorang calo di dalam komplek Imigrasi! So sweet,..Ah, mungkin hanya kebetulan. Saya menggeleng tanda menolak, sambil menuju ke Koperasi Imigrasi untuk membeli formulir seharga Rp.6500,-.
Di salah satu ruang tunggu imigrasi, Saya mengisi formulir itu. Di depan saya berdiri petugas keamanan imigrasi berbaju coklat muda. Aman rasanya. "Pertama kali bikin paspor ya mas? Bisa Saya bantu, Saya bukan calo, hanya ingin membantu saya," kata seorang pemuda ramah. "Kalau sama Saya urusnya, bisa empat hari sudah jadi, kalau urus sendiri, bisa seminggu,.." katanya promosi. God! Calo ini beraksi di hadapan petugas imigrasi! Tidak ada tindakan padanya..
Lagi-lagi Saya menolak. Terus mengisi form kosong Perdim 11 yang ada. Usai mengisi, Saya siapkan persyaratan permohonan paspor. Ada empat kelengkapan permohonan paspor. Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang masih berlaku, Kartu Susunan Keluarga (KSK), Akte Lahir atau ijasah dan kelengkapan penunjang. Akte Kawin, Kekerangan Kelakuan Baik, Ijin Kantor atau Perusahaan, Pertanyaan tidak bekerja hingga Surat bukti penerimaan pemberitahuan belajar di luar negeri dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Karena Akte Kelahiran tidak ada, Saya memilih menggunakan ijasah asli sekolah tinggi tempat saya menuntut ilmu S1 di Surabaya. Singkat kata, Saya pun mengantri. Waktu berlalu, setelah 30 menit berdiri di antrian, tibalah saatnya giliran Saya. Petugas Loket VI pun menerima berkas Saya. Membolak-balik dengan serius berkas itu, untuk mengcheck kelengkapan.
"Pak, ijasah Anda tidak bisa digunakan,!" kata Reta, petugas loket. "Kenapa?" tanya Saya. Asal tahu saja, ijasah saya memang bukan ijasah universitas atau sekolah tinggi negeri. "Hanya" ijasah sekolah tinggi ilmu komunikasi tertua di Indonesia Timur. Meski begitu, tetap saja ijasah itu ijasah asli yang dikeluarkan Dirjen Dikti Depdiknas. "Tapi tidak bisa, pak. Kami hanya menerima ijasah SMA atau SMP yang ada nama orang tua," katanya. Kali ini dengan sedikit menarik ujung bibirnya.
"Kenapa? Kan nama orang tua saya ada di KSK? Yang Saya bawa ini adalah ijasah asli," saya coba berargumentasi. Reta bergeming, sambil memasukkan seluruh surat-surat Saya ke dalam map. "Pak, ini sudah keputusan atasan, maaf ijazah Anda tidak bisa digunakan untuk mengurus paspor," katanya, sambil mengembalikan seluruh permohonan Saya.
Saya tetap tidak bisa terima. Kalau memang harus ijasah SMA atau SMP atau yang ada nama orang tua, mengapa tidak disebutkan dari awal. Bahkan, bila kita buka website Imigrasi Surabaya, tepatnya di kolom SPRI, maka akan tampak tidak adanya persyaratan yang dikatakan Reta. Di sebutkan dalam situs itu persyarakat permohonan paspor RI hanya Keterangan Identitas Diri, berupa Bukti domisili yang ditunjukkan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP), atau Resi Kartu Tanda Penduduk. Dilengkapi dengan Kartu Keluarga (KK) bagi daerah yang telah mengeluarkan KK, atau keterangan bertempat tinggal dari Kecamatan.
Bagi WNI yang bertempat tinggal di luar wilayah Indonesia (Penduduk Luar Negeri), berupa Tanda Penduduk negara setempat atau bukti/petunjuk/keterangan ijin yang menunjukkan bahwa pemohon bertempat tinggal di negara tersebut. Bukti Identitas Diri, pun hanya berupa Akte kelahiran atau Akte perkawinan/Surat nikah atau Ijasah atau Surat baptis. Lalu apa yang salah?
Yang salah adalah dugaan awal Saya. Imigrasi sepertinya belum berubah,..capek dech!
14 April 2008
Rumah Orang Tua Agus Mendadak Kosong
Iman D. Nugroho
Tidak seperti biasanya, sejak berita tentang tertangkapnya Agus Idrus alias Agus Purwantoro mencuat di media massa, rumah Ny. Sukarti Thamrin, Ibunda Agus, di Jl. Petemon IV no.151 H Surabaya, mendadak sepi. Tidak ada yang tahu kemana Ny. Thamrin pergi. "Kalau seperti ini, kayaknya memang benar, Agus yang diduga terkait terorisme itu memang Agus anak Bu Thamrin," kata Satuman, 50, tetangga Ny, Thamrin, Senin (14/04) ini.
Agus Idrus atau Agus Purwantoro (39) adalah salah satu dari tersangka kasus terorisme anggota Jamaah Islamiyah, yang tiga bulan lalu ditangkap di Malaysia, bersama Abu Husna alias Abdurrahim (45). Akhir minggu lalu, Polri merilis berita tertangkapnya Agus dan Husna, setelah polisi Malaysia menjalin kontak dengan polri untuk mendalami kasus itu. Tidak tanggung-tanggung, Agus disebut-sebut sebagai pemimpin JI wilayah Poso, Sulawesi Tengah.
Siapakah Agus Idrus alias Agus Purwantoro? Tak banyak kenangan yang terpatri di benak warga Jl. Petemon IV atas sosok pendiam itu. Yang diketahui oleh warga sekitar rumah Agus, sosok berkacamata itu adalah pribadi yang kalem dan taat beribadah. "Yang saya tahu, Agus memang tidak pernah membuat ulah, dia pun jarang ikut kegiatan kampung, yang pasti dia sering ke masjid untuk beribadah," kata Satuman.
Satuman yang asli Jl. Petemon IV Surabaya itu mengatakan, penduduk sekitar rumah Agus justru lebih kenal ayah Agus, Almarhum Muhammad Thamrin. Sebagai mantan pegawai PT. PAL, Thamrin juga dikenal sebagai seorang guru. "Seperti warga biasa, orangnya pun baik dan sering berkegiatan di RT maupun RW," kenang Satuman. Tak heran, ketika Muhammad Thamrin meninggal dua, para tetangga banyak yang merasa kehilangan.
Istri Muhammad Thamrin, Ny. Sukarti Thamrin pun sama. Seperti melanjutkan kebiasaan suaminya, perempuan berusia 68 tahun itu sering aktif dalam acara-acara tingkat RT/RW. Dalam kegiatan Pembinaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Patemon IV, sosok yang dikenal dengan sebutan Bu Thamrin itu aktif menjadi penggerak PKK. "Namun, empat anak mereka tidak seperti dua orang tuanya, cenderung pendiam semua," kenang Satuman yang tinggal di depan rumah Ny.Thamrin.
Terutama Agus Purwantoro. Sejak menuntut ilmu di SDN Petemon X Surabaya, Agus melanjutkan pendidikannya di SMPN III Praban, Surabaya. Nilai Ebtanas Murni (NEM) yang tinggi, membuat Aus diterima di SMAN V Surabaya, dan berlanjut ke Fakultas Kedokteran Unair, Surabaya. Usai lulus kuliah tahun 1997, Agus membantu salah satu temannya membuka praktek dokter di Surabaya, lantaran Agus belum mendapatkan izin praktek.
Awal tahun 2000, Agus menikah dengan seorang gadis asal Mojokerto Jawa Timur. Istri Agus yang jarang keluar rumah itu memiliki kebiasaan berbusana jilbab panjang, dengan penutup wajah. "Itu saja yang saya tahu, sampai akhirnya agus bertugas di Kalimantan, hingga akhirnya muncul berita penangkapan itu," kata Satuman.
Kamali, penjahit yang kini menempati rumah Ny.Thamrin di Jl.Petemon IV Surabaya pun memiliki kesan yang sama terhadap Agus Purwantoro. Sejak menempati rumah itu pada tiga tahun lalu, dirinya tidak pernah berkomunikasi dengan Agus. Padahal, Agus dan keluarganya beberapa kali pulang untuk mengunjungi ibundanya. "Tidak pernah ada komunikasi antara saya dengan Agus, hanya tahu saja," kata Kamali. Selama ini, urusan sewa menyewa, Kamali berkomunikasi hanya dengan Ny. Thamrin.
Kasus Agus Purwantoro dan Abu Husna berawal dari kasus pemalsuan passport. Seperti yang sudah diberitakan sebelumnya, pemalsuan passport oleh Agus Purwantoro itu membawa "korban" Deddy Achmadi Machdan, salah satu Internal Communications Executive perusahaan rokok di Indonesia. Passport Deddy yang juga lulusan sebuah sekolah komunikasi di London, Inggris itu hilang pada tahun 2003.
Deddy yang dihubungi Polisi pada tahun 2008 baru mengetahui passportnya dipalsukan oleh orang yang diduga kuat merupakan jaringan terorisme. "Deddy Achmadi Machdan" palsu dan seorang lagi yang juga merupakan jaringan terorisme kini mendekam di salah satu penjara di Malaysia untuk pemeriksaan lebih lanjut. Bedanya, orang yang mengaku sebagai "Deddy Achmadi Machdan" itu mengaku beralamat di Malang, Jawa Timur.
Tidak seperti biasanya, sejak berita tentang tertangkapnya Agus Idrus alias Agus Purwantoro mencuat di media massa, rumah Ny. Sukarti Thamrin, Ibunda Agus, di Jl. Petemon IV no.151 H Surabaya, mendadak sepi. Tidak ada yang tahu kemana Ny. Thamrin pergi. "Kalau seperti ini, kayaknya memang benar, Agus yang diduga terkait terorisme itu memang Agus anak Bu Thamrin," kata Satuman, 50, tetangga Ny, Thamrin, Senin (14/04) ini.
Agus Idrus atau Agus Purwantoro (39) adalah salah satu dari tersangka kasus terorisme anggota Jamaah Islamiyah, yang tiga bulan lalu ditangkap di Malaysia, bersama Abu Husna alias Abdurrahim (45). Akhir minggu lalu, Polri merilis berita tertangkapnya Agus dan Husna, setelah polisi Malaysia menjalin kontak dengan polri untuk mendalami kasus itu. Tidak tanggung-tanggung, Agus disebut-sebut sebagai pemimpin JI wilayah Poso, Sulawesi Tengah.
Siapakah Agus Idrus alias Agus Purwantoro? Tak banyak kenangan yang terpatri di benak warga Jl. Petemon IV atas sosok pendiam itu. Yang diketahui oleh warga sekitar rumah Agus, sosok berkacamata itu adalah pribadi yang kalem dan taat beribadah. "Yang saya tahu, Agus memang tidak pernah membuat ulah, dia pun jarang ikut kegiatan kampung, yang pasti dia sering ke masjid untuk beribadah," kata Satuman.
Satuman yang asli Jl. Petemon IV Surabaya itu mengatakan, penduduk sekitar rumah Agus justru lebih kenal ayah Agus, Almarhum Muhammad Thamrin. Sebagai mantan pegawai PT. PAL, Thamrin juga dikenal sebagai seorang guru. "Seperti warga biasa, orangnya pun baik dan sering berkegiatan di RT maupun RW," kenang Satuman. Tak heran, ketika Muhammad Thamrin meninggal dua, para tetangga banyak yang merasa kehilangan.
Istri Muhammad Thamrin, Ny. Sukarti Thamrin pun sama. Seperti melanjutkan kebiasaan suaminya, perempuan berusia 68 tahun itu sering aktif dalam acara-acara tingkat RT/RW. Dalam kegiatan Pembinaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Patemon IV, sosok yang dikenal dengan sebutan Bu Thamrin itu aktif menjadi penggerak PKK. "Namun, empat anak mereka tidak seperti dua orang tuanya, cenderung pendiam semua," kenang Satuman yang tinggal di depan rumah Ny.Thamrin.
Terutama Agus Purwantoro. Sejak menuntut ilmu di SDN Petemon X Surabaya, Agus melanjutkan pendidikannya di SMPN III Praban, Surabaya. Nilai Ebtanas Murni (NEM) yang tinggi, membuat Aus diterima di SMAN V Surabaya, dan berlanjut ke Fakultas Kedokteran Unair, Surabaya. Usai lulus kuliah tahun 1997, Agus membantu salah satu temannya membuka praktek dokter di Surabaya, lantaran Agus belum mendapatkan izin praktek.
Awal tahun 2000, Agus menikah dengan seorang gadis asal Mojokerto Jawa Timur. Istri Agus yang jarang keluar rumah itu memiliki kebiasaan berbusana jilbab panjang, dengan penutup wajah. "Itu saja yang saya tahu, sampai akhirnya agus bertugas di Kalimantan, hingga akhirnya muncul berita penangkapan itu," kata Satuman.
Kamali, penjahit yang kini menempati rumah Ny.Thamrin di Jl.Petemon IV Surabaya pun memiliki kesan yang sama terhadap Agus Purwantoro. Sejak menempati rumah itu pada tiga tahun lalu, dirinya tidak pernah berkomunikasi dengan Agus. Padahal, Agus dan keluarganya beberapa kali pulang untuk mengunjungi ibundanya. "Tidak pernah ada komunikasi antara saya dengan Agus, hanya tahu saja," kata Kamali. Selama ini, urusan sewa menyewa, Kamali berkomunikasi hanya dengan Ny. Thamrin.
Kasus Agus Purwantoro dan Abu Husna berawal dari kasus pemalsuan passport. Seperti yang sudah diberitakan sebelumnya, pemalsuan passport oleh Agus Purwantoro itu membawa "korban" Deddy Achmadi Machdan, salah satu Internal Communications Executive perusahaan rokok di Indonesia. Passport Deddy yang juga lulusan sebuah sekolah komunikasi di London, Inggris itu hilang pada tahun 2003.
Deddy yang dihubungi Polisi pada tahun 2008 baru mengetahui passportnya dipalsukan oleh orang yang diduga kuat merupakan jaringan terorisme. "Deddy Achmadi Machdan" palsu dan seorang lagi yang juga merupakan jaringan terorisme kini mendekam di salah satu penjara di Malaysia untuk pemeriksaan lebih lanjut. Bedanya, orang yang mengaku sebagai "Deddy Achmadi Machdan" itu mengaku beralamat di Malang, Jawa Timur.
11 April 2008
Hadapi KRI-KRCI, ITS Siapkan Lapangan Ujicoba Senilai Rp 50 Juta
Press Release
Menghadapi kompetisi di ajang Kontes Robot Indonesia (KRI) dan Kontes Robot Cerdas Indonesia (KRCI) yang sudah makin dekat, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya pun telah menyiapkan lapangan ujicoba yang dirancang sesuai lapangan lomba yang sebenarnya.
Lapangan ujicoba di lantai 3 Gedung Student Community Center (SCC) ITS yang digarap dalam waktu sekitar dua minggu terakhir ini, mulai digunakan para tim robot dari ITS untuk melakukan simulasi lomba. “Simulasi ini penting untuk mengukur atau mengetahui sejauh mana kemampuan robot-robot yang telah kami buat untuk kesiapan bertarung,” tutur Rudi Dikairono, salah satu pembimbing tim robot KRI-KRCI ITS yang didampingi rekannya Ahmad Zaini.
Ada tiga jenis lapangan ujicoba yang disiapkan. Yakni lapangan untuk KRI seluas 1.450 x 1.300 cm2, lapangan untuk KRCI divisi Expert 300 x 612 cm2dan untuk KRCI divisi Senior luas 248 x 248 cm2. Ketiga lapangan dirancang semirip mungkin atau disesuaikan dengan standar lapangan lomba yang sebenarnya.
”Untuk pembuatan lapangan ujicoba di ITS ini, kami telah alokasikan dana sekitar Rp 50 juta,” ungkap Ir Wiratno Argo Asmoro MSc, ketua I panitia KRI-KRCI Regional IV ditemui di sela ujicoba lapangan, Kamis (10/4).
Untuk kompetisi ini, tim dari ITS diwakili oleh tim Robot Koumori untuk KRI. Untuk KRCI divisi Senior Berkaki diwakili tim al-Fajry, Senior Beroda oleh tim az-wad. Sedangkan untuk KRCI divisi Expert Single diwakili tim TnT dan Expert Swarm diwakili tim Twin_Junior_03.
Untuk lapangan KRI juga dirancang sesuai tema di ajang internasional ”Govinda” yang bakal dilangsungkan di Pune, India pada September mendatang. Yakni berupa lapangan yang terbagi dalam dua bagian, bagian dalam seluas 8x9,5 meter dan bagian luar seluas 13,5x14,5 meter.
Dalam pertarungan nantinya, tiap peserta harus mampu mendapatkan poin sebanyak-banyaknya dalam waktu maksimal tiga menit. Poin antara lain didapat dari bola-bola yang disebut cheese yang terletak di atas delapan tiang yang berjajar di tepi lapangan dalam. Masing-masing bola cheese senilai 1 poin, sedang penyangganya 2 poin. Jadi bila mampu mengambil keduanya mendapat 3 poin.
Selain itu, juga balok-balok yang disebut butter yang terletak di atas tiga tiang yang berada di tengah lapangan. Di antara tiga tiang tersebut, satu tiang di tengah setinggi 1,5 meter berisi yellow butter senilai 12 poin akan menjadi pusat perebutan dua peserta yang bertarung.
”Tim yang berhasil mendapatkan yellow butter lebih dulu berarti sudah bisa disebut Govinda atau menang,” ujar Wiratno. Sedang white butter yang berada di dua tiang samping masing-masing bernilai 6 poin.
Tapi untuk kompetisi tingkat nasional, tema internasional itu diadaptasi dengan budaya Indonesia dan diberi nama Panjat Pinang. Meski demikian, aturan keseluruhannya tidak jauh berbeda dengan ajang tingkat internasional tersebut.
Pada kompetisi KRI ini, ada empat robot yang disiapkan. Yakni tiga robot otomatis yang akan bertarung di lapangan bagian dalam dan sebuah robot manual beroperasi di lapangan luar untuk mengambil bola-bola cheese.
Robot otomatis tidak boleh memiliki tinggi lebih dari 1,3 meter dan tidak boleh saling bersentuhan dengan robot lawan. Sedangkan robot manual tidak boleh sedikitpun melewati area hijau di lapangan bagian dalam.
Untuk regional IV yang meliputi wilayah timur Indonesia ini, ada 22 tim robot KRI dan 53 tim robot KRCI yang lolos dan diharuskan mengirim video sebagai pengganti visitasi ke panitia pusat atau Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti). Video ini harus sudah diterima Dikti pada 14 April. ”Tim yang lolos seleksi video ini nantinya yang berhak bertarung di kompetisi masing-masing regional, dan dari tiap regional diambil tiga pemenang untuk dtarung lagi tingkat nasional di UI, Jakarta pada 14 Juni,” imbuh Wiratno.
Menghadapi kompetisi di ajang Kontes Robot Indonesia (KRI) dan Kontes Robot Cerdas Indonesia (KRCI) yang sudah makin dekat, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya pun telah menyiapkan lapangan ujicoba yang dirancang sesuai lapangan lomba yang sebenarnya.
Lapangan ujicoba di lantai 3 Gedung Student Community Center (SCC) ITS yang digarap dalam waktu sekitar dua minggu terakhir ini, mulai digunakan para tim robot dari ITS untuk melakukan simulasi lomba. “Simulasi ini penting untuk mengukur atau mengetahui sejauh mana kemampuan robot-robot yang telah kami buat untuk kesiapan bertarung,” tutur Rudi Dikairono, salah satu pembimbing tim robot KRI-KRCI ITS yang didampingi rekannya Ahmad Zaini.
Ada tiga jenis lapangan ujicoba yang disiapkan. Yakni lapangan untuk KRI seluas 1.450 x 1.300 cm2, lapangan untuk KRCI divisi Expert 300 x 612 cm2dan untuk KRCI divisi Senior luas 248 x 248 cm2. Ketiga lapangan dirancang semirip mungkin atau disesuaikan dengan standar lapangan lomba yang sebenarnya.
”Untuk pembuatan lapangan ujicoba di ITS ini, kami telah alokasikan dana sekitar Rp 50 juta,” ungkap Ir Wiratno Argo Asmoro MSc, ketua I panitia KRI-KRCI Regional IV ditemui di sela ujicoba lapangan, Kamis (10/4).
Untuk kompetisi ini, tim dari ITS diwakili oleh tim Robot Koumori untuk KRI. Untuk KRCI divisi Senior Berkaki diwakili tim al-Fajry, Senior Beroda oleh tim az-wad. Sedangkan untuk KRCI divisi Expert Single diwakili tim TnT dan Expert Swarm diwakili tim Twin_Junior_03.
Untuk lapangan KRI juga dirancang sesuai tema di ajang internasional ”Govinda” yang bakal dilangsungkan di Pune, India pada September mendatang. Yakni berupa lapangan yang terbagi dalam dua bagian, bagian dalam seluas 8x9,5 meter dan bagian luar seluas 13,5x14,5 meter.
Dalam pertarungan nantinya, tiap peserta harus mampu mendapatkan poin sebanyak-banyaknya dalam waktu maksimal tiga menit. Poin antara lain didapat dari bola-bola yang disebut cheese yang terletak di atas delapan tiang yang berjajar di tepi lapangan dalam. Masing-masing bola cheese senilai 1 poin, sedang penyangganya 2 poin. Jadi bila mampu mengambil keduanya mendapat 3 poin.
Selain itu, juga balok-balok yang disebut butter yang terletak di atas tiga tiang yang berada di tengah lapangan. Di antara tiga tiang tersebut, satu tiang di tengah setinggi 1,5 meter berisi yellow butter senilai 12 poin akan menjadi pusat perebutan dua peserta yang bertarung.
”Tim yang berhasil mendapatkan yellow butter lebih dulu berarti sudah bisa disebut Govinda atau menang,” ujar Wiratno. Sedang white butter yang berada di dua tiang samping masing-masing bernilai 6 poin.
Tapi untuk kompetisi tingkat nasional, tema internasional itu diadaptasi dengan budaya Indonesia dan diberi nama Panjat Pinang. Meski demikian, aturan keseluruhannya tidak jauh berbeda dengan ajang tingkat internasional tersebut.
Pada kompetisi KRI ini, ada empat robot yang disiapkan. Yakni tiga robot otomatis yang akan bertarung di lapangan bagian dalam dan sebuah robot manual beroperasi di lapangan luar untuk mengambil bola-bola cheese.
Robot otomatis tidak boleh memiliki tinggi lebih dari 1,3 meter dan tidak boleh saling bersentuhan dengan robot lawan. Sedangkan robot manual tidak boleh sedikitpun melewati area hijau di lapangan bagian dalam.
Untuk regional IV yang meliputi wilayah timur Indonesia ini, ada 22 tim robot KRI dan 53 tim robot KRCI yang lolos dan diharuskan mengirim video sebagai pengganti visitasi ke panitia pusat atau Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti). Video ini harus sudah diterima Dikti pada 14 April. ”Tim yang lolos seleksi video ini nantinya yang berhak bertarung di kompetisi masing-masing regional, dan dari tiap regional diambil tiga pemenang untuk dtarung lagi tingkat nasional di UI, Jakarta pada 14 Juni,” imbuh Wiratno.
Artis Roy Marten Divonis Tiga Tahun Penjara
Iman D. Nugroho
Artis Roy Marten divonis tiga tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Jumat (11/04) ini di Surabaya. Roy dianggap bersalah menggunakan dan memiliki zat psikotropika tanpa izin. Vonis itu lebih rendah dari tuntutan jaksa yang menuntut Roy Marten dengan hukuman penjara 3,5 tahun penjara.
Dalam persidangan yang diketuai oleh Berlin Damanik itu terungkap Roy Marten tidak terbukti bersalah seperti yang dituntutkan dalam dakwaan primer. Yakni bertransaksi atau menjual beli zat psikotropika jenis sabu-sabu. Dari pengakuan delapan saksi di pengadilan membuktikan Roy Marten tidak mengetahui transaksi sabu-sabu. ""Transaksi tidak diketahui oleh terdakwa, dan tidak sesuai dengan dakwaan primer," kata Berlin Damanik.
Namun, melalui keterangan saksi menyebutkan, Roy Marten bersama-sama tiga terdakwa yang lain menggunakan sabu-sabu yang sudah disiapkan oleh terdakwa Fredy Matatullah dan Didik Kesit. Karena itulah, unsur bersekongkol dan bersepakat untuk melakukan perbuatan sesuai dakwaan sekunder, serta unsur menggunakan dan memiliki dinilai majelis hakim sudah terpenuhi.
Yang memberatkan, Roy Marten dianggap melakukan kebohongan publik dan tidak menjaga kepercayaan yang sudah diberikan Badan Narkotika Nasional (BNN). Seperti diberitakan sebelumnya, kedatangan Roy Marten ke Surabaya karena diundang oleh BNN dan Jawa Pos, ketika akan menandatangani MOU Anti Narkoba. "Juga, terdakwa pernah dihukum dalam kasus yang sama," kata Majelis Hakim.
Karena beberapa pertimbangan itu, Roy Marten akhirnya dijatuhi vonis 3 tahun penjara, denda Rp.3 juta dan subsider 3 bulan. "Terdakwa secara sah dan meyakinkan memenuhi unsur persekongkolan terhadap tindak pidana serta menyimpan, memiliki, atau membawa psikotropika yang melanggar pasal 71 ayat 1 jo pasal 62 ayat 2 UU No 5 tahun 1997 tentang Psikotropika," kata Berlin Damanik. Baik Roy, Tim Pembela Hukum dan Jaksa Penuntut Umum mengaku pikir-pikir atas putusan itu.
Lebih jauh Roy mengatakan, putusan atas dirinya terlalu berat. Hukuman tiga tahun sama dengan hukuman pengedar. Padahal, dirinya bukan pengedar. "Tiga tahun terlalu berat, saya bukan pengedar," kata Roy usai pembacaan vonis. Vonis atas dirinya, kata Roy, sudah diputuskan sebelumnya. Sidang Jumat ini, katanya, hanya formalitas belaka.
Meski begitu, kepada The Jakarta Post Roy Marten mengatakan bahwa dirinya akan menjaga trust masyarakat yang belakangan luntur karena tertangkap dua kali. "Trust masyarakat kali ini akan saya jaga, ini serius,..saya tidak akan mengecewakan masyarakat lagi," katanya pada The Jakarta Post usai persidangan.
Dalam persidangan sebelumnya, empat terdakwa lain yang ditangkap bersamaan dengan Roy Marten dihukum 1-5 tahun penjara. Mereka adalah Windasari dengan vonis 1 tahun penjara, Fredy Matatullah dengan vonis 3,5 tahun penjara, Hong Ko Hong alias Hartanto dan Didit Kesit dengan dengan vonis masing-masing 5 tahun penjara.
Artis Roy Marten divonis tiga tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Jumat (11/04) ini di Surabaya. Roy dianggap bersalah menggunakan dan memiliki zat psikotropika tanpa izin. Vonis itu lebih rendah dari tuntutan jaksa yang menuntut Roy Marten dengan hukuman penjara 3,5 tahun penjara.
Dalam persidangan yang diketuai oleh Berlin Damanik itu terungkap Roy Marten tidak terbukti bersalah seperti yang dituntutkan dalam dakwaan primer. Yakni bertransaksi atau menjual beli zat psikotropika jenis sabu-sabu. Dari pengakuan delapan saksi di pengadilan membuktikan Roy Marten tidak mengetahui transaksi sabu-sabu. ""Transaksi tidak diketahui oleh terdakwa, dan tidak sesuai dengan dakwaan primer," kata Berlin Damanik.
Namun, melalui keterangan saksi menyebutkan, Roy Marten bersama-sama tiga terdakwa yang lain menggunakan sabu-sabu yang sudah disiapkan oleh terdakwa Fredy Matatullah dan Didik Kesit. Karena itulah, unsur bersekongkol dan bersepakat untuk melakukan perbuatan sesuai dakwaan sekunder, serta unsur menggunakan dan memiliki dinilai majelis hakim sudah terpenuhi.
Yang memberatkan, Roy Marten dianggap melakukan kebohongan publik dan tidak menjaga kepercayaan yang sudah diberikan Badan Narkotika Nasional (BNN). Seperti diberitakan sebelumnya, kedatangan Roy Marten ke Surabaya karena diundang oleh BNN dan Jawa Pos, ketika akan menandatangani MOU Anti Narkoba. "Juga, terdakwa pernah dihukum dalam kasus yang sama," kata Majelis Hakim.
Karena beberapa pertimbangan itu, Roy Marten akhirnya dijatuhi vonis 3 tahun penjara, denda Rp.3 juta dan subsider 3 bulan. "Terdakwa secara sah dan meyakinkan memenuhi unsur persekongkolan terhadap tindak pidana serta menyimpan, memiliki, atau membawa psikotropika yang melanggar pasal 71 ayat 1 jo pasal 62 ayat 2 UU No 5 tahun 1997 tentang Psikotropika," kata Berlin Damanik. Baik Roy, Tim Pembela Hukum dan Jaksa Penuntut Umum mengaku pikir-pikir atas putusan itu.
Lebih jauh Roy mengatakan, putusan atas dirinya terlalu berat. Hukuman tiga tahun sama dengan hukuman pengedar. Padahal, dirinya bukan pengedar. "Tiga tahun terlalu berat, saya bukan pengedar," kata Roy usai pembacaan vonis. Vonis atas dirinya, kata Roy, sudah diputuskan sebelumnya. Sidang Jumat ini, katanya, hanya formalitas belaka.
Meski begitu, kepada The Jakarta Post Roy Marten mengatakan bahwa dirinya akan menjaga trust masyarakat yang belakangan luntur karena tertangkap dua kali. "Trust masyarakat kali ini akan saya jaga, ini serius,..saya tidak akan mengecewakan masyarakat lagi," katanya pada The Jakarta Post usai persidangan.
Dalam persidangan sebelumnya, empat terdakwa lain yang ditangkap bersamaan dengan Roy Marten dihukum 1-5 tahun penjara. Mereka adalah Windasari dengan vonis 1 tahun penjara, Fredy Matatullah dengan vonis 3,5 tahun penjara, Hong Ko Hong alias Hartanto dan Didit Kesit dengan dengan vonis masing-masing 5 tahun penjara.
10 April 2008
Penambangan Emas Banyuwangi Berkilau Petaka
Iman D. Nugroho
Matahari mulai condong ke barat, ketika Bejo ditemani istri dan anak keempatnya, menunggu waktu melaut di joglo samping tempat pelelalangan ikan Pantai Puger, Banyuwangi, Rabu (09/04/08) ini. Sesekali, laki-laki 60 tahun itu melemparkan pandangannya ke arah Gunung Tumpang Pitu dan Pulau Merah, yang berjarak 5 Km ke arah timur. “Mungkin, inilah saat terakhir Saya melihat Gunung itu, sebentar lagi, gunung itu akan hilang karena ada penambangan emas,” kata Bejo.
Bejo dan 4500 jiwa warga Dusun Pancer adalah pihak yang paling resah dengan rencana penambangan emas di Gunung Tumpang Pitu dan Pulau Merah Banyuwangi. Aktivitas penambangan yang dilakukan oleh PT. Indo Multi Niaga (IMN) itu dikhawatirkan akan membawa dampak buruk bagi mata pencahariannya sebagai nelayan. ”Kata orang-orang, akan ada pencemaran di laut dan membuat ikan-ikan pergi, lalu bagaimana nasib kami sebagai nelayan?” kata laki-laki yang istri pertamanya tewas saat tsunami menerjang Pantai Pancer pada 1994 ini.
Dalam catatan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jatim, perjalanan aktivitas penambangan emas di Banyuwangi berawal dari rencana lama Hatman Group (HG), PT Hakman Platino Metallindo (HPM) dan Banyuwangi Mineral (BM) yang berencana membuka jalur emas Jember-Banyuwangi pada 1995. BM, juga dua perusahaan lain, PT. Indo Multi Cipta (IMC) dan PT. Indo Multi Niaga (IMN) adalah perusahaan emas milik pengusaha Yusuf Merukh. Merukh juga pemegang 20% saham PT. Newmont Minahasa Raya (NMR).
Karena rencana penambangan di Gunung Baban Silosanen, Jember mendapatkan perlawanan dari aktivis lingkungan, maka rencana penambangan dialihkan ke Banyuwangi. Hal itu bisa dilihat dari Berita Acara Pemeriksaan Lapangan (BAPL) terhadap Kawasan Hutan yang dimohon PT IMN, tertanggal 18 April 2007. Tepatnya pada petak 75, 76, 77 dan 78. Hebatnya, permohonan itu diterima, meskipun Pemerintah Kabupaten Banyuwangi tidak pernah mengeluarkan izin tertulis. Dan pada 13 Februari 2007, eksplorasi deposit emas di Gunung Pitu dan Pulau Merah pun mulai dilakukan.
Matahari mulai condong ke barat, ketika Bejo ditemani istri dan anak keempatnya, menunggu waktu melaut di joglo samping tempat pelelalangan ikan Pantai Puger, Banyuwangi, Rabu (09/04/08) ini. Sesekali, laki-laki 60 tahun itu melemparkan pandangannya ke arah Gunung Tumpang Pitu dan Pulau Merah, yang berjarak 5 Km ke arah timur. “Mungkin, inilah saat terakhir Saya melihat Gunung itu, sebentar lagi, gunung itu akan hilang karena ada penambangan emas,” kata Bejo.
Bejo dan 4500 jiwa warga Dusun Pancer adalah pihak yang paling resah dengan rencana penambangan emas di Gunung Tumpang Pitu dan Pulau Merah Banyuwangi. Aktivitas penambangan yang dilakukan oleh PT. Indo Multi Niaga (IMN) itu dikhawatirkan akan membawa dampak buruk bagi mata pencahariannya sebagai nelayan. ”Kata orang-orang, akan ada pencemaran di laut dan membuat ikan-ikan pergi, lalu bagaimana nasib kami sebagai nelayan?” kata laki-laki yang istri pertamanya tewas saat tsunami menerjang Pantai Pancer pada 1994 ini.
Dalam catatan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jatim, perjalanan aktivitas penambangan emas di Banyuwangi berawal dari rencana lama Hatman Group (HG), PT Hakman Platino Metallindo (HPM) dan Banyuwangi Mineral (BM) yang berencana membuka jalur emas Jember-Banyuwangi pada 1995. BM, juga dua perusahaan lain, PT. Indo Multi Cipta (IMC) dan PT. Indo Multi Niaga (IMN) adalah perusahaan emas milik pengusaha Yusuf Merukh. Merukh juga pemegang 20% saham PT. Newmont Minahasa Raya (NMR).
Karena rencana penambangan di Gunung Baban Silosanen, Jember mendapatkan perlawanan dari aktivis lingkungan, maka rencana penambangan dialihkan ke Banyuwangi. Hal itu bisa dilihat dari Berita Acara Pemeriksaan Lapangan (BAPL) terhadap Kawasan Hutan yang dimohon PT IMN, tertanggal 18 April 2007. Tepatnya pada petak 75, 76, 77 dan 78. Hebatnya, permohonan itu diterima, meskipun Pemerintah Kabupaten Banyuwangi tidak pernah mengeluarkan izin tertulis. Dan pada 13 Februari 2007, eksplorasi deposit emas di Gunung Pitu dan Pulau Merah pun mulai dilakukan.
Sisi Keamanan Penambangan Emas (Bagian Ke-2)
Amankah aktivitas penambangan emas di Gunung Tumpang Pitu dan Pulau Merah? Dalam presentasi PT. Jember Mineral (JM) 29 Agustus 2000 di Jember dan presentasi PT Banyuwangi Mineral 31 Agustus 2000 lalu, dijelaskan adanya menerapkan sistem Submarine Tailing Disposal (STD) dalam pengolahan limbah penambangan. Rencana STD juga dapat dilihat pada analisis dampak lingkungan (Andal) yang telah dibuat PT. IMN. Block tailing direncanakan dibangun di tengah laut yang berdekatan dengan pulau merah.
”Pembuangan limbah model ini dipastikan akan menghancurkan beberapa jenis vegetasi laut di perairan itu sebagaimana tabel di bawah ini,” kata Direktur Walhi Jatim, Ridho Saiful Ashadi.
Pilihan underground mining dengan konsekuensi pembuangan limbah di darat pun tidak memiliki garansi untuk tidak mengalir ke laut. Harus diingat, blok Tumpang Pitu berdempetan dengan laut. Bahkan Pulau Merah dan Pulau Mahkota yang masuk dalam kawasan blok tersebut, justru merupakan pulau kecil yang berada di tengah laut. Pembuangan limbah ke darat bahkan akan mengancam pemukiman dan pertanian penduduk mengingat kawasan limbah tersebut direncanakan berada di kawasan daratan seluas 250 hektar.
Pengamat pertambangan yang juga anggota Forum Komunitasi Pencita Alam, Stevanus Bordonski menegaskan, hampir pasti penambangan deposit emas di Banyuwangi akan menimbulkan malapetaka. Karena memang seperti itulah efek samping yang dihasilkan oleh penambangan. Apalagi aktivitas penambangan di Indonesia selalu mengabaikan fase penting dalam penambangan, yakni study kelayakan. “Study kelayakan penting dilakukan untuk mengetahui kondisi ekologi dan sosial, sebelum, saat pelaksanaan dan sesudah penambangan, ini yang selalu tidak dilakukan secara kontinyu,” katanya pada The Jakarta Post.
Karenanya, penambangan cenderung meninggalkan kerusakan. Apalagi, secara teknis, penambangan tergolong proses yang mengerikan. Diawali dengan pengeboran (drill) dari berbagai sudut, pengeboran vertikal, pengeboran miring hingga pengeboran silang. Tujuan pengeboran tahap awal ini untuk mencari kapasitas deposit objek yang akan ditambang. “Melalui pengeboran tahap satu itu akan diketahui berapa jenis bahan tambang yang ada, berapa banyak dan berapa waktu yang diperlukan untuk menambang,” jelasnya. Bila data sudah didapat, maka dilakukan eksploitasi.
Proses eksploitasi ini tergolong mengerikan. Kecuali eksploitasi Uranium, sejak Perang Dunia II berakhir, tidak ada lagi eksploitasi vertikal dengan menggunakan terowongan (tunnel). Melainkan bentuk eksploitasi terbuka (open mining). Eksploitasi dengan ini secara otomatis akan membuang lapisan tanah yang tidak memiliki kandungan mineral atau over border. Jumlahnya bisa jutaan matrix ton. “Bentuknya seperti obat nyamuk, melingkar ke bawah semakin kecil, seperti yang dilakukan Newmont dan Freeport, tanah yang tidak bermineral akan dibuang ke waste dam,” jelas Stevanus. Jalan melinkar itu digunakan sebagai jalur truk untuk mengangkut soil.
Soil yang dikumpulkan dari lapisan tanah bermineral (deposit), kemudian akan diproses dengan menggunakan mesin canggih. Dalam proses itu, digunakan berbagai bahan berbahaya seperti arsenik, asam sianida, mercury dll. Melalui bahan kimia itu, akan dipisahkan mineral dan serbuk batu. Mineral yang sudah terkumpul akan dibuat konsentrat, sementara serbuk batu akan dibuang. “Jangan lupa, dalam setiap aktivitas penambangan, hasilnya tidak hanya satu jenis mineral saja, misalnya, dalam lapisan tanah itu akan ditemukan pula mineral lain yang bernilai ekonomis, seperti zeng, nikel, barium dan kloroid, semuanya memiliki nilai ekonomis,” jelas Stevanus.
Namun, yang lebih penting dari itu, adalah efek samping dari penambangan, yakni munculnya gas dan elemen berbahaya lain. Nah, hal inilah yang mebuat Stavanus bisa memastikan akan adanya malapetaka pertambangan. “Pasti, akan terjadi pencemaran dan kerusakan lingkungan, bahkan tidak mungkin akan berakibat kematian,” kata Stavanus.
”Pembuangan limbah model ini dipastikan akan menghancurkan beberapa jenis vegetasi laut di perairan itu sebagaimana tabel di bawah ini,” kata Direktur Walhi Jatim, Ridho Saiful Ashadi.
Pilihan underground mining dengan konsekuensi pembuangan limbah di darat pun tidak memiliki garansi untuk tidak mengalir ke laut. Harus diingat, blok Tumpang Pitu berdempetan dengan laut. Bahkan Pulau Merah dan Pulau Mahkota yang masuk dalam kawasan blok tersebut, justru merupakan pulau kecil yang berada di tengah laut. Pembuangan limbah ke darat bahkan akan mengancam pemukiman dan pertanian penduduk mengingat kawasan limbah tersebut direncanakan berada di kawasan daratan seluas 250 hektar.
Pengamat pertambangan yang juga anggota Forum Komunitasi Pencita Alam, Stevanus Bordonski menegaskan, hampir pasti penambangan deposit emas di Banyuwangi akan menimbulkan malapetaka. Karena memang seperti itulah efek samping yang dihasilkan oleh penambangan. Apalagi aktivitas penambangan di Indonesia selalu mengabaikan fase penting dalam penambangan, yakni study kelayakan. “Study kelayakan penting dilakukan untuk mengetahui kondisi ekologi dan sosial, sebelum, saat pelaksanaan dan sesudah penambangan, ini yang selalu tidak dilakukan secara kontinyu,” katanya pada The Jakarta Post.
Karenanya, penambangan cenderung meninggalkan kerusakan. Apalagi, secara teknis, penambangan tergolong proses yang mengerikan. Diawali dengan pengeboran (drill) dari berbagai sudut, pengeboran vertikal, pengeboran miring hingga pengeboran silang. Tujuan pengeboran tahap awal ini untuk mencari kapasitas deposit objek yang akan ditambang. “Melalui pengeboran tahap satu itu akan diketahui berapa jenis bahan tambang yang ada, berapa banyak dan berapa waktu yang diperlukan untuk menambang,” jelasnya. Bila data sudah didapat, maka dilakukan eksploitasi.
Proses eksploitasi ini tergolong mengerikan. Kecuali eksploitasi Uranium, sejak Perang Dunia II berakhir, tidak ada lagi eksploitasi vertikal dengan menggunakan terowongan (tunnel). Melainkan bentuk eksploitasi terbuka (open mining). Eksploitasi dengan ini secara otomatis akan membuang lapisan tanah yang tidak memiliki kandungan mineral atau over border. Jumlahnya bisa jutaan matrix ton. “Bentuknya seperti obat nyamuk, melingkar ke bawah semakin kecil, seperti yang dilakukan Newmont dan Freeport, tanah yang tidak bermineral akan dibuang ke waste dam,” jelas Stevanus. Jalan melinkar itu digunakan sebagai jalur truk untuk mengangkut soil.
Soil yang dikumpulkan dari lapisan tanah bermineral (deposit), kemudian akan diproses dengan menggunakan mesin canggih. Dalam proses itu, digunakan berbagai bahan berbahaya seperti arsenik, asam sianida, mercury dll. Melalui bahan kimia itu, akan dipisahkan mineral dan serbuk batu. Mineral yang sudah terkumpul akan dibuat konsentrat, sementara serbuk batu akan dibuang. “Jangan lupa, dalam setiap aktivitas penambangan, hasilnya tidak hanya satu jenis mineral saja, misalnya, dalam lapisan tanah itu akan ditemukan pula mineral lain yang bernilai ekonomis, seperti zeng, nikel, barium dan kloroid, semuanya memiliki nilai ekonomis,” jelas Stevanus.
Namun, yang lebih penting dari itu, adalah efek samping dari penambangan, yakni munculnya gas dan elemen berbahaya lain. Nah, hal inilah yang mebuat Stavanus bisa memastikan akan adanya malapetaka pertambangan. “Pasti, akan terjadi pencemaran dan kerusakan lingkungan, bahkan tidak mungkin akan berakibat kematian,” kata Stavanus.
Kegelisahan Taman Nasional Meru Betiri (Bagian Ke-3)
Penambangan emas di Gunung Tumpang Pitu dan Pulau Merah, Banyuwangi menggelisahkan Taman Nasional Meru Betiri (TNMB). Sumarsono dari TNMB menjelaskan, secara administratif, penambangan di Banyuwangi sepenuhnya adalah tanggungjawab Perhutani Wilayah Banyuwangi Selatan. Karena secara geografis, posisi penambangan itu berada di dalam kawasan yang menjadi tanggungjawab pengelolaan Perhutani Wilayah Banyuwangi Selatan.
Hanya saja, efek buruk penambangan itu bisa mempengaruhi ekosistem di kawasan yang menjadi tanggung jawab TMNB. “Penambangan itu berada di bawah tanggungjawab Perhutani, tapi efek buruknya ikut pula kami rasakan,” kata Sumarsono pada The Jakarta Post. Posisi penambangan emas di Gunung Tumpang Pitu dan Pulau Merah berjarak hanya 10 mil dari tiga daerah penting TMNB. Yakni, Pantai Rajekwesi, Teluk Hijau dan Pantai Sukamade. Tiga wilayah itu adalah wilayah konservasi alam yang hingga saat ini tetap dijaga kealamiannya. Terutama Pantai Sukamade, yang merupakan daerah pandaratan penyu. “Pantai Sukamade adalah satu-satunya daerah pendaratan penyu di Samudera Hindia, yang kepemilikannya resmi dimiliki oleh Pemerintah Indonesia,” kata Sumarsono.
Penyu yang juga merupakan hewan yang dilindungi di seluruh dunia, memiliki kepekaan yang tinggi terhadap lingkungan sekitarnya. Sedikit saja ada perubahan ekosistem, maka penyu dipastikan akan meninggalkan daerah pendaratan. “Karena itu, Pantai Sukamade terus dijaga keasliannya, tapi bila limbah pertambangan mencemari Pantai Sukamade, bisa dipastikan tidak ada lagi tempat pendaratan penyu,” katanya. Ironisnya, hingga saat ini, pihak TMNB tidak pernah diajak bicara tentang rencana eksplorasi emas di Banyuwangi. Yang bisa dilakukan TMNB, hanya melaporkan secara berkala perkembangan eksplorasi emas di Banyuwangi kepada Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam.
Hingga saat ini, hasil pengamatan TNMB, perkembangan eksplorasi emas di Gunung Tumpang Pitu dan Pulau Merah Banyuwangi sudah masuk ke tahap pengambilan contoh tanah melalui pengeboran dangkal di dua titik. Masing-masing titik memiliki kedalaman hingga 600 meter. Bila sudah dimulai eksploitasi dengan open pit mining (penambangan terbuka), maka TNMB akan menetapkan status “siaga merah” pada eskosistem di sekitar Pantai Sukamade dan sekitarnya. Bila sudah begitu, maka mau tidak mau pengawasan ekosistem di sekitar kawasan TNMB akan dilakukan siang dan malam. “Celakalah ekosistem kita,” katanya.
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur memperkirakan, kerusakan ekologi akan menjadi bencana utama. Desa Pesanggaran dan Desa Sumber Agung (dua daerah yang masuk daerah penambangan emas) yang memiliki potensi air tanah dengan kapasitas 15-20 liter perdetik akan berubah. Dan hal itu akan menjadi awal terancam krisis air. Sekaligus berdampak pada hancurnya kedaulatan pangan sektor pertanian seperti; padi, jagung, jeruk, dan palawija. Padahal daerah ini merupakan salah satu lumbung padi Jawa Timur yang menyumbangkan 10 % dari total produksi. Saat ini pun, hal itu bisa dirasakan. Petani yang tinggal disekitar sungai Gangga, Banyuwangi, kini sudah mengeluh kekurangan air akibat air yang mengalir disungai itu dimanfaatkan untuk kepentingan eksplorasi PT. IMN.
Efek kedua adalah konflik sosial. Ini dapat dilihat dari munculnya penolakan nelayan Pancer terkait keberadaan perusahaan emas di dusun Pancer. PT. IMN juga telah mendirikan pos-pos penjagaan (militer) yang cukup ketat di Hutan Lindung Gunung Tumpang Pitu. Mulai dari pintu gerbang gunung tersebut, para pengunjung diharuskan mengisi daftar buku identitas. Pos-pos penjagaan militer juga bertebaran dibanyak sudut, khususnya puncak gunung yang kini sudah rata dan banyak berdiri bangunan dan infra struktur untuk keperluan menuju tahapan eksploitasi. Bahkan lapangan helikopter juga sudah dibangun di puncak gunung. Bukan tidak mungkin kasus Pelanggaran Hamseperti yang terjadi di Papua (160 warga dibunuh sejak tahun 1975 hingga 1997 di sekitar tambang Freeport, akan juga terjadi.
Juga soal kemiskinan, yang menjadi dampak pembuangan tailing dengan model pembuangan ke laut. Berbagai jenis ikan laut dan sungai akan hilang, hingga membuat ribuan nelayan kehilangan mata pencahariannya. Beberapa jenis hewan yang ada di Blok Tumpang Pitu, dipastikan akan musnah. Sebut saja Babi Hutan (Sus vittatus), monyet (Macaca fascicularis), Kijang (Muntiacus muntjak), Rusa (Cervus unicolor), Bajing, Landak, dan Musang. Burung Gereja (Passer montanus), Kuntul Cina (Egretta eulophotus), Perkutut (Geopelia striata), Pipit (Lonchura sp), Prenjak (Prinia flaviventris), Sikatan (Cyornis concreta), dan Tekukur (Streptophylia chinensis), Ayam Hutan (Gallus bankiva), dan Camar Laut. Raptor (burung pemangsa). Sekaligus kepunahan reptil seperti Kadal, Biawak, Ular Tanah, Ular Hijau, Ular Air, Kobra dan Katak.
Hanya saja, efek buruk penambangan itu bisa mempengaruhi ekosistem di kawasan yang menjadi tanggung jawab TMNB. “Penambangan itu berada di bawah tanggungjawab Perhutani, tapi efek buruknya ikut pula kami rasakan,” kata Sumarsono pada The Jakarta Post. Posisi penambangan emas di Gunung Tumpang Pitu dan Pulau Merah berjarak hanya 10 mil dari tiga daerah penting TMNB. Yakni, Pantai Rajekwesi, Teluk Hijau dan Pantai Sukamade. Tiga wilayah itu adalah wilayah konservasi alam yang hingga saat ini tetap dijaga kealamiannya. Terutama Pantai Sukamade, yang merupakan daerah pandaratan penyu. “Pantai Sukamade adalah satu-satunya daerah pendaratan penyu di Samudera Hindia, yang kepemilikannya resmi dimiliki oleh Pemerintah Indonesia,” kata Sumarsono.
Penyu yang juga merupakan hewan yang dilindungi di seluruh dunia, memiliki kepekaan yang tinggi terhadap lingkungan sekitarnya. Sedikit saja ada perubahan ekosistem, maka penyu dipastikan akan meninggalkan daerah pendaratan. “Karena itu, Pantai Sukamade terus dijaga keasliannya, tapi bila limbah pertambangan mencemari Pantai Sukamade, bisa dipastikan tidak ada lagi tempat pendaratan penyu,” katanya. Ironisnya, hingga saat ini, pihak TMNB tidak pernah diajak bicara tentang rencana eksplorasi emas di Banyuwangi. Yang bisa dilakukan TMNB, hanya melaporkan secara berkala perkembangan eksplorasi emas di Banyuwangi kepada Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam.
Hingga saat ini, hasil pengamatan TNMB, perkembangan eksplorasi emas di Gunung Tumpang Pitu dan Pulau Merah Banyuwangi sudah masuk ke tahap pengambilan contoh tanah melalui pengeboran dangkal di dua titik. Masing-masing titik memiliki kedalaman hingga 600 meter. Bila sudah dimulai eksploitasi dengan open pit mining (penambangan terbuka), maka TNMB akan menetapkan status “siaga merah” pada eskosistem di sekitar Pantai Sukamade dan sekitarnya. Bila sudah begitu, maka mau tidak mau pengawasan ekosistem di sekitar kawasan TNMB akan dilakukan siang dan malam. “Celakalah ekosistem kita,” katanya.
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur memperkirakan, kerusakan ekologi akan menjadi bencana utama. Desa Pesanggaran dan Desa Sumber Agung (dua daerah yang masuk daerah penambangan emas) yang memiliki potensi air tanah dengan kapasitas 15-20 liter perdetik akan berubah. Dan hal itu akan menjadi awal terancam krisis air. Sekaligus berdampak pada hancurnya kedaulatan pangan sektor pertanian seperti; padi, jagung, jeruk, dan palawija. Padahal daerah ini merupakan salah satu lumbung padi Jawa Timur yang menyumbangkan 10 % dari total produksi. Saat ini pun, hal itu bisa dirasakan. Petani yang tinggal disekitar sungai Gangga, Banyuwangi, kini sudah mengeluh kekurangan air akibat air yang mengalir disungai itu dimanfaatkan untuk kepentingan eksplorasi PT. IMN.
Efek kedua adalah konflik sosial. Ini dapat dilihat dari munculnya penolakan nelayan Pancer terkait keberadaan perusahaan emas di dusun Pancer. PT. IMN juga telah mendirikan pos-pos penjagaan (militer) yang cukup ketat di Hutan Lindung Gunung Tumpang Pitu. Mulai dari pintu gerbang gunung tersebut, para pengunjung diharuskan mengisi daftar buku identitas. Pos-pos penjagaan militer juga bertebaran dibanyak sudut, khususnya puncak gunung yang kini sudah rata dan banyak berdiri bangunan dan infra struktur untuk keperluan menuju tahapan eksploitasi. Bahkan lapangan helikopter juga sudah dibangun di puncak gunung. Bukan tidak mungkin kasus Pelanggaran Hamseperti yang terjadi di Papua (160 warga dibunuh sejak tahun 1975 hingga 1997 di sekitar tambang Freeport, akan juga terjadi.
Juga soal kemiskinan, yang menjadi dampak pembuangan tailing dengan model pembuangan ke laut. Berbagai jenis ikan laut dan sungai akan hilang, hingga membuat ribuan nelayan kehilangan mata pencahariannya. Beberapa jenis hewan yang ada di Blok Tumpang Pitu, dipastikan akan musnah. Sebut saja Babi Hutan (Sus vittatus), monyet (Macaca fascicularis), Kijang (Muntiacus muntjak), Rusa (Cervus unicolor), Bajing, Landak, dan Musang. Burung Gereja (Passer montanus), Kuntul Cina (Egretta eulophotus), Perkutut (Geopelia striata), Pipit (Lonchura sp), Prenjak (Prinia flaviventris), Sikatan (Cyornis concreta), dan Tekukur (Streptophylia chinensis), Ayam Hutan (Gallus bankiva), dan Camar Laut. Raptor (burung pemangsa). Sekaligus kepunahan reptil seperti Kadal, Biawak, Ular Tanah, Ular Hijau, Ular Air, Kobra dan Katak.
Perlawanan Nelayan Pancer (Bagian ke-4)
Iman D. Nugroho
Pencemaran di laut itu juga yang membuat masyarakat sekitar lokasi penambangan emas bersepakat untuk melawan aktivitas penambangan. Dimotori oleh penduduk Dusun Pancer, yang mayoritas adalah nelayan tradisional, perlawanan itu diawali dengan upaya mengirim surat keberatan kepada Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dan DPRD Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2007. Namun, hal itu tidak berefek apa-apa. Rencana penambangan pun terus dilakukan hingga masuk ke tahap eksplorasi pada tahun 2008. “Kami tidak tahu, apa yang salah dengan surat itu, yang pasti surat itu diabaikan,” kata Mudasar, Kepala Dusun Pancer pada The Post.
Puncaknya adalah Selasa (08/04/08) kemarin, ketika kemarahan warga Pancer tidak bisa lagi dibendung. Warga yang mendengar akan adanya kunjungan perwakilan Pemerintah Provinsi Jawa Timur ke Pantai Pancer, memblokade jalan. Tuntutan mereka hanya satu, yakni kemauan pemerintah untuk mendengar aspirasi mereka. “Kami tidak pernah minta macam-macam, tolong dengarkan aspirasi kami,” ungkap Mudasar yang pada tahun 1994 menjadi korban gelombang tsunami di Banyuwangi ini.
Mudasar menceritakan, beberapa minggu sebelum eksplorasi akan dilakukan, perwakilan PT. IMN menggelar petemuan dengan perwakilan warga. Dalam pertemuan itu, PT. IMN meminta izin akan melakukan kegiatan pertambangan di Gunung Tumpang Pitu dan Pulau Merah. “Saat itu mereka menjanjikan, proses penambangan akan dilakukan secara tertutup, dan limbahnya akan dikelola sehingga tidak mencemari laut,” kata Mudasar.
Bahkan, PT. IMN juga akan membangun masjid, jalan dan rumah sakit yang Dusun Pancer sebagai bukti keberpihakan perusahaan kepada masyarakat sekitar. Namun, semuanya seakan berbalik ketika masyarakat mengetahui pernambangan tertutup sudah lama tidak digunakan. “Bahkan melalui VCD yang dibawa oleh teman-teman LSM, kami mengetahui aktivitas penambangan bisa berdampak sangat buruk, tidak hanya bagi lingkungan, tapi juga bagi manusia, karena itu kami sepakat menolak,” katanya.
Meskipun perlawanan itu begitu keras, namun faktanya, penduduk Pancer tidak memiliki posisi tawar yang kuat. Mengingat tanah di Dusun Pancer berstatus tanah negara milik Kabupaten Banyuwangi. Artinya, negara berhak menggunakan tanah itu untuk kepentingan apapun. “Kami sadar bila posisi kami lemah, namun bukan berarti keberadaan warga Dusun Pancer diabaikan begitu saja kan,” katanya. Hal itu juga yang sepertinya membuat Pemerintah Kabupaten Banyuwangi mengabaikan aspirasi warga Dusun Pancer.
Mudasar mengingatkan, nelayan yang mencari ikan di Laut Selatan, khususnya di kawasan Pantai Pancer, bukan hanya nelayan Banyuwangi saja. Melainkan, nelayan daerah lain pun melakukan hal yang sama. “Ada ribuan nelayan yang mencari ikan di kawasan laut ini,” katanya. Mudasar tidak bisa membayangkan, bila akhirnya limbah penambangan akan mencemari laut dan membuat ikan-ikan di kawasan itu tercemari logam berat.
Jadi, apakah penambangan emas Banyuwangi masih bisa diteruskan?
Pencemaran di laut itu juga yang membuat masyarakat sekitar lokasi penambangan emas bersepakat untuk melawan aktivitas penambangan. Dimotori oleh penduduk Dusun Pancer, yang mayoritas adalah nelayan tradisional, perlawanan itu diawali dengan upaya mengirim surat keberatan kepada Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dan DPRD Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2007. Namun, hal itu tidak berefek apa-apa. Rencana penambangan pun terus dilakukan hingga masuk ke tahap eksplorasi pada tahun 2008. “Kami tidak tahu, apa yang salah dengan surat itu, yang pasti surat itu diabaikan,” kata Mudasar, Kepala Dusun Pancer pada The Post.
Puncaknya adalah Selasa (08/04/08) kemarin, ketika kemarahan warga Pancer tidak bisa lagi dibendung. Warga yang mendengar akan adanya kunjungan perwakilan Pemerintah Provinsi Jawa Timur ke Pantai Pancer, memblokade jalan. Tuntutan mereka hanya satu, yakni kemauan pemerintah untuk mendengar aspirasi mereka. “Kami tidak pernah minta macam-macam, tolong dengarkan aspirasi kami,” ungkap Mudasar yang pada tahun 1994 menjadi korban gelombang tsunami di Banyuwangi ini.
Mudasar menceritakan, beberapa minggu sebelum eksplorasi akan dilakukan, perwakilan PT. IMN menggelar petemuan dengan perwakilan warga. Dalam pertemuan itu, PT. IMN meminta izin akan melakukan kegiatan pertambangan di Gunung Tumpang Pitu dan Pulau Merah. “Saat itu mereka menjanjikan, proses penambangan akan dilakukan secara tertutup, dan limbahnya akan dikelola sehingga tidak mencemari laut,” kata Mudasar.
Bahkan, PT. IMN juga akan membangun masjid, jalan dan rumah sakit yang Dusun Pancer sebagai bukti keberpihakan perusahaan kepada masyarakat sekitar. Namun, semuanya seakan berbalik ketika masyarakat mengetahui pernambangan tertutup sudah lama tidak digunakan. “Bahkan melalui VCD yang dibawa oleh teman-teman LSM, kami mengetahui aktivitas penambangan bisa berdampak sangat buruk, tidak hanya bagi lingkungan, tapi juga bagi manusia, karena itu kami sepakat menolak,” katanya.
Meskipun perlawanan itu begitu keras, namun faktanya, penduduk Pancer tidak memiliki posisi tawar yang kuat. Mengingat tanah di Dusun Pancer berstatus tanah negara milik Kabupaten Banyuwangi. Artinya, negara berhak menggunakan tanah itu untuk kepentingan apapun. “Kami sadar bila posisi kami lemah, namun bukan berarti keberadaan warga Dusun Pancer diabaikan begitu saja kan,” katanya. Hal itu juga yang sepertinya membuat Pemerintah Kabupaten Banyuwangi mengabaikan aspirasi warga Dusun Pancer.
Mudasar mengingatkan, nelayan yang mencari ikan di Laut Selatan, khususnya di kawasan Pantai Pancer, bukan hanya nelayan Banyuwangi saja. Melainkan, nelayan daerah lain pun melakukan hal yang sama. “Ada ribuan nelayan yang mencari ikan di kawasan laut ini,” katanya. Mudasar tidak bisa membayangkan, bila akhirnya limbah penambangan akan mencemari laut dan membuat ikan-ikan di kawasan itu tercemari logam berat.
Jadi, apakah penambangan emas Banyuwangi masih bisa diteruskan?
BERITA UNGGULAN
JADI YANG BENAR DIADILI DI MANA NIH?
Pernyataan Kepala Pusat Penerangan Markas Besar Tentara Nasional Indonesia (TNI) mendapatkan respon dari Amnesty Internasional Indonesia.
Postingan Populer
-
Anggota Komisi III Fraksi PKB DPR RI, Hasbiallah Ilyas meminta Polri mengusut kasus tewasnya Darso warga Kampung Gilisari, Kelurahan Purwosa...
-
Dilansir melalui Website, Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) menggelar rapat koordinasi bersama Komando Resor Militer (Korem) 033 Wira Prata...
-
Bangun Sejahtera Indonesia Maslahat (BSI Maslahat) Membuatkan Sekolah Darurat Sementara untuk Sekolah Dasar Naglaasih, di Desa Naglasari, Ke...
Banyak dikunjungi
-
Anggota Komisi III Fraksi PKB DPR RI, Hasbiallah Ilyas meminta Polri mengusut kasus tewasnya Darso warga Kampung Gilisari, Kelurahan Purwosa...
-
Dilansir melalui Website, Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) menggelar rapat koordinasi bersama Komando Resor Militer (Korem) 033 Wira Prata...
-
Bangun Sejahtera Indonesia Maslahat (BSI Maslahat) Membuatkan Sekolah Darurat Sementara untuk Sekolah Dasar Naglaasih, di Desa Naglasari, Ke...
-
Kencan, bisa dilakukan kapan saja. Dalam Solusi Ibu kali ini, membahas kencan dengan pasangan, di tengah-tengah kehidupan keluarga yang mung...
-
Akun X @kkpgoid memposting "breaking news!!!" tentang penghentian kegiatan pemagaran laut tanpa izin. #SahabatBahari, hari ini KKP...