26 Januari 2008

Akankah Sriwijaya FC Mengawinkan Piala Copa dan Liga?

Langkah Sriwijaya FC dalam Liga Indonesia ke XII semakin mantap. Tim asal Palembang Sumatera Selatan itu dipastikan masuk dalam semi final Liga Indonesia. Menghadapi Persija, PSMS dan Persipura. Akankah tim yang dijuluki Laskar Wong Kita berhasil mengawinkan piala Liga Indonesia dengan piala Copa Indonesia?

Yang pasti itulah cita-cita besar anak asuh Rahmad Dharmawan dan seluruh pendukung Sriwijaya FC. Meskipun secara terbuka, Rahmad Dharmawan tidak mau berbesar diri untuk menyebut keinginan itu. "Saya masih belum berpikir soal itu, kita selesaikan satu-satu terlebih dahulu, yakni mempersiapkan diri menghadapi Persija Jakarta di Senayan," kata Rahmad usai pertandingan melawan Persiwa Wamena di Surabaya, Sabtu (26/1) ini.

Apalagi, dalam pertandingan nanti, Persija akan bermain di hadapan pendukungnya. Dalam sejarahnya, Sriwijaya FC pernah dihajar Persija 4-2, dalam kompetisi Copa Indonesia Dji Sam Soe lalu. Karena itu, tidak berlebihan bila Rahmad akan melakukan berbagai perbaikan di dalam tim asuhannya. "Yang pertama adalah perbaikan dalam motivasi tim, dan mempertajam penyelesaian akhir, yang terakhir, adalah berdoa," katanya.

Persija dan Sriwijaya FC, menurut Rahmad memiliki bobot tim yang berimbang. Meskipun diakui jumlah pemain nasional di Persija lebih banyak. "Persija punya lima pemain nasional, sementara kami punya tiga, tapi bobot tim tetap sama," katanya. Karena itu, Rahmad yakin, anak-anak asuhannya sudah tahu apa yang harus dilakukan. Sampai akhirnya berhasil mengawinkan piala copa dan liga? Hmmm,...

Penyelam Pasir Tradisional


Penyelam Pasir Tradisional
Penyelam pasir tradisional masih banyak tersebar di sepanjang sungai Brantas atau Bengawan Solo. Seperti sosok penyelam pasir di Sungai Brantas kawasan Kota Kertosono Jawa Timur ini. Setiap hari, penyelam pasir tradisional menyelam hingga ke dasar sungai untuk mengambil pasir dan batu-batu kali. Bila sudah terkumpul, pasir dan batu kali itu akan dijual ke pengepul sebagai bahan bangunan. Harganya fluktuatif, tergantung tren naik turun harga bahan bangunan. Mulai. Rp.25 ribu-Rp.50 ribu/truk.


25 Januari 2008

Polisi Serahkan Berkas Lapindo, Walhi Jatim Pesimis

Langkah Polda Jatim menyerahkan tujuh berkas kasus semburan lumpur Lapindo di Sidoarjo pada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur Jumat (25/1/08) ini disambut pesimis oleh Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur. Walhi menilai polisi telah mempermainkan kasus ini melalui opini di media massa. Hal itu menunjukkan polisi tidak mampu dan ada fakor "x" yang membuat kasus ini akan dihentikan.

Hal itu dikatakan Subagio, Staf Ahli Hukum Walhi Jawa Timur, Jumat ini di Surabaya. Subagio yang juga tim pegacara Walhi ini mengatakan, statemen Kapolda Jawa Timur Irjen Pol. Herman Suryadi Sumawiredja dan Kapolri Sutanto di media massa belakangan ini membuat kasus Lapindo akan segera "sampai" pada titik dimana hukum tidak akan ditegakkan dengan benar. "Bagaimana mungkin seorang polisi tidak optimis dengan kasus yang dikerjakan, dan kami menyimpulkan polisi tidak mampu menuntaskan kasus ini," kata Subagio.

Namun, Walhi Jatim mengaku tetap berharap kepada polisi sebagai harapan terakhir pengungkapan secara hukum kasus semburan lumpur Lapindo. Karena itulah, Walhi Jatim meminta masyarakat untuk terus mencermati kasus ini. "Mau tidak mau, secara hukum, kasus ini adalah domain kerja polisi, karena itulah masyarakat harus terus mengikuti perjalanan kasus ini," kata Subagio. Wahli sendiri tetap berkonsentrasi dengan tuntutan naik banding perdata pada pemerintah, atas kasus Lapindo. Sebelumnya, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menolak gugatan Walhi itu.

Sementara itu, Jumat ini, Polda Jatim melimpahkan berkas penyidikan kasus lumpur Lapindo ke Kejati Jatim. Kapolda Jawa Timur Irjen Pol. Herman Suryadi Sumawiredja mengatakan, dalam pelimpahan kali ini, Polda Jatim telah melakukan berbagai perbaikan. Sebelumnya, berkas Lapindo sempat dikembalikan Kejati karena dinilai belum lengkap.

Polda Jatim telah menetapkan 13 tersangka dalam kasus semburan lumpur Lapindo. Mulai General Manager Lapindo Imam Agustino, mantan General Manager Aswar Siregar, Direktur PT. Medici Citra Nusa Yenny Nawawi serta kontraktor dan subkontraktor. "BAP ini adalah bukti kasus Lapindo tidak dihentikan," kata Kapolda Herman Suryadi Sumawiredja.

Polda Jatim sudah melakukan penyelidikan kasus lumpur Lapindo selama 1,5 tahun. Dan dalam kurun waktu itu, Polda Jatim mengaku masih belum menemukan bukti kuat tentang adanya factual proving (bukti riil) human error (faktor kesalahan manusia) dalam semburan lumpur itu. Alasannya, posisi sumber semburan lumpur berada jauh di bawah permukaan bumi. Penyelidikan juga terkesan tidak menjadi prioritas, ketika kasus sembula lumpur ini memasuki fase penyelesaian pembayaran ganti rugi oleh Lapindo.

Subagio dari Walhi Jatim menilai, keterangan 56 saksi pelaku yang selama ini sudah didapatkan polisi, sebenarnya bisa dipandang sebagai factual proving. Karena mereka adalah orang-orang yang secara langsung terlibat secara teknis dalam pengeboran di Porong, Sidoarjo. "Jadi, sangat keliru bila polisi menilai bukti yang didapat banya bukti teori (theory proving)," kata Subagio.

23 Januari 2008

Aremania Dijaga Ketat

Pasca kerusuhan dalam pertandingan Liga Indonesia XII di Kediri (16/1) lalu, pendukung kesebelasan Arema, Malang yang dikenal dengan sebutan Aremania, mendapat penjagaan ketat dari polisi. Rabu (23/1) ini, dalam pertandingan antara Arema dengan Sriwijaya FC di Stadion Sidoarjo, pendukung Arema diperiksa ketika akan masuk ke dalam stadion. Polisi bahkan melakukan pemeriksaan KTP kepada penonton yang masuk. Meskipun tidak ada Aremania yang dilarang masuk.

Seperti diberitakan, kerusuhan di Kediri membuat pendukung Tim "Singo Edan" Arema Malang mendapatkan sanksi dari Komisi Disiplin (Komdis) PSSI. Mereka tidak boleh menghadiri laga AREMA selama tiga tahun. Namun, hal itu tidak menghalangi Aremania menghadiri pertandingan Arema. Seperti yang terjadi Rabu ini. Dalam pengamatan The Jakarta Post, Aremania tetap datang dengan mengenakan atribut batik dan baju koko, tanpa membawa atribut suporter khas Aremania.

Langkah Aremania sepertinya tidak membuat polisi lengah. Di GOR Sidoarjo, polisi benar-benar ketat melakukan penjagaan. Puluhan polisi dijaga di hampir semua pintu masuk stadion. Di pojok-pojok stasiun, ratusan polisi bersenjata lengkap plus pentungan berjajar melakukan penjagaan. Bila ada rombongan penonton, polisi yang berjaga di pintu masuk langsung melakukan sweeping dan pemeriksaan secara ketat.

Tidak hanya memeriksa isi tas, seperti pemeriksaan yang biasa dilakukan, tapi penonton juga diminta membuka sepatu dan mengangkat seluruh bajunya. Polisi juga meminta penonton menunjukkan KTP. Bila ada yang beralamat Malang, pemeriksaan dilakukan dengan lebih ketat. "Sampai saat ini tidak ditemukan ada barang-barang berbahaya yang dibawa oleh penonton," kata seorang petugas yang melakukan pemeriksaan di pintu timur GOR Sidoarjo.

Sayangnya, pertandingan Rabu ini juga diwarnai dengan tindakan tidak simpatik Aremania. Ratusan iring-iringan sepeda motor milik Aremania dilaporkan nekad menerobos jalan tol Porong-Sidoarjo. Bahkan, dalam laporan kepada sebuah radio lokal di Surabaya, seorang petugas Jasa Marga mengaku akan dikeroyok suporter, ketika melakukan pelarangan kepada rombongan sepeda motor itu.

Melawan Global Warming


Melawan Global Warming
Langkah kecil yang dilakukan murid-murid Sekolah Rakyat Merdeka (SRM) Ranu Klanah, Lumajang Jawa Timur ini besar artinya. Terutama pada perlawanan kepada global warming. Sejak dini, murid sekolah gratis ini diperkenalkan pada pembiakan tunas tanaman yang kemudian ditanamkan di lingkungan sekitar sekolah.


22 Januari 2008

Benih Pelanggaran HAM di Jatim, Mulai Polisi Sampai MUI

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya menilai ada ancaman nyata bagi pelaksanaan HAM di Jawa Timur. Yakni, kriminalisasi atas kebebasan menyampaikan pendapat di Jember, fatwa MUI Lumajang terhadap kegiatan Maulid Hijau, serta kriminalisasi atas kritik di Sumenep Madura. Karena itu, LBH Surabaya mengingatkan negara untuk kembali menegakkan HAM. Hal itu dikatakan Athoillah Kepala Operasional Lembaga Bantuan Hukum Surabaya, Selasa (22/1) ini.

Catatan pertama diberikan LBH Surabaya atas kasus Aktivis Gerakan Peduli Perempuan (GPP) Jember dengan dosen STAIN Jember dan Polres Jember. Aktivis GPP dilaporkan telah melakukan fitnah oleh seorang oknum dosen STAIN Jember, setelah menyampaikan pendapat di muka umum di depan STAIN Jember. Aksi itu dilakukan untuk mendesak STAIN Jember mengambil sikap tegas terhadap oknum dosen yang diduga keras pernah melakukan tindak pelecehan seksual terhadap sejumlah mahasiswa.

Uniknya, oknum dosen berinisial S justru melaporkan Halimatus Sadiyah, koordinator GPP kepada polisi dan polisi menindaklanjuti dengan pemeriksaan. "Namun, desakan atas pemeriksaan kasus tindak pelecehan seksual yang disoroti oleh GPP itu justru diabaikan," kata Athoillah.

Kasus kedua adalah fatwa larangan pelaksanaan Maulid Hijau oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) LUmajang, Jawa Timur. MUI Lumajang menilai Maulid Hijau memunculkan kesesahan di kalangan masyarakat. "Padahal tidak demikian," kata Athoillah. Maulid Hijau merupakan kegiatan yang digagas dan diselenggaran secara mandiri oleh masyarakat Desa Tegalrandu Kec. Klakah Lumajang. Sejak awal, Maulid Hijau didorong untuk menjadi agenda tahunan pariwisata. Bahkan, kegiatan itu sempat disetujui oleh Bupati Lumajang Achmad Fauzi.

Kegiatan utama dalam maulid hijau adalah perayaan Maulid Nabi Muhammad yang digabungkan dengan aksi penghijauan.Selain itu, berisi berbagai kegiatan seni tradisi dan berbagai kegiatan untuk mendorong berkembangnya perekonomian masyarakat seperti pasar rakyat. "Tapi, MUI malah melarang tanpa alasan yang jelas tertanggal 2 Januari," kata Athoillah.

Kasus terakhir terjadi di Madura.Pada 2 Januari 2008 lalu, Abd. Wahid, salah seorang mahasiswa warga Batang-batang Kab. diperiksa sebagai tersangka dalam perkara tindak pidana perbuatan pencemaran nama baik melalui tulisan/SMS yang berisi laporan pemerasan oleh oknum Polres Sumenep, Madura. "Namun, karena merasa tidak pernah mengirim dan tidak mengetahui siapa pengirim SMS tersebut, Wahid menjawab tidak tahu," kata Athoillah.

Tiga peristiwa itu, dinilai LBH Surabaya sebagai bentuk pelanggaran HAM.Dalam kasus di Jember misalnya, adalah serangan secara langsung atas hak dan kebebasan menyampaikan pendapat yang dijamin sepenuhnya di Indonesia. LBH Surabaya mengkhawatirkan, Polres Jember akan terjebak pada upaya yang dilakukan oleh orang yang diduga pelaku kekerasan terhadap perempuan yang berupaya memanfaatkan fasilitas hukum

Sementara fatwa MUI Lumajang menunjukkan masih kuatnya watak penguasaan dan dominasi atas tafsir tunggal keagamaan oleh organisasi korporatisme negara atas kaum agamawan. MUI masih merasa bahwa dirinya adalah satu-satunya aktor yang mempunyai kewenangan atas seluruh tafsir dan laku keagamaan. MUI tidak sepatutnya mengeluarkan fatwa yang melarang dan menyesatkan berbagai keyakinan dan laku kebudayaan. Perbedaan yang muncul adalah kekayaan yang harus dihormati, bukan dihantam dengan tudingan sesat.

Dan kasus Madura, dinilai sebagai cara polisi menjawab kritik dengan menjadikan pemberi kritik sebagai tersangka. "Penggunaan pasal karet untuk mengkriminalkan tukang kritik hanya akan menghasilkan ancaman yang nyata terhadap hak atas kemerdekaan menyampaikan pendapat serta hak publik untuk terlibat dalam urusan pemerintahan," kata Athoillah.

20 Januari 2008

Terseruduk "Kerbau" Liar di Kebo-keboan


Belasan "kerbau" liar mengamuk di Desa Alasmalang, Kecamatan Singojuruh, Banyuwangi, Minggu (20/1) ini. Ribuan orang yang berkumpul di jalanan desa menjadi sasaran amukannya. Uniknya, orang-orang yang menjadi korban srudukan itu tidak meringis kesakitan, tapi malah tertawa. Dengan "luka" berupa arang hitam dan lumpur yang tertoreh di sekujur tubuh.

Begitulah gambaran acara Kebo-keboan yang digelar di Desa Alasmalang. Acara yang didasari dengan filofosi tingkah laku kerbau yang tidak kenal lelah membantu manusia membajak sawah itu adalah salah satu bentuk terima kasih warga desa kepada Tuhan atas berkah berupa hasil sawah yang melimpah. Sekaligus merupakan ritual yang dipercaya mampu menjauhkan penduduk dari penyakit yang akan menyerang desa.

Kebo-keboan dipercaya pertama kali digelar sekitar 300 tahun yang lalu. Buyut Karti, adalah sosok yang menjadi mencetus ritual itu. Indra Gunawan, keturunan keenam Buyut Karti menceritakan, ketika Kebo-keboan itu pertama kali dilakukan, Desa Alasmalang sedang diteror pagebluk. Atau penyakit aneh yang membuat penderitanya meninggal dunia hanya dalam hitungan jam.

Buyut Karti yang juga merupakan sesepuh Desa Alasmalang mendapatkan wangsit untuk melakukan ritual Kebo-keboan. Tentu saja, ritual itu bukan bukan tanpa alasan dan hitungan. Seperti penentuan tanggal 10 Muharram (bulan pertama penanggalan Islam) atau 10 Suro (bulan pertama penanggalan Jawa). Bulan Muharram dan Suro dipercaya sebagai bulan yang penuh berkah. Sementara Kebo atau Kerbau, diambil sebagai simbol binatang yang sangat setia membantu manusia dalam bercocok tanam.

Kebo-keboan diawali dengan Slametan Pembuka yang dilakukan tepat tanggal 1 Suro. Dalam ritual itu, dilakukan selamatan di empat penjuru desa. Keesokan harinya, dilakukan upacara penanaman Gapura Palawija. Sebagaimana namanya, ritual ini adalah pembuatan gapura (pintu masuk) desa yang terbuat dari berbagai palawija hasil bumi Alasmalang.

Selanjutnya, pada tanggal 10 Muharam atau 10 Suro, dilakukan ijab kabul yang dirupakan dengan sesembahan 12 tumpeng. "Angka 12 itu didapat dari jumlah hari dalam seminggu ditambahkan dengan jumlah hari pasaran (Kliwon, Wage, Pahing, Pon dan Legi)," kata Indra. Dan yang terakhir dilakukan Ider Bumi (berputar desa) yang dilakukan oleh penduduk Desa Alasmalang yang didandani seperti Kebo atau Kerbau.

Penentuan Kebo atau Kerbau pun tidak sembarangan. Ke-18 orang yang ditunjuk sebagai kebo atau Kerbau haruslah penduduk asli Desa Alasmalang sebagai bentuk totalitas. Juga ada sosok Dewi Sri (sang Dewi Kesuburan) yang diperankan oleh penduduk Desa Alasmalang yang masih perawan, sebagai simbol kesucian. Yang terakhir dibuat sosok buruk rupa atau ogoh-ogoh yang digambarkan selalu menari-mari mengejar Dewi Sri. Bila semua prasyarat sudah ada, ritualpun dimulai.

Lengkap dengan rambut palsu warna hitam, tubuh dilumuri arang dan lonceng kayu yang biasa dipasang di kerbau, seluruh kebo terlebih dahulu dimandikan dulu di bendungan desa yang terletak di sebelah barat desa. Bersamaan dengan dimandikannya Kebo, ke-12 tumpeng yang sudah disiapkan pun didoai dan dimakan bersama-sama oleh penduduk desa.

Usai dimandikan, biasanya ke-18 kerbau itu akan kemasukan danyang atau makhluk gaib penunggu desa. Saat itulah, tingkah laku kebo akan seperti binatang kerbau. Dengan ditali di bagian perut, kebo atan menyeduruk atau menabrak siapa saja yang ada di depannya. Air bendungan pun dialirkan ke jalanan desa, seperti areal sawah yang siap ditanami. Kebo pun menari-nari di jalanan.

Usai menunjukkan kebolehannya, ke-18 kebo pun menuju ke areal sawah untuk menunjukkan kebolehannya. Mereka membajak sawah, sambil sesekali mengejar penonton untuk diceburkan ke dalam sawah. Sorak-sorai pun tidak terbendung. Penonton yang tertangkap kebo harus rela bermandi air sawah plus tanah liat yang menempel di seluruh tubuh.

Bupati Banyuwangi, Ratna Ani Lestari mengatakan, budaya Kebo-keboan hendaknya menjadi salah satu kekayaan budaya Banyuwangi yang terus dijaga kelestariannya. Ratna tidak menginginkan budaya Kebo-keboan akan berubah dan terpengaruh oleh budaya daerah atau bahkan negara lain. "Budaya semacam ini harus dijaga, jangan sampai hilang atau dipengaruhi oleh budaya daerah atau negara lain," kata Bupati Ratna Ani Lestari.

Dalam acara Kebo-keboan kali ini, dimeriahkan pula oleh hadirnya bentuk kesenian lain seperti Reyog Ponorogo, Terbangan khas Pasuruan dan Ogoh-ogoh khas Bali. Selain itu, pelaksanaan juga menyediakan panggung hiburan musik dangdut yang digelar usai kebo-keboan berakhir.

Teks foto:
Masyarakat desa Alas Malang Banyuwangi Jawa Timur menggelar tradisi Kebo-keboan, Minggu (20/1) ini. Dalam acara yang digelar setiap tanggal 10 Muharram (penanggalan Islam) atau 10 Suro (Penanggalan Jawa) itu sebagai bentuk ucapan terimakasih kepada Sang Pencipta atas berkah panen berlimpah yang dirasakan desa itu saat musim panen tiba. Sekaligus doa untuk menjauhkan malapetaka di desanya. Kebo-keboan berasal dari kata kebo atau kerbau. Dalam upacara itu 18 orang desa berpakaian layaknya kerbau dan menari di sepanjang jalan desa.



Kura-kura Brazil Dijual Bebas


Kura-kura Dijual Bebas.
Kura-kura Brazil atau Red Ear Slider menjadi salah satu jenis kura-kura yang sering diperdagangkan. Seperti yang terjadi di Banyuwangi Jawa Timur ini. Meski jumlahnya masih tergolong "aman" dan jauh dari punah, namun menurut situs www.binatangpeliharaan.com, kura-kura jenis ini dijual kepada dan oleh penjual yang tidak berpengetahuan. Hasilnya, kura-kura jenis ini pun seringkali tidak berumur panjang setelah dijual. Harganya pun murah. Di Banyuwangi, kura-kura Brazil dijual dengan harga Rp.20.000/ekor.


19 Januari 2008

Tewaskan Pengendara Motor, Produser TV Melarikan Diri

Sebuah berita mengejutkan disiarkan Suara Surabaya dalam acara Kelana Kota, Sabtu (19/1) pagi sekitar pukul 09.30. Seorang produser salah satu program di stasiun TV lokal Surabaya SBO TV, Titis Tatasari, melarikan diri setelah menabrak pengendara sepeda motor hingga tewas di Ngesong, Surabaya. Saat melarikan diri itu, sepeda motor milik korban masih menempel di body depan mobil.

Kejadian itu berlangsung Sabtu pagi menjelang Subuh. Saat itu, Titis yang mengendarai mobil jenis Panther B 8409 IK milik JTV (stasiun TV grup Jawa Pos) keluar dari Hotel Somerset. Saat keluar areal hotel dan menuju ke arah kanan. Tiba-tiba muncul sepeda motor yang dkendarai Abdullah Muslich dari arah kanan. Tabrakan keras tidak bisa dihindarkan. Abdullah terpental dengan luka parah.

Setelah menabrak, Titis melarikan diri ke arah Jl. Mayjend Sungkono. Sementara Abdullah dibawa ke RS Dr.Soetomo Surabaya. Pihak hotel melaporkan kejadian itu kepada Petugas Lantas Polsek Dukuh Pakis Surabaya yang segera melakukan pengejaran dan penghadangan. Di depan stasiun TVRI Jl. Mayjend Sungkono, Titis berhasil ditangkap. Sepeda motor milik Abdullah masih menempel di body depan mobil. Titis diamankan ke Polres Surabaya Utara.

Surya Aka, salah satu produser JTV yang mendengarkan siaran radio Suara Surabaya segera mengklarifikasi kejadian itu. Aka mengatakan, malam sebelum kejadian itu, Titis meliput konser band Nidji di salah satu pusat perbelanjaan. Mobil JTV dipinjam untuk dijadikan kendaraan operasional. Tugas Titis berakhir pada pukul 24.00. Aka memastikan Titis akan diberi sanksi oleh perusahaan tempatnya bekerja.

18 Januari 2008

"Terjepit" Tambak Garam


"Terjepit" Tambak Garam
Perkampungan di salah satu wilayah Pulau Madura ini tergolong unik. Letaknya "terjepit" di antara tambak garam.

BERITA UNGGULAN

JADI YANG BENAR DIADILI DI MANA NIH?

Pernyataan Kepala Pusat Penerangan Markas Besar Tentara Nasional Indonesia (TNI) mendapatkan respon dari Amnesty Internasional Indonesia. 

   

Postingan Populer

Banyak dikunjungi