23 Desember 2024

Menyerah itu penting. Tapi bukan pada kejahatan

Kalau ada kemauan, pasti ada jalan. 

Bagi motivator, mungkin inilah kalimat puncak, bila ada peserta pelatihan yang berhasil menyuguhkan fakta:

Hampir semua jalan sudah saya tempuh, tapi kok tetap gagal.

Tapi tentu saja, mentalitas harus tetap dibangun. 

Tidak boleh ada suasana menyerah pada diri masing-masing peserta pelatihan.

Saya sering sebal dengan yang beginian.

Bagi saya, justru ketika kita sadar ada kuldesak, atau mentok, itu waktu yang tepat untuk menyerah.

Menyerah itu aktif. Manusia memang baiknya menyerah.

Menyerah itu bukan kalah. Itu dua hal yang beda.

Contoh sederhananya:

Kekita kita melintas di sebuah jalan, lalu di ujung kita tahu, jalan itu ditutup karena ada acara warga.

Kira-kira, kita mau apa?

Tetap kekeuh menembus acara warga, atau menyerah untuk putar balik, dan mencari jalan lain? 

Tentu saya memilih pilihan kedua.

Menyerah adalah mentalitas memahami, pilihan kita keliru.

Lalu kita ambil pilihan lain, atau melakukan koreksi.

Dalam strata yang lain, menyerah ini disebut berserah.

Tentu, arahnya pad Dia, zat yang maha segalanya. 

*ID Nugroho

Tidak ada komentar:

Posting Komentar