Ada yang mungkin belum pernah kuceritakan tentang mengapa aku begitu emosional, bila disenggol soal peristiwa bapakku. Ini cuma tentang pertemuan terakhir kami.
Iya, pertemuan terakhir yang terjadi setelah berbulan-bulan lamanya kami tak bertemu. Karena bapak harus berpindah-pindah dari pelariannya yang belum bisa kumengerti dengan jelas, karena keterbatasan usiaku yg masih anak-anak.
Waktu itu, bulan Desember di Jogja. Bertepatan dengan tanggal ulang tahun adikku, lalu hari raya Natal.
Bapak tidak seperti biasanya. Ia begitu memanjakanku. Menuruti apa saja jajanan yang ingin kubeli sewaktu di Malioboro.
Sampai-sampai aku mengatakan padanya: "Mengko duitmu entek lho, Pak (nanti uangmu habis lho pak)."
Tapi bapak malah tertawa dan menciumku, menuruti ke mana saja aku ingin pergi. Waktu itu pengen ke Kaliurang & Parangtritis.
Bapak tidak marah sama sekali ketika aku ngompol di motel, padahal umurku sudah 8th waktu itu. Dan memberikanku selimut unik dan buku cerita yang banyak.
STASIUN TUGU
Begitu berkesan bagi anak seusiaku pengalaman kali itu. Begitu indah. Aku merasakan bapakku adalah bapak terbaik di dunia. Hingga sampailah pada perpisahan kami di Stasiun Tugu.
Aku baru menyadari bahwa bapak tidak ikut pulang ke Solo. Bapak hanya mengantar sampai pintu masuk.
Lalu ketika kereta berjalan, aku berteriak, menangis sekencang-kencangnya.
Aku bertanya pada ibu, kenapa bapak tidak ikut? Ibu tidak bisa menjawab.
Aku menangis sejadi-jadinya tapi ibu menahanku. Aku tidak boleh ngeyel (terus meminta) mengejar bapak karena kereta sudah jalan.
Aku marah, sedih, dan merasa sangat lemah waktu itu. Tak kusangka itulah pertemuan terakhir kami.
Benar-benar tak kusangka sampai sekarang, bahwa itulah pertemuan terakhir kami!
WAKTU BERHENTI
Hari-hari setelah itu, berjalan seperti biasa. Namun ada yang beda ketika aku tiba-tiba teringat bapak lagi.
Ibu yang kadang sudah kelelahan menenangkanku, sampai harus memanggil Mbah dan Budheku untuk membantu membuatku baik kembali. Dan ternyata itu bukan hal yang sepele.
Lambat laun aku berubah menjadi aneh.
Aku jadi malas sekolah. Aku jadi takut bergaul. Aku jadi lamban berpikir. Aku jadi sangat pemalu.
Aku juga gampang sedih tanpa sebab yang jelas.
Aku jadi sangat cerewet dan berapi-api ketika sudah bertemu teman yang cocok, walau tak lama kemudian, mereka meninggalkanku.
Aku tidak bisa terlalu lama jauh dari rumah, dan aku tidak bisa menangis di depan ibu karena ibu pernah mengatakan aku tidak boleh menangis.
Aku merasakan perubahan yang sangat nyata. Aku sering merasa seolah waktu berhenti ketika mengingat soal bapak lagi.
Aku merasa sepertinya umurku masih 8 tahun terus!
Dimuat ulang dari Tempo |
RINDU DAN LUPA
Aku adalah anak kecil yang gila tapi tak terlihat gila.
Setiap apa yang membuatku tertarik, adalah yang selalu berhubungan dengan bapak. Pertumbuhanku terganggu oleh pikiran-pikiran tentang bapak.
Aku mengagungkan bapak sekaligus membencinya. Aku merindukan bapak sekaligus ingin melupakannya.
Aku menjadi anak kecil yang tumbuh dengan gangguan-gangguan psikologis yang tak nampak.
Rasanya tidak enak. Sangat tidak enak.
Aku seperti dikendalikan oleh pertemuan terakhir itu. Dibuat bahagia sekaligus dijatuhkan sampai remuk. Aku dipaksa keadaan agar tak bisa melawan.
Namun hatiku menolak patuh.*
DARI STATUS FACEBOOK FITRI NGANTI WANI
TULISAN LAIN: Nganthi Wani, Selepas Widji Thukulku Hilang
teringat memory era rejim Soeharto dng Militernya masa redup dalam berbicara,begitu banyak kasus yg tak terungkap ,salah satunya Widji Thukul......masih teringat sembonyan yg cukup menggemparka "bila kata kata sudah tidak berarti lagi satu kata LAWAN "
BalasHapus