Photo: Muslim-academy.com | |
Media VICE membuat analisa menarik soal ini.
Menurut mereka, selain ketakutan, ISIS menginginkan adanya penolakan dan diskriminasi pada muslim di wilayah tersebut.
Munculnya penolakan dan diskriminasi pada muslim akan memudahkan ISIS melakukan rekutmen pada generasi muda muslim, untuk bergabung dengan mereka.
REAKSI PASCA TEROR
Dalam catatan VICE, dua hari setelah sebuah masjid dibakar di Peterborough, Ontario, sebagai reaksi dari serangan di Prancis, seorang perempuan muslim di Toronto dipukuli dan dirampok.
Kejadian itu berawal saat perempuan ini akan menjemput anak-anaknya dari sekolah.
Dua pria kulit putih yang berada tak jauh dari sekolah itu menuduhnya sebagai "teroris," dan menyerangnya (VICE)
Di area lokasi penyerangan, di lorong-lorong apartemen terdapat grafiti bertuliskan seruan kebencian pada muslim. "Muslim pulang!!! Kami tidak ingin kau di sini!"
Sementara itu, reaksi juga datang dari politisi Kanada.
Mereka menyuarakan penentangan terhadap rencana politisi beraliran Liberal yang sebelumnya sempat mengusulkan Kanada untuk menerima pengungsi Suriah ke negara itu.
Penolakan pengungsi Suriah itu dituangkan dalam bentuk petisi online, dan ditandatangani oleh puluhan ribu warga Kanada.
Reaksi yang sama juga diberitakan terjadi di beberapa negara di Eropa.
DISUKAI ISIS
Respon publik Eropa pasca serangan teror yang membangkitkan lagi Islamophobia dan rasis (baca: SARA) itulah yang diinginkan oleh ISIS.
Hamilton, salah satu pengacara yang aktif dala gerakan deradikalisasi di Kanada mengatakan, dalam aksi perekrutan, ISIS dan Al Qaeda selalu "menjual" aksi penolakan publik Eropa pada anak muda muslim yang akan direkrutnya.
"Lihatlah, orang Barat membenci muslim. Mereka akan berperang melawan agama Islam, mereka tidak akan menerima muslim. Karena itu, bergabunglah bersama kami, saudaramu," kata Hamilton, menirukan bujukan rekrutmen ISIS.
Untuk anak muda muslim yang marah dan kecewa (pada respon publik yang menolak muslim), bujuk rayu itu sangat menggoda," tambah Hamilton.
MUSLIM BUKAN TERORIS
Langkah yang tepat, justru ditunjukkan oleh Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau. Justin tetap berkomitmen untuk menerima 25 ribu pengungsi muslim ke Kanada sampai akhir tahun 2015.
"Kami akan terus berkomitmen untuk menjaga Kanada tetap aman, sekaligus melakukan hal yang benar untuk terlibat secara bertanggung jawab atas krisis kemanusiaan ini," katanya seperti dimuat VICE.
Kekhawatiran atas bersembunyinya teroris di antara pada pengungsi Suriah, sangat tidak beralasan.
Di AS, dari 750 ribu pengungsi yang diterima negara itu sejak serangan teroris 9/11, tidak ada satu pun yang ditangkap karena terorisme.
Hal itu membuktikan, aksi terorisme yang dilakukan oleh segelintir teroris ISIS tidak lantas menjadikan 1,6 miliar muslim di seluruh dunia ikut menanggung kesalahan.
Logika yang sama juga bisa diterapkan untuk penduduk negara barat.
Aksi penolakan, diskriminasi, bahkan rasisme yang dilakukan segelintir warga di negara barat pada orang muslim, tidak membuat seluruh warga negara barat bisa dinilai memusuhi Islam.
SIKAP INDONESIA
Indonesia sebagai negara muslim terbesar, hendaknya memiliki sikap yang sama.
Warga Negara Indonesia pastinya memiliki pemahaman yang lebih baik atas Islam, dan pernak-perniknya.
Di negara ini, tidak perlu muncul sikap dan seruan, baik dari masyarakat sipil, atau pemerintah yang berlebihan atas kemungkinan aksi terorisme di Indonesia.
Tuduhan yang belakangan disampaikan aparat keamanan pada kelompok di Poso (sebagai bagian dari ISIS) misalnya, hendaknya dimaknai sebagai seruan kewaspadaan.
Bukan sebagai upaya saling mencurigai sesama muslim.
Apalagi, aksi terorisme (baca: pengboman) yang baru saja terjadi di sebuah mal Jakarta, justru dilakukan oleh perorangan, untuk tujuan ekonomi semata.
Karena muslim bukan teroris. Terrorism has no religion.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar