Jembatan di Mina | Foto URL RRI |
Tak pernah cukup kata-kata sedih untuk menggambarkan tragedi di sela-sela pelaksanaan ibadah haji di Mina, Arab Saudi, 24 September 2015 ini. Sejumlah 717 orang dari berbagai negara (termasuk *34 orang dari Indonesia), meninggal dunia dalam rangkaian prosesi lempar jumrah itu.
Saya bisa membayangkan perasaan keluarga jemaah haji Indonesia saat ini. Saat pemerintah secara resmi mengumumkan bertambahnya jumlah warga negara Indonesia (WNI) yang meninggal dunia dalam peristiwa itu. Dari awalnya satu orang meninggal, berubah menjadi tiga orang, dan kini, *34 orang.
Pada 1990, ketika tragedi Mina (baca: terowongan Mina-karena di tahun itu, musibah terjadi di dalam terowongan) terjadi, emak dan kakek saya sedang melaksanakan ibadah haji. Saat pertama kali kabar adanya musibah saat proses lempar jumrah tersiar, kekalutan dan rasa was-was tak terelakkan.
Apalagi ketika itu, jumlah media massa sangat terbatas. Setiap ada siaran berita di TVRI, kami sekeluarga kompak berada di depan televisi. Menyaksikan satu persatu deretan nama-nama korban meninggal dunia.
Nama-nama yang mirip, senada bahkan berasal dari embarkasi yang sama, kami catat, untuk dikonfirmasikan ke kantor urusan haji, tempat emak dan kakek saya berangkat. Meski akhirnya, sebuah kabar dari rekan kerja emak saya yang kebetulan ada di Mina menceritakan, emak dan kakek saya selamat dari musibah itu.
Emak saya menceritakan, ketika tragedi terowongan Mina 1990 terjadi, dia juga berada di terowogan yang sama. Lebih tepatnya, di ujung terowongan. Sementara di bagian tengah terowongan, ribuan jemaah haji dari berbagai negara saling berdesakan, saling menginjak.
“Saat itu, ada dua jemaah haji berbadan tinggi besar yang menarik lengan, dan mendorong aku ke luar terowongan,” kenangnya. Dalam tragedi Mina 1990, sejumlah 1426 jemaah haji dari berbagai negara meninggal dunia. Dari Indonesia, sejumlah 469 orang meninggal.
Kini, setelah 25 tahun berlalu, musibah di Mina kembali terjadi. Gambarannya pun sama, berdesakan, saling injak, dan membuahkan korban jiwa dalam jumlah yang luar biasa.
Di jaman ketika dunia digital sudah begitu maju, dengan platform media yang beragam, informasi tentang tragedi Mina 2015, begitu mudah didapat. Meskipun saya yakin, hal itu tidak menghapus rasa was-was keluarga Jemaah haji di Indonesia. Kurang lebih, ketika telepon selular milik jemaah haji tidak bisa dihubungi, daftar nama dan pengumuman resmi pemerintah menjadi hal yang paling ditunggu di masa-masa ini.
“….Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab. Sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah mudah.” (penggalan QS.35:11)
Semoga takdir baik selalu bersama kita, keluarga dan orang-orang baik.
ID NUGROHO
*update
Tidak ada komentar:
Posting Komentar