04 Maret 2012

'Jengkel' transportasi publik di Kuala Lumpur

Monorail melintas di pusat kota KL | Iman
Kereta Monorail, adalah transportasi publik di Kuala Lumpur, Malaysia, yang memunculkan kejengkelan. Saat menggunakannya, Saya kembali teringat nasib rencana pembangunan monorail di Jakarta, Indonesia. Pembangunannya macet, dan bekasnya hanya menambah kotor kota saja.

Tidak ada yang berbeda ketika menginjakkan kaki pertam kali di Bandara International Kuala Lumpur (KLIA). Suasananya tidak kalah seperti di Bandara Soekarno Hatta. Meski soal calo taksi (gelap maupun terang) tidak sedahsyat di Jakarta. Begitu juga saat memilih bus menuju ke Kota Kuala Lumpur. Kondisi bus bandara di Jakarta pun tidak kalah dengan di KL.

Nah, 'persoalan' muncul ketika sudah sampai di KL Central. Sebuah multi terminal di pusat kota Kuala Lumpur. Secara fisik, saya melihat KL Central tidak berbeda dengan bandara Amsterdam Airport Schiphol, Belanda. KL Central, adalah tempat di mana Saya bisa memilih untuk melanjutkan perjalanan dengan beragam transportasi publik yang berbeda. Taksi, bus, RapidKL Light Rail Transit, KL Monorail, atau KTM Komuter.

Di dalam monorail | Iman
Pilihan Saya, monorail ke Bukit Nanas dan LRT ke Pasar Seni. Bukit Nanas adalah terminal monorail terdekat menuju ke Menara Kembar Petronas. Sementara Pasar Seni adalah nama lokasi tempat souvenir bergaya Malaysia banyak ditemukan. Di sinilah berbagai kejengkelan (karena ingat Jakarta) mulai muncul.

Monorail yang Saya naiki hanya berharga sekitar kurang dari Rp.7 ribu rupiah (1 Ringgit sama dengan 3 ribuan rupiah). Dalam perjalanannya, melewati enam stasiun, Tun Sabathan, Maharajalela, Hang Tuah, Imbi, Bukit Bintang dan Raja Chulan, lantas terakhir Bukit Nanas. Bila diteruskan, monorail ini akan berujung di stasiun terakhir Titiwangsa. Ada dua lintasan monorail yang berlawanan arah.

Penumpang menunggu monorail | Iman
Sorry, dengan berat hati saya katakan, kenyamanan di monorail dan LRT, jauuhhhh dari kenyamana di KRL Jakarta. Begitu juga dengan ketepatan waktu dan kesadaran masyarakat yang menggunakannya. Semua no smoking area, meski ada areal merokok khusus yang disediakan di luar stasiun.

Monorail ini menawarkan dua hal yang, menurut Saya, penting. Pertama keefektifan bertransportasi, kenyamanan dan city tour. Penumpang, terutama yang jarang naik monorail seperti Saya, akan melihat landscape sebagian Kuala Lumpur dari high angle. Mulai gedung-gedung, berbagai tempat ibadah, sungai dll.

Pemandangan dari monorail | Iman
Sialnya, ketika sedang menikmati monorail, Saya teringat Jakarta. Di transportasi publik Jakarta, hampir pasti yang Saya 'nikmati' selalu sama. Berebut tempat duduk, berdesakan dan menjaga barang-barang agar tidak tercopet. 'Kenikmatan' unik yang mungkin sengaja dipertahankan, selain alasan ketidakmampuan pengelola Jakarta membangun transportasi publik yang memadai.

Iman D. Nugroho

Tidak ada komentar:

Posting Komentar