Tulisan ini Saya buat untuk membantah logika Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo yang menyarankan para perempuan untuk tidak mengenakan rok mini bila naik angkot. Komentar yang merespon banyaknya perkosaan oleh sopir angkot itu bagi saya adalah komentar bodoh. Seharusnya, Fauzi fokus pada peningkatan keamanan di kendaraan umum, bukan justru menyalahkan perempuan karena pakaian yang dikenakan bisa memunculkan keinginan untuk memperkosa.
Agar lebih mudah melogika korban perkosaan, mungkin gubernur yang akrab dipanggil Foke itu perlu berbicara secara langsung dengan korban perkosaan. Yang lebih ekstrem, mungkin merasakan bagaimana bila dirinya memiliki keluarga yang pernah menjadi korban perkosaan. Foke akan bisa merasakan, bahwa perkosaan adalah sebuah tragedi yang meninggalkan luka mendalam bagi korbannya. “Saya ingin membunuh pemerkosa saya, sampai kapan pun,” kata seorang korban perkosaan pada Saya.
Perkosaan memang dipicu dari pikiran. Bagaimana stimulus yang menyergap otak dan mendorong libido untuk bekerja. Apa yang membuat hormon itu berproduksi deras, itu bukan isu yang akan dibicarakan. Tapi bagaimana follow up dari munculnya keinginan untuk melakukan hubungan seks itu yang menjadi persoalan. Bagaimana bila stimulus itu datang dari luar? Entah dari gambar, pakaian atau sosok yang memenuhi ‘sisi liar’ otak itu. Semua itu bukan masalah, karena keinginan bukan sebuah ‘dosa’ atau kejahatan. Tapi (sekali lagi), bagaimana menyalurkan ‘keinginan’ itu yang menjadi penting dibicarakan.
Secara sosial, sampai saat ini perkosaan memang hal tergolong sulit untuk diungkap. Tentu saja, bagi korbannya, hal itu masih dinilai sebagai aib. Apalagi dengan pikiran-pikiran gaya Foke, yang justru mengarahkan pada menyalahkan korban. Pandangan miring pada korban perkosaan, tetap saja muncul. Tuduhan ‘diperkosa karena pakaiannya’, ‘karena kebiasaannya (pulang malam)’ dll, justru mengaburkan persoalan yang sebenarnya. Dan bila hal itu muncul, maka yang terjadi kemudian adalah ‘memaafkan’ pelaku pemerkosaan. “Wajarlah, bila kucing melihat ikan pindang, pasti akan dimakan.” Itu yang sering terdengar.
Tentu saja hal itu adalah bodoh. Karena Indonesia bukan negara barbar yang tidak dipayungi oleh hukum. Pelaku perkosaan, dimana pun dalam kondisi apa pun adalah sebuah tindak kejahatan. “No its mean, no!” (dalam kata maupun dalam gerak), itu adalah definisi yang sederhana. Ketika anda akan melakukan hubungan seks, dan ada penolakan, lalu anda teruskan, itu artinya anda telah melakukan perkosaan. Dan bila itu terjadi, maka yang bersalah adalah pemerkosanya! Hukum pemerkosanya! Jangan salahkan baju apa yang dipakai korbannya,.. | Iman D. Nugroho
Ok!
BalasHapus