14 Juli 2011

Pidato Yudhoyono Berpotensi Ancam Kebebasan Pers

Kami, sejumlah lembaga swadaya masyarakat dan elemen masyarakat sipil, dengan ini menyatakan mengecam keras pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ?dalam kapasitasnya sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat-- yang disampaikan di kediamannya di Cikeas, Bogor, Senin 11 Juli lalu.




Pidato Yudhoyono yang mengecam pemberitaan sejumlah media mengenai krisis di Partai Demokrat, terkait skandal korupsi yang melibatkan mantan Bendahara Umum Muhammad Nazaruddin, sungguh tidak pada
tempatnya. Pidato SBY yang mempertanyakan prosedur kerja jurnalistik dan kredibilitas media yang memuat berita mengenai Nazaruddin bernada tendensius dan bisa ditafsirkan sebagai ancaman terhadap kebebasan pers.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 telah jelas menerangkan fungsi Pers. Pada Pasal 33 aturan itu disebutkan bahwa pers berfungsi sebagai wahana komunikasi massa, penyebar informasi, pembentuk opini, media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol serta sebagai lembaga ekonomi.

Pada Pasal 6 UU Pers juga dijelaskan bahwa pers nasional bertanggungjawab melaksanakan sejumlah peranan penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Peran itu antara lain: memenuhi hak masyarakat untuk tahu, menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum.

Di semua negara demokrasi, pers adalah ?anjing penjaga? (watchdog) kekuasaan. Keberadaan pers penting untuk memastikan hak-hak rakyat terlindungi dan pemerintah tidak menyalahgunakan kekuasaan secara
sewenang-wenang.

Pemberitaan media mengenai skandal Nazaruddin dan Partai Demokrat ada dalam koridor itu. Kali lain, berdasarkan pesan pendek dan blackberry messenger, media bisa mengungkap masalah berbeda: mulai soal kelaparan di daerah terpencil di Papua, sampai penindasan umat minoritas seperti kaum Ahmadiyah.

Karena itu, Presiden Yudhoyono seharusnya tidak mengecam media hanya karena kredibilitas keluarga dan partainya terusik oleh pemberitaan. SBY sepatutnya berterimakasih, karena media massa bisa memberitakan
apapun dengan leluasa, tanpa sensor dan teror. Meski disampaikan dalam kapasitas sebagai Pembina Partai Demokrat, dia seharusnya menyadari bahwa khalayak menilai jabatan Presiden melekat dalam dirinya. Sudah sepatutnya, sebagai kepala negara, Yudhoyono mampu menahan diri. | Press Release AJI Jakarta-LBH Pers

Tidak ada komentar:

Posting Komentar