05 Juli 2011

Mogoklah Pace!

Entah mengapa, membaca berita pemogokan yang dilakukan saudara-saudara di Papua yang bekerja di PT. Freeport Indonesia, ada rasa bangga. Pemogokan yang diniati karena tuntutan untuk menaikkan gaji itu seakan-akan simbolisasi semangat perlawanan pribumi pada perusahaan asing yang jelas-jelas memiliki kuasa lebih dari pemerintah Indonesia sendiri. Mogoklah pace!



Untuk mengatahui apa dan bagaimana PT. Freeport Indonesia, yang merupakan bagian dari PT. Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc, bisa langsung disearch di internet. Akan terlihat, bagaimana kiprah perusahaan yang merupakan pembayar pajak terbesar pada Pemerintah Indonesia ini menjadi sangat berkuasa di Papua. Bahkan, ada yang menyebut, PT. Freeport Indonesia adalah 'negara' di dalam negara.

Bagaimana bisa? Entahlah, mungkin, sebagai penghasil emas terbesar di dunia, melalui tambang Grasberg dan Erstberg (keduanya di Papua), menjadi alasan kuat atas kekuasaan itu. Tak mengherankan, bila perusahaan asal AS itu tetap bercokol di Indonesia, meski sudah sejak 1967 mengeruk sumber daya alam Indonesia di Tembaga Pura, Mimika, Papua.

Ensiklopedia bebas Wikipedia menuliskan, selama ini, hasil bahan tidak memiliki kejelaskan jumlah, dan peruntukannya. Lantaran, sebagian besar hasil tambang langsung dikapalkan ke luar Indonesia. Surat-surat dan dokumen-dokumen yang pernah dipublikasi New York Times menujukkan adanya pelanggar peraturan perundang-undangan tentang lingkungan hidup.

Menurut perhitungan Freeport sendiri, penambangan mereka dapat menghasilkan limbah/bahan buangan sebesar kira-kira 6 miliar ton (lebih dari dua kali bahan-bahan bumi yang digali untuk membuat Terusan Panama). Kebanyakan dari limbah itu dibuang di pegunungan di sekitar lokasi pertambangan, atau ke sistem sungai-sungai yang mengalir turun ke dataran rendah basah, yang dekat dengan Taman Nasional Lorentz, sebuah hutan hujan tropis yang telah diberikan status khusus oleh PBB.

Laporan itu diserahkan ke New York Times oleh Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. New York Times berkali-kali meminta izin kepada Freeport dan pemerintah Indonesia untuk mengunjungi tambang dan daerah di sekitarnya karena untuk itu diperlukan izin khusus bagi wartawan. Semua permintaan itu ditolak. Freeport hanya memberikan respon secara tertulis. Sebuah surat yang ditandatangani oleh Stanley S Arkin, penasihat hukum perusahaan ini menyatakan, Grasberg adalah tambang tembaga, dengan emas sebagai produk sampingan, dan bahwa banyak wartawan telah mengunjungi pertambangan itu sebelum pemerintah Indonesia memperketat aturan pada tahun 1990-an.

Masih menurut Wikipedia, Dokumen-dokumen Freeport menunjukkan, dari tahun 1998 sampai 2004 Freeport memberikan hampir 20 juta dolar kepada para jenderal, kolonel, mayor dan kapten militer dan polisi, dan unit-unit militer. Setiap komandan menerima puluhan ribu dolar, bahkan dalam satu kasus sampai mencapai 150.000 dolar, sebagaimana tertera dalam dokumen itu. | Iman D. Nugroho | Wikipedia

Link Freeport Indonesia di Wikipedia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar