17 Maret 2011

PKS digoyang 'PKS' dan bom Utan Kayu

Partai Keadilan Sejahtera digoyang 'PKS'. PKS yang kedua ini adalah Perkara Kyai Supendi atau Yusuf Supendi, salah satu dari 52 orang pendiri Partai Keadilan (PK) yang kemudian berubah nama menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Tidak tanggung-tanggung, 'PKS' ini langsung menohok pada Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq. Bagian dari operasi hukuman bagi partai koalisi yang nakal?


Bisa jadi. Karena tuduhan pada Luthfi 'sang presiden' ini memang luar biasa. Luthfi dianggap tidak beretika dan berakhlak sebagai anggota DPR RI, karena melakukan beberapa tindakan yang tidak berakhlak. Lebih dari itu, 'sang presiden' yang disebut dalam surat Supendi sebagai alumni Afghanistan dan pengelola dana Timur Tengah pada Pemilu 2004 itu juga sempat mengancam bunuh.

Apa yang sebenarnya terjadi? "Gerakan Yusuf Supandi itu bukan barang baru," kata seorang kawan yang juga editor di website politik berkantor di Jakarta. Mengapa aksi Supandi ini dekat dengan bom Utan Kayu, yang dua-duanya datang setelah angket perpajakan DPR yang gagal beberapa waktu lalu? Berhubungan?

Bom Buku yang 'nggak banget'

Mari membahas 'bom buku' yang mengguncang Indonesia minggu ke dua Maret 2011 ini. Di balik semua kegaduhannya, 'bom buku' ini memang nggak banget. Efeknya tidak seberapa, tapi mampu menaikkan esakasi politik dan keamanan secara drastis. Ulil Abshar Abdalla, pendiri JIL yang kini gabung dengan Partai Demokrat yang disebut-sebut menjadi sasaran bom itu.

Belum hilang sosok Ulil yang terkait bom, eh, ternyata di hari yang sama 'bom buku' juga ada di kantor Badan Narkotika Nasional (BNN) dan rumah Japto, tokoh Pemuda Pancasila dan Partai Pelopor. Tidak berhenti, bom juga muncul di rumah penyanyi Ahmad Dhani. Lalu apa hubungan masing-masing target bom itu? Justru itulah menariknya.

Lupakan benang merah kasus ini. Karena memang benang merah itu yang seolah-oleh ingin disampaikan oleh kelompok yang menciptakan bom itu. Padahal, sama sekali tidak ada benang merahnya. Simak saja. Bila ingin benar-benar membunuh Ulil, tidak perlu bersusah payah merakit dan menaruh bom buku di Utan Kayu. Ada banyak cara yang lebih sederhana dan 'efektif' untuk itu.

Penulis melihatnya sebagai langkah 'hura-hura' semata. Hura-hura karena hiruk pikuk itu yang ingin dicapai. Diharapkan, hiruk pikuk itu akan menciptakan efek bola salju yang menggelinding ke berbagai arah. Pertama, menaikkan kembali pamor intelijen. Kok? Bukankah intelijen justru bisa dipandang lemah karena gagal?

Mungkin awalnya begitu. Tapi, RUU Intelijen yang misterius itu mungkin berisi tentang penguatan-penguatan badan intelijen milik negara. Dengan alasan 'terorisme' masih ada.

Kilik-kilik Wikileaks

Efek kedua adalah hilangnya kilik-kilik Wikileaks yang sebelum 'bom buku' itu hadir, menjadi pembicaraan di mana-mana. Rezim dan keluarga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun habis tersapu bocoran yang dimuat di koran The Age dan Sidney Morning Herald itu. Namun, tsunami Jepang (jelas tidak terencana) dan 'bom buku', menghentikan semuanya.

Headline media cetak, dan siaran televisi tentang kasus itu berubah. "Wartawannya tidak lagi memberitakan The Age, semua tv, bom-bom-bom," kata seorang kawan mengomentari status penulis di Facebook. Begitulah kenyataannya. Wikileaks, terlepas benar atau tidak, sempat mengingatkan kembali adanya conspirasi dalam beberapa kasus besar di Indonesia.

Tidak tanggung-tanggung, pihak Istana Presiden pun sibuk membantah berbagai tuduhan itu. Bahkan, sampai ada gerakan massal mementahkan Wikileaks. Penulis yakin, Julian Assange, pendiri Wikileaks yang sedang menghadapi pengadilan kasus tuduhan kekerasan pasti akan tertawa geli dibuatnya. Terutama, poin yang membuat Kedutaan Besar AS, menjadi salah tingkah.

PKS Episode Pamungkas

Dan kasus PKS dengan 'PKS', menjadi episode pamungkas. Penulis jelas bukan orang 'PKS', dan memiliki pandangan yang berbeda dengan partai yang mengusung politik keumatan itu. Namun, bila partai itu digunakan sebagai sasaran tembak untuk menutupi 'luka tembak' sebelumnya, kok sepertinya ada yang keliru.

Lalu apa yang sebenarnya terjadi? Lebih baik begini, bila memang beberapa peristiwa heboh yang belakangan terjadi itu adalah sebuah operasi intelijen, pastinya dilaksanakan oleh intelijen 'melayu', yang mudah ditebak dan berakhir dengan (sekali lagi), kehebohan yang lain. Bisa iya, bisa tidak,..

*menunggu kiriman 'buku',..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar