Hal ini tertuang dalam press release Era Baru yang diterima Kamis (17/2) ini. Dinyatakan dalam surat Balai Monitor (BalMon) Frekuensi Batam - Dirjen Postel Kominfo nomor 65/IIc/b.II.BTM/II/2011 bahwa berkas perkara pidana telah dinyatakan lengkap (P21) oleh Jaksa Penuntut Umum. Penetapan Dirut Radio Erabaru sebagai tersangka dan pelimpahan ke Jaksa Penuntut Umum adalah upaya kriminalisasi atau upaya-upaya yang terlalu dipaksakan / prematur, dan diskriminasi.
Mengingat kasus gugatan IPP (Ijin Penyelenggaraan Penyiaran) Radio Erabaru pada Frekuensi 106,5 FM terhadap Menteri Kominfo, sampai saat ini, masih dalam upaya kasasi, belum ada keputusan hukum yang tetap (status quo) di Mahkamah Agung. Oleh karena itu semua pihak semestinya harus menghormati supremasi hukum.
Keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada 5 Oktober 2010 lalu, memenangkan Radio Erabaru (Penggugat) dalam kasus gugatan ISR (Ijin Siaran Radio) terhadap Dirjen Postel Kominfo (Tergugat). Semestinya juga menjadikan Jaksa Penuntut Umum untuk tidak terburu-buru menyatakan P21. Putusan PTUN bernomor 61/G/2010/PTUN JKT. Jelas diputuskan, Gugatan Radio Erabaru dikabulkan dan batalnya ISR Frekuensi 106,5 FM yang diberikan kepada PT. Radio Suara Marga Semesta (Radio Sing). Dan memerintahkan Dirjen Postel Kominfo untuk mencabut ISR Frekuensi 106,5FM.
Diskriminasi terhadap Radio Erabaru sangat kentara sekali, dan dapat dibuktikan di lapangan, dimana radio-radio dengan status proses perijinan (belum mempunyai ISR) yang berlokasi di Batam, Kepri. Berbeda halnya dengan Radio Erabaru yang mengalami penutupan paksa, penggeledahan dan penyitaan peralatan transmiter oleh Balmon pada 24 Maret 2010 lalu. | press release
Tidak ada komentar:
Posting Komentar