24 Februari 2011

Amnesti International: Pemerintah Harus Lindungi Ahmadiyah

Penyerang Ahmadiyah, Cikeusik.
Amnesty International (AI) menyerukan kepada pemerintah Indonesia untuk menegaskan ulang komitmennya dalam melindungi hak kebebasan beragama, dalam menghadapi desakan kelompok-kelompok garis keras untuk melarang sebuah komunitas agama minoritas. Meskipun ada kelompok yang menekan pemerintah untuk membubarkan kelompok Ahmadiyah.

“Pemerintah Indonesia harus menyatakan, secara jelas dan terbuka, bahwa ia akan melindungi hak semua warganegara Indonesia, terlepas dari agamanya- dan itu termasuk hak bagi komunitas Ahmadiyah,” ungkap Sam Zarifi, Direktur Asia-Pasifik Amnesty International melalui siaran persnya, Rabu (23/2).

Presiden, menurut AI harus mengecam pernyataan publik yang menghasut untuk berbuat kekerasan terhadap Ahmadiyah dan mengambil langkah untuk menjamin semua agama minoritas dilindungi dan diperbolehkan untuk mempraktikkan kepercayaan mereka dengan bebas dari rasa takut, intimidasi dan penganiayaan.

Seperti diberitakan, tiga anggota Ahmadiyah terbunuh di pada 6 Februari 2011 ketika lebih dari 1,000 orang dengan batu, golok, pedang dan tombak menyerbu rumah seorang pemimpin Ahmaddiyah di Kecamatan Cikeusik, Provinsi Banten.

Pernyataan Ketua Umum DPP FPI, Habib Rizieq Syihab dalam situs FPI cukup provokatif dalam hal ini. "Jika hari ini, baru tiga kafir Ahmadiyah yang dibunuh, mungkin besok atau lusa akan ada ribuan kafir Ahmadiyah yg disembelih umat Islam.” katanya.

Amnesty International telah mendokumentasikan banyak kasus-kasus intimidasi dan kekerasan terhadap komunitas Ahmadiyah oleh kelompok garis keras Islam di berbagai lokasi di Indonesia. Organisasi internasional itu juga menyambut baik upaya investigasi atas kekerasan yang mengakibatkan tiga pengikut Ahmadiyah tewas di Cikeusik.

Namun sangat penting bagi pemerintah Indonesia untuk menunjukkan keseriusannya dalam menginvestigasi dan mengatasi semua serangan atas agama minoritas. |iman| Press Release|

Tidak ada komentar:

Posting Komentar