12 Januari 2011

Fakta, masih tidak ada keadilan

Oleh Welhelmus Poek.

“Kalau ada masyarakat pencuri telur ayam, biar tidak ada bukti, asalkan sudah dilaporkan polisi, pasti dibekuk dan ditahan. Tapi kalau ‘orang besar’ korupsi uang Negara, biar sudah ada banyak bukti masih putar sana putar sini cari jalan agar kasusnya mengendap,”


Pikiran semacam itu masih ada di masyarakat. Karena memang benar, saat ini, hampir semua warung kopi dijajani menu tambahan; ‘debat kusir’ peliknya persoalan hukum. Sebenarnya apa yang terjadi dengan system penyelengaraan pemerintahan kita?

Bukankah Pemerintah memiliki kewajiban utama dalam memenuhi hak-hak warganya dengan menciptakan sebuah system pemerintahan yang baik? Tapi mengapa sampai saat ini masih ada ketidakpuasan? Apa yang dilakukan pemerintah saat ini belum memenuhi fungsinya.

Sangat rumit mengungkap satu persatu masalah yang ada, apalagi memastikan siapa yang salah siapa yang benar. Atau siapa yang diam siapa yang bekerja, siapa yang diatur siapa yang mengatur, siapa yang ‘diamankan' siapa yang 'mengamankan’. Termasuk siapa yang diprioritaskan siapa yang dikesampingkan dan lain sebagainya.

Fakta sudah berkata demikian. Alih-alih mengklaim menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik, padahal ada juga niat membuat masyarakat yang tidak berdaya menjadi lebih sekarat.

Perubahan

Kepada siapa dan apa yang harus kita tuntut untuk sebuah perubahan? Hukum yang berlaku di Negara ini jelas-jelas sudah menekankan bahwa Pemerintah bertanggungjawab penuh dan memiliki kepentingan sebagai pemangku kewajiban utama dalam memenuhi hak-hak warganya. Artinya, jelas bahwa siapa yang kita tuntut adalah Penyelenggara Negara dalam hal ini pemerintah.

Ketidakharmonisan instrument hukum yang ada di Negara kita, menjadi salah satu penyebab peliknya persoalan yang kita hadapi. Banyak fakta di lapangan yang bisa kita pertanggungjawabkan atas gagalnya instrument hukum yang pro rakyat. Terutama rakyat kecil.

Saya tidak menyangkal bahwa ada penyelenggara Negara yang juga menjadi bagian dari ‘penegasan’ pemberlakuan hukum yang ada. Mereka ditahan, dipecat dan sebagainya. Ada pula yang ditahan tidak lama kemudian dibebaskan.

Hal ini tidak sebanding dengan yang menjadi ‘korban’ masyarakat ‘kecil’ yang bukan berkuasa. Sekali masuk dalam jeratan hukum, tuntutan tertinggi dari aturan yang berlaku menjadi santapan umum mereka, tidak dibela malah ditindas.

Staf Dikorbankan

Persoalan lain yang agak aneh penegakkan hukumnya, adalah ketika seorang staf diduga menyalahgunakan wewenangnya dan menyebabkan kerugian baik materi maupun non materi, akan dituntut dan diproses. Tapi tidak berlaku bagi seorang pejabat yang akan selalu dilindungi perbuatannya. Staf tersebut dikorbankan.

Tidak heran jika, istilah cicak buaya, ikan teri ikan kakap, ikan paus, ikan hiu dan istilah-istilah lainnya menjadi cermin bagi kita bahwa hukum kita masih memihak pada orang yang berkuasa, apalagi pejabat Negara.

Saya sebagai bagian dari masyarakat yang berjuang untuk mendapatkan hak-haknya, merasa pesimis dengan tata kelola pemerintahan yang ada, jika tidak ditunjang dengan upaya pemerintah melakukan harmonisasi UU agar memenuhi kewajibannya, memenuhi hak-hak warga Negara dan menjalankan tata kelola pemerintahan yang baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar