Persepakbolaan Indonesia sedang terpuruk. Itulah kalimat yang pernah kita dengar beberapa waktu yang lalu. Saat di mana persepakbolaan Indonesia hanya dipandang sebelah mata, karena banyaknya kasus yang melibatkan pelaku-pelaku persepakbolaan Indonesia. Bahkan banyak klub sepakbola di Indonesia, sempat mengalami degradasi karena “salah asuhan”.
Tidak hanya itu, klub sepak bola Indonesia sepertinya porak poranda tercoreng aksi pendukungnya yang anarkis. Padahal tidak semuanya seperti itu. Hanya beberapa oknum yang tidak bertanggung jawab, yang menyebutkan dirinya para Bonekmania yang disebut-sebut sering berbuah ulah.
Dan parahnya lagi, beberapa media seringkali menayangkan dan memberitakan tentang hal-hal yang berkaitan dengan buruknya dunia persepekbolaan Indonesia di samping beberapa prestasi yang diukir oleh beberapa klubnya.
Tak ayal, kaum awam memandang persepakbolaan Indonesia, sarat dengan kekerasan dan tidak memiliki nilai sportifitas tinggi seperti yang dilakukan di negeri orang.
TIBA-TIBA JAGOAN
Keadaan berbalik. Persepakbolaan Indonesia melesat ke puncak, setelah timnas Indonesia berhasil mengalahkan beberapa negara seberang. Thailand dilibas 2-1, Malaysia ditekuk 5-1 dan Filipina, dikandaskan di semifinal dengan skor 1-0.
Hal ini rupanya menumbuhkan kebanggaan dan antusiasme di setiap lapisan masyarakat Indonesia. Terbukti, pada malam sebelum semifinal antara Indonesia dan Filipina, media massa seolah berlomba memberitakan tentang massa yang mengamuk karena tiket habis.
Bahkan, dalam program Liputan 6 SCTV, salah seorang pendukung timnas Indonesia sempat menyatakan kekecewaannya karena ia datang jauh dari Surabaya hanya demi memperoleh tiket itu, tapi ternyata tiketnya sudah habis.
Pertanyaannya, bagaimana bila seandainya Indonesia kalah menghadapi Malaysia? Apakah rasa nasionalisme itu masih ada?
Mantap soal bolanya. Tapi Febe, apakah tulisanmu itu tidak menggebosi Indonesia?
BalasHapus