05 November 2010

Nasib teater Indonesia setelah Rendra pergi

Diana AV Sasa

Perhelatan Kompetisi Teater Indonesia yang berlangsung sejak 1 November hingga 8 November mendatang, juga akan menggelar seminar tentang perkembangan teater modern Indonesia. Seminar bertema “Teater Modern Indonesia Pasca Rendra” yang dilaksanakan pada 6 Nopember mulai pukul 09.00 wib di Gedung Cak Durasim, Taman Budaya Jawa Timur.


Jurnalis yang juga sastrawan Rachmad Giryadi didapuk sebagai moderator. Menurut ketua panitia Kompetisi Teater Indonesia, Farid Syamlan, sekitar 100an orang telah menyiapkan diri untuk mengikuti seminar yang menampilkan narasumber Slamet Rahardjo (Aktor, Jakarta), Putu Wijaya (Sutradara, Jakarta), dan David Reeve (Penulis dan akademisi, Australia) itu.

Putu Wijaya dikenal sebagai sahabat sekaligus "musuh" Rendra. Putu mengaku belajar 5 hal dari Rendra. Pertama, Rendra mengajarkan dirinya untuk mempertimbangkan tradisi. Kadang, katanya, tradisi ini diterima begitu saja, padahal ada yang tidak perlu. Kedua, berani melawan. Artinya berani melakukan interpretasi, reposisi dan sebagainya. Ketiga, mengajarkan tidak pernah menyerah. Keempat, Putu mengaku selalu diingatkan oleh Rendra, bahwa jika tidak ada sesuatu yang baru di dunia ini, lalu apa artinya kehadirannya. Kelima, Rendra mengajarkan untuk kritis.

Slamet Rahardjo menyimpan kekaguman dan kedekatan tersendiri dengan Rendra. Ia pernah dipilih langsung oleh Rendra untuk menyutradarai film Kantata Takwa. Bahkan sebelum meninggal Slamet pernah dimarahi Rendra. "Pada suatu malam, Willy itu mukanya berang. Dia nunjuk ke muka saya. Dia tampak marah dengan saya waktu itu. Dia bilang, 'kembali kepada nuranimu! Jangan sekali-sekali kamu berbohong dengan apa yang kamu yakini".

Sementara David Reeve adalah pengamat dan sekaligus penulis yang banyak memperkenalkan Rendra di kalangan seniman internasional, khususnya Australia.

1 komentar: