Press Release
ALIANSI Jurnalis Independen (AJI) Jakarta menyatakan prihatin atas musibah ketenagakerjaan yang dialami oleh seluruh karyawan harian Berita Kota. Pemutusan Hubungan Kerja massal yang mereka alami, pekan ini merupakan cermin brutalnya praktek bisnis di ranah industri media massa.
Mulanya hanya desas desus. Sejak sepekan sebelumnya, 144 karyawan Berita Kota memang sempat dihantui kabar akan ada PHK massal. Isu itu muncul bersamaan rencana akuisisi yang akan dilakukan oleh salah satu anak perusahaan di bawah bendera Kompas Gramedia Gorup (KKG).
Tapi kabar angin itu sempat ditepis oleh Pemimpin Redaksi Berita Kota, Jhony Hadjoyo di hadapan staf redaksi pada Senin (25/1) malam. Saat itu Jhony membantah kabar adanya rencana akuisisi dan meminta karyawan tetap bekerja seperti biasa.
Namun kondisi yang terjadi setelahnya berubah 180 derajat. Seluruh staf yang jenjangnya berada di atas level Asisten Redaktur mendadak diminta datang ke kantor pusat PT Penamas Pewarta, perusahaan yang menggawangi penerbitan harian Berita Kota, pada Selasa (26/1) pagi. Siangnya, karyawan lain dikumpulkan di kantor.
Di hadapan karyawan, Rudy Santosa, pemilik perusahaan, mengabarkan bahwa Berita Kota telah dibeli oleh PT Metrogema Media Nusantara, salah satu anak perusahaan KKG, dan para karyawan akan di-PHK dengan kompensasi pesangon.
Berdasarkan pengakuan sejumlah karyawan Berita Kota, AJI Jakarta menemukan sejumlah kejanggalan dalam proses PHK ini.
Pertama, keputusan PHK tidak didahului oleh proses musyawarah antara pihak manejemen dengan para karyawan. PHK sepihak seperti ini dilarang Undang Undang Tenaga Kerja Nomor 13 Tahun 2003.
Kedua, PHK tidak berdasarkan alasan yang memadai sesuai aturan perundang-undangan dan tanpa melalui penetapan dari Dinas Tenaga Kerja maupun Pengadilan Hubungan Industrial.
Ketiga, dalam kondisi perusahaan telah diakuisisi, maka kewajiban pesangon mestinya dibayar oleh pemilik yang baru. Bukan oleh pemilik yang lama.
Keempat, besar pesangon tidak sesuai UU Tenaga Kerja. Karyawan hanya menerima satu kali dari total perhitungan nilai pesangon. Padahal, UU No.13 tahun 2003 mengatur bahwa karyawan yang di-PHK atas inisiatif perusahaan harus dibayar minimal dua kali nilai pesangon.
Kelima, karyawan tidak menerima uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak sebagaimana diatur dalam pasal 156 ayat 3 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
AJI Jakarta menilai praktek PHK dengan modus akuisisi media seperti yang terjadi di Berita Kota adalah indikasi kemunculan praktek kartel di ranah industri media. Para pemilik perusahaan raksasa makin garang mencaplok perusahaan kecil, dengan mengabaikan perlindungan hak-hak tenaga kerja.
Kasus serupa saat ini juga terjadi di Harian Suara Pembaharuan, Harian Investor Daily dan Jakarta Globe – semuanya di bawah Lippo Group. Puluhan karyawan disana --diperkirakan jumlahnya akan terus bertambah-- sudah dipecat atas alasan efisiensi. Ini tentu berlawanan dengan semangat Pasal 151 ayat 1, UU no.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menegaskan bahwa, "Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja."
Atas kasus ini, AJI Jakarta menyatakan:
1. Menyesalkan putusan PHK yang dialami ratusan karyawan harian Berita Kota.
2. Meminta perusahaan untuk memberikan hak-hak karyawan sebagaimana diatur dalam UU no.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
3. Mendorong karyawan Berita Kota untuk memperjuangkan hak yang seharusnya didapatkan atas putusan PHK tersebut.
4. Mendesak Suku Dinas Tenaga Kerja Jakarta Pusat untuk melakukan fungsi pengawasan atas kasus PHK karyawan Harian Berita Kota.
5. Menghimbau seluruh wartawan dan pekerja media segera mengorganisir diri dengan mendirikan serikat pekerja. Keberadaan serikat pekerja merupakan kunci yang dapat menjamin perlindungan hak-hak pekerja dan memudahkan proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
No comments:
Post a Comment