Iman D. Nugroho | Sebuah Cerpen
*Baca dulu bagian pertama, klik di sini
Bu Ani memicingkan mata. Aku merasa bersalah. "Penjelasan itu benar semua," kataku sambil "mengunci" mulutku dengan suapan soto daging. Tidak ada pembicaraan selama beberapa saat. Di kepalaku, masih menggantung tanya,"Mengapa Ani Yudhoyono menemuiku?" Tapi, sudahlah. Mungkin ini keberuntunganku. Insting jurnalistikku bekerja. "Bu Ani, apakah Ibu keberatan kalau saya wawancara untuk dimuat?" tanyaku. Dia melirikku. "Lalu, menurutmu, untuk apa aku sengaja menyapamu,.." katanya.
Wah, kesempatan emas!
Secepat Si Buta Dari Gua Hantu, kuraih ransel yang teronggok di dekat kakiku, kurogoh dan sejurus kemudian, sebuah MP3 recorder bermerk Sony sudah di tangan. "Saya rekam ya bu," kataku sambil menyorongkan MP3 hitam itu ke lebih dekat pada perempuan bernama asli Kristiani Herawati itu. Dia mengangguk. Mulutnya mengunyah pelan.
"Pertanyaan standart, apa yang membuat ibu ke pasar Tanah Abang?" tanyaku. "Saya habis ketemu Tommy,.." katanya pendek. "Tommy? Tommy Winata?" Aku meyakinkan. Dia mengangguk. Ani menjelaskan, Tommy dan dirinya adalah kawan lama. Waktu SBY "belum jadi apa-apa", Tommy dan dirinya sudah pernah berbisnis. "Waktu itu saya bisnis nener, tahukan, itu anak ikan bandeng," jelas perempuan yang menikah dengan SBY pada 30 Juli 1976 ini. Aku menggangguk.
Persahabatan itu terus berjalan, meski Ani sudah meninggalkan bisnis nener, karena SBY menjadi Presiden RI. Nah, dua hari lalu, Tommy menelepon, dan mengabarkan tentang bisnis multy level marketing (MLM). "Ah, masa orang sekata Tommy masih bermain MLM?" tanyaku. Sebuah gigitan krupuk menutup pertanyaan itu. Kresss!! Ani sedikit tertawa, sembari mengusap bibirnya dengan tisu. "Ini bukan MLM biasa, kita akan MLM helikopter, sudah lah, kalau saya omongkan semua, bisa-bisa akan muncul banyak saingan, bisa ganti topik?" katanya.
Meski ingin tahu lebih jauh, Aku memilih menghormati keinginan Ani. Dan melanjutkan wawancara? "Ini soal buku Gurita Cikeas karya George Junus Aditjondro, komentar ibu?" Ibu Ani memandangku dengan tajam. "George itu kurang ajar!" katanya. Menurutnya, isi buku yang belakangan heboh itu jelas-jelas sebuah penghinaan bagi keluarganya.
Alasanya sederhana, kalau memang SBY mau, mengapa cuma Rp.6,7 trilyun. "Pokoknya, kalau saya ketemu George, akan saya potong rambutnya yang gaya penyanyi dangdut itu!" katanya. "Lho, bukankah buku harus dibalas buku?" aku penasaran. "Eh, urusanku dong,..mau aku bayar joget kek,..potong rambut kek,..itu urusanku," Bu Ani ketus. Es teh manis yang tersisa separuh pun ditenggaknya sampai habis. "Ada bir-nggak?"
###
Hampir setengah jam sudah Aku dan Bu Ani menikmati soto dan es tawar itu. Keinginannya minum bir, aku ganti dengan es kelapa muda. Dia tidak menolak. Bahkan, menikmatinya. Kadang, dinikmatinya lonjoran kepala muda itu dengan atraktif. "Aku bisa makan kelapa muda ini lewat hidung," katanya. Dengan cekatan, dimasukkanya selonjor daging kelapa muda itu ke lubang hidung, dan sreeeeepppp! Huek!!!
"Bu,..omong-omong, katanya mau mencalonkan diri jadi Presiden RI ya,..kaya Hillary?" tanyaku. Bu Ani terbatuk-batuk. Bukan karena pertanyaanku, tapi, lonjoran daging kelapa muda itu tersangkut di kerongkongannya. Dengan terpaksa, kupukul tengkuknya. Belum ada reaksi. Dia tetap terbatuk-batuk. Kali ini, ku-jegug (ini bahasa Jawa. Artinya, kurang lebih, memukul dengan menggunakan kepalan tangan. Aku tidak menemukannya dalam bahasa Indonesia). Sebuah serpihan kelapa muda keluar dari mulutnya,..
Entah mengapa, aku gantian tersedak. Sesuatu tersangkut di tenggorokanmu. Aku terbatuk beberapa kali,..terbangun dari tidur. Kulihat seekor cicak dengan tubuh basah tergeletak di atas kasur,...jijik!!!
No comments:
Post a Comment