Iman D. Nugroho
Tiga lembaga swadaya masyarakat (LSM), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Apik mengajukan gugatan warga negara atau Citizen Law Suit kepada Pemerintah RI dan KPU sebagai penyelenggaran Pemilu 2009. Pemerintah dan KPU dianggap sebagai pihak yang menghilangkan hak warga negara dalam Pemilu 2009.
Direktur YLBHI Patra M. Zen mengatakan pihak tergugat yang diperkarakan adalah Presiden RI, Menteri Dalam Negeri, Pemerintah Daerah, Komisi Pemilihan Umum(PKU), KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/kota."Ada kesengajaan atau kelalaian dalam pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih, hal itu melanggar Pasal 4 UU 10 tahun 2008," kata Patra M. Zen, Selasa (14/4) ini. Dijelaskan pada pasal itu, pemerintah dan penyelenggara Pemilu bertanggungjawab sepenuhnya dalam penyelenggaraan hak pemilih warga negara dalam pemilu legislatif.
Tiga lembaga itu mengganggap, Pemilu yang belangsung Kamis (9/4) lalu itu tidak terselenggara secara efektif dan efisien. Terutama, penyelenggaraan Pemilu dilaksanakan oleh lembaga pemerintah yang tidak punya integritas, tidak profesional dan tidak punya akuntabilitas. Terutama dalam hal data kependudukan berupa DP4. DP4 adalah bahan baku milik Dinas Kependudukan yang digunakan sebagai dasar Daftar Pemilih Sementara (DPS). DPS ini digunakan oleh KPU untuk membuat Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Patra mengungkapkan, dalam UU Pemilu jelas disebutkan pemerintah harusnya melakukan pemutakhiran data. Namun hal itu tidak dilakukan, hingga menghasilkan DPT yang menimbulkan sengketa. Dan itu terjadi di seluruh provinsi di Indonesia. Di Medan Sumatera Utara ada ratusan orang yang tidak masuk di DPT. Bahkan di Serang Jawa Barat ada tiga calon legislatif yang tidak tercatat dalam DPT.
Juga di Magetan, Karawang dan Banyumas, ada tiga ribuan orang yang sudah meninggal masuk ke DPT. "Jumlah warga negara yang mempunyai hak pilih namun tidak terdaftar dalam DPT diperkirakan mencapai kisaran 45 juta penduduk," ungkap Patra. Ironisnya, hak dan kerugian masyarakat yang tidak dimasukkan ke DPT itu tidak bisa direparasi hanya dengan mengikutsertakan mereka ke dalam Pemilu Presiden. "Untuk itu kami menuntut adanya Pemilu susulan," kata Patra M. Zen, Syamsuddin Radja (PBHI), Mochtar Sindang (KIPP) dan Estu Fanani (LBH) Apik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar