Penanganan korban banjir di 11 kecamatan di Kabupaten Bojonegoro belum merata. Hingga tiga hari berselang, bantuan hanya dirasakan oleh masyarakat korban banjir yang tinggal di daerah dekat pusat Kota Bojonegoro. Padahal, justru korban banjir luapan air sungai Bengawan Solo itu paling banyak tinggal di daerah di pedesaan. "Tidak ada bantuan apapun dari manapun," kata Munifah, 40, warga Desa Kanor, 20-an Km dari Kota Bojonegoro.
Sejak Selasa (24/2) sore hingga Kamis (26/2) ini, Kabupaten Bojonegoro dilanda banjir bandang. Hujan deras yang terjadi di kawasan sekitar sungai Bengawan Solo, termasuk di Bojonegoro, membuat air di sungai terpanjang di Pulau Jawa itu meluap. Di Jawa Timur, luapannya terasa di Bojonegoro dan Kabupaten Tuban. Namun kondisi terparah terjadi di Bojonegoro. Hingga saat ini 49 desa dari 11 kecamatan di Bojonegoro masih terendam banjir. Di antaranya Kecamatan Kanor, Kecamatan Ngraho, Kecamatan Margomulyo, Kecamatan Purwosari, Kecamatan Padangan, Kecamatan Kalitidu, Kecamatan Dander, Kecamatan Trucuk, Kecamatan Malo, Kecamatan Kapas, Kecamatan Balen dan Kecamatan Baureno.
Badan Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Bojonegoro di Kecamatan Ngraho memberikan peningkatan status dari status siaga menjadi status awas. Alat ukur ketinggian air yang dimiliki BKSDA menunjukkan ada peningkatan hingga 15:30 peilschall. Kondisi akan bertambah parah bila daerah di sepanjang sungai Bengawan Solo terus diguyur hujan.
Dalam pengamatan The Jakarta Post di Kecamatan Kanor, tepatnya di desa-desa terparah banjir seperti Desa Kanor dan Desa Riyak, kondisi desa masih terkepung air banjir. Untuk menjangkau desa-desa ini harus menggunakan perahu kecil. Lantaran, seluruh permukaan jalan tertutup dengan air Bengawan Solo. Kedalaman air mencapai dada orang dewasa. "Kondisi seperti ini sudah berlangsung sejak tiga hari lalu, semua aktivitas desa tidak berjalan, anak-anak sekolah pun terpaksa libur, karena sekolah terendam air," kata Munifah, warga Desa Kanor pada The Post.
Meski demikian, penduduk di desa-desa kawasan ini enggan untuk mengungsi. Mereka memilih tinggal di rumah untuk menjaga barang-barang mereka dari aksi pencuri yang kerap kali terjadi saat banjir melanda. Warga yang memiliki sawah, terpaksa melakukan panen dini. Kondisi ini jauh lebih baik dari pada padi membusuk lantaran terendam air. "Bisa dibayangkan betapa kerugian yang kami rasakan, padahal dua minggu lagi sudah waktunya panen, tapi gagal karena terendam banjir," kata Munifah yang tinggal bersama Hariyono, suaminya, dan tiga anaknya.
Kondisi yang sama juga terjadi di kawasan Kecamatan Kota Bojonegoro. Penduduk Jl.Rajekwesi Bojonegoro yang berbatasan langsung dengan Sungai Bengawan Solo misalnya memilih untuk bertahan di rumah, sembari membuat tanggul dadakan dari karung berisi pasir yang dipasang di depan rumah dan di gang masuk kampung. Polres Bojonegoro dan petugas Satuan Koordinasi dan Penanggulangan Bencana Pemkab Bojonegoro berjaga-jaga di wilayah banjir.
Sementara itu, Kamis ini, Mobil Cepu Ltd. (MCL) di Bojonegoro mengirimkan bantuan kepada korban banjir berupa 500 paket bahan makanan dan kebutuhan sehari-hari. Bantuan yang dikirimkan ini terdiri dari 1,5 ton beras, 1500 ons abon, 500 dos air mineral, 500 dos mi instan, 500 pak susu, dan 500 pak lotion anti nyamuk. Tiap orang akan mendapat satu paket yang terdiri dari tiga kg beras, tiga ons abon, satu dos air mineral dan mi instan, serta satu pak susu dan lotion anti nyamuk. Sebelumnya MCL juga telah memberikan 500 bantuan bagi korban banjir di Kecamatan Kalitidu & Cepu. | Iman D. Nugroho
Tidak ada komentar:
Posting Komentar