
Sejak Selasa (24/2) sore hingga Kamis (26/2) ini, Kabupaten Bojonegoro dilanda banjir bandang. Hujan deras yang terjadi di kawasan sekitar sungai Bengawan Solo, termasuk di Bojonegoro, membuat air di sungai terpanjang di Pulau Jawa itu meluap. Di Jawa Timur, luapannya terasa di Bojonegoro dan Kabupaten Tuban. Namun kondisi terparah terjadi di Bojonegoro. Hingga saat ini 49 desa dari 11 kecamatan di Bojonegoro masih terendam banjir. Di antaranya Kecamatan Kanor, Kecamatan Ngraho, Kecamatan Margomulyo, Kecamatan Purwosari, Kecamatan Padangan, Kecamatan Kalitidu, Kecamatan Dander, Kecamatan Trucuk, Kecamatan Malo, Kecamatan Kapas, Kecamatan Balen dan Kecamatan Baureno.
Badan Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Bojonegoro di Kecamatan Ngraho memberikan peningkatan status dari status siaga menjadi status awas. Alat ukur ketinggian air yang dimiliki BKSDA menunjukkan ada peningkatan hingga 15:30 peilschall. Kondisi akan bertambah parah bila daerah di sepanjang sungai Bengawan Solo terus diguyur hujan.

Meski demikian, penduduk di desa-desa kawasan ini enggan untuk mengungsi. Mereka memilih tinggal di rumah untuk menjaga barang-barang mereka dari aksi pencuri yang kerap kali terjadi saat banjir melanda. Warga yang memiliki sawah, terpaksa melakukan panen dini. Kondisi ini jauh lebih baik dari pada padi membusuk lantaran terendam air. "Bisa dibayangkan betapa kerugian yang kami rasakan, padahal dua minggu lagi sudah waktunya panen, tapi gagal karena terendam banjir," kata Munifah yang tinggal bersama Hariyono, suaminya, dan tiga anaknya.
Kondisi yang sama juga terjadi di kawasan Kecamatan Kota Bojonegoro. Penduduk Jl.Rajekwesi Bojonegoro yang berbatasan langsung dengan Sungai Bengawan Solo misalnya memilih untuk bertahan di rumah, sembari membuat tanggul dadakan dari karung berisi pasir yang dipasang di depan rumah dan di gang masuk kampung. Polres Bojonegoro dan petugas Satuan Koordinasi dan Penanggulangan Bencana Pemkab Bojonegoro berjaga-jaga di wilayah banjir.


Tidak ada komentar:
Posting Komentar