Iman D. Nugroho
Apa jadinya bila anak muda bertemu dengan Pemenang Nobel? Rasa ingin tahu khas anak muda yang begitu besar, tertuang dalam pertanyaan-pertanyaan yang meluncur tanpo teding aling-aling (ada yang ditutup-tutupi- JAWA) . Bahkan, ada juga yang meragukan kepakaran sang pemenang nobel. Hmm,…
Itulah suasana yang tampak dalam sebuah diskusi lingkungan yang digelar Tunas Hijau, organisasi remaja yang concern di bidang lingkungan hidup, Rabu(20/08) ini di Surabaya. Dalam forum itu hadir Roger A. Sedjo, pemenang Hadiah Nobel tahun 2007 dalam bidang lingkungan hidup asal Amerika Serikat sebagai keynote speaker. Audiensnya, siswa-siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) di Surabaya.
Roger A. Sedjo membuka diskusi itu dengan paparan berjudul Menangani Keragaman Hayati dan Pemanasan Global dengan Melestarikan Hutan Tropis. Pemenang Best Book Award tahun 2000 untu buku berjudul A Vision for the U.S. Forest Service: Goals for Its Next Century, menerangkan dengan detail perihal kondisi bumi saat ini. Termasuk Brown Problem (perubahan bumi karena industri dan aktivitas manusia) dan Green Problem (perubahan bumi karena alam). Tidak ketinggalan adanya pemanasan global (global warming) yang sedang terjadi.
Roger yang juga menyinggung perlunya negara-negara menghormati Kyoto Protocol. Terutama poin perlunya membatasi penggunaan minyak bumi. Apalagi, gas buang minyak bumi menjadi salah satu penyebab terjadinya pemanasan global. “Kita sedang dalam masa transisi penggunaan sumber energi di luar minyak bumi, karena itu perlu sekiranya melaksanakan Kyoto Protocol,” kara Roger.
Untuk menghindari pemenasan global, ungkap Direktur Resources for the Future, Forest Economics and Policy Program, sejak 1977 hingga sekarang ini, perlu terus diingatkan pentingnya menjaga hutan dan fungsi-fungsinya. Hutan yang mengandung karbon dalam jumlah banyak, mampu memperkecil pemanasan global, dengan menyerap karbon dioksida.
Bahkan, Roger menyitir Europian Climate Exchange yang menempatkan nilai karbon pada kisaran USD 10-USD100/ton karbon. Dengan nilai itu, maka hutan di seluruh dunia yang diperkirakan memiliki luas 2 miliar Ha ini, bisa menampung 300 miliar ton karbon. Bila harga karbon dibuat USD 20,-, maka nilai karbon sama dengan USD 6 triliun,-. “Pertukaran ini memungkinankan pemilik lahan memperoleh keuntungan,” tulis Roger dalam makalah yang dibagikan dalam forum itu.
Acara diskusi itu mulai semarak ketika masuk ke sesi pertanyaan. Angga Jaya, siswa kelas 2 SMA Negeri V Surabaya mengawali sesi pertanyaan dengan menohok. Angga mengatakan, dirinya agak bingung dengan penjelasan Roger A. Sedjo tentang pentingnya negara-negara melakukan apa yang termaktub dalam Kyoto Protocol. “Kyoto Protocol memang penting, saya sepakat dengan itu, tapi, kalau Anda meminta negara-negara mentaati Kyoto Protocol, bagaimana dengan negara anda sendiri? Hingga saat ini AS belum melaksanakan Kyoto Protocol,” kata Angga bersemangat. Angga mengatakan, seharusnya Roger A. Sedjo mampu mengubah kebijakan pemerintah AS sebelum menyosialisasikan ke negara di luar AS.
Angga menilai, keengganan AS melaksanakan Kyoto Protocol, karena industri di negara itu masih menggunakan minyak bumi. Apalagi, kata Angga, AS mengendalikan negara Arab penghasil minyak bumi terbesar di bumi. “Menurut saya, bila AS melaksanakan Kyoto Protocol, maka akan ada protes dari perusahaan-perusahaan di AS yang menggunakan minyak bumi,” kata Angga.
Pertanyaan tidak kalah tajam diajukan oleh Alvin Prayudha, siswa kelas 2 SMA Negeri II Surabaya. Alvin tidak sepakat dengan penjelasan Roger yang mengatakan aktivitas manusia yang membuat global warming terjadi. “Saya membaca di internet kok tidak seperti itu, pemanasan alam memiliki efek pemanasan yang 1000 kali lebih tinggi dari aktifitas manusia,” kata Alvin.
Siswa berkacamata tebal ini mencontohkan ledakan gunung berapi. Efek dari ledakan gunung berapi memiliki efek pemanasan sama dengan aktivitas pemanasan satu tahun penuh yang dilakukan manusia di seluruh dunia. Alvin menginginkan Roger bisa memberikan penjelasan lebih dan terus mengingatkan manusia untuk berpikir juga tentang perlunya memperbaiki kondisi alam. “Jangan cuma mengingatkan aktivitas manusia, tapi melupakan alam, dua-duanya harus ditangani untuk meminimalisir pemanasan global,” kata Alvin.
Astri Febianti, siswi SMA St. Hendrikus fokus pada penjelasan Roger mengenai nilai nominal karbon. Menurut Astri Roger harus bisa menjelaskan nilai nominal hutan di Indonesia dalam prespektif harga jual karbon. “Apakah bila jumlah karbon yang dihasilkan hutan di Indonesia dikumpulkan, akan mampu membayar hutang-hutang Indonesia?” tanyanya.
Sayangnya, Roger A. Sedjo tidak memberikan jawaban tuntas atas pertanyaan Angga. Menurut Roger, apa yang terjadi di bumi tidak semata-mata tanggungjawab AS. Karena itu, tidak hanya AS yang melaksanakan Kyoto Protocol, tapi negara lain juga harus melaksanakannya. Menyangkut pertanyaan Alvin, Roger masih meyakini, menjaga aktivitas manusia lebih penting guna menghindari efek lebih parah global warming. “Kalau soal harga karbon yang dihasilkan Indonesia, saya belum tahu pasti,” katanya.
“Penjelasan Roger tidak menjawab pertanyaan saya,” kata Angga.
Hmm,...***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar