Penambangan emas di Gunung Tumpang Pitu dan Pulau Merah, Banyuwangi menggelisahkan Taman Nasional Meru Betiri (TNMB). Sumarsono dari TNMB menjelaskan, secara administratif, penambangan di Banyuwangi sepenuhnya adalah tanggungjawab Perhutani Wilayah Banyuwangi Selatan. Karena secara geografis, posisi penambangan itu berada di dalam kawasan yang menjadi tanggungjawab pengelolaan Perhutani Wilayah Banyuwangi Selatan.
Hanya saja, efek buruk penambangan itu bisa mempengaruhi ekosistem di kawasan yang menjadi tanggung jawab TMNB. “Penambangan itu berada di bawah tanggungjawab Perhutani, tapi efek buruknya ikut pula kami rasakan,” kata Sumarsono pada The Jakarta Post. Posisi penambangan emas di Gunung Tumpang Pitu dan Pulau Merah berjarak hanya 10 mil dari tiga daerah penting TMNB. Yakni, Pantai Rajekwesi, Teluk Hijau dan Pantai Sukamade. Tiga wilayah itu adalah wilayah konservasi alam yang hingga saat ini tetap dijaga kealamiannya. Terutama Pantai Sukamade, yang merupakan daerah pandaratan penyu. “Pantai Sukamade adalah satu-satunya daerah pendaratan penyu di Samudera Hindia, yang kepemilikannya resmi dimiliki oleh Pemerintah Indonesia,” kata Sumarsono.
Penyu yang juga merupakan hewan yang dilindungi di seluruh dunia, memiliki kepekaan yang tinggi terhadap lingkungan sekitarnya. Sedikit saja ada perubahan ekosistem, maka penyu dipastikan akan meninggalkan daerah pendaratan. “Karena itu, Pantai Sukamade terus dijaga keasliannya, tapi bila limbah pertambangan mencemari Pantai Sukamade, bisa dipastikan tidak ada lagi tempat pendaratan penyu,” katanya. Ironisnya, hingga saat ini, pihak TMNB tidak pernah diajak bicara tentang rencana eksplorasi emas di Banyuwangi. Yang bisa dilakukan TMNB, hanya melaporkan secara berkala perkembangan eksplorasi emas di Banyuwangi kepada Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam.
Hingga saat ini, hasil pengamatan TNMB, perkembangan eksplorasi emas di Gunung Tumpang Pitu dan Pulau Merah Banyuwangi sudah masuk ke tahap pengambilan contoh tanah melalui pengeboran dangkal di dua titik. Masing-masing titik memiliki kedalaman hingga 600 meter. Bila sudah dimulai eksploitasi dengan open pit mining (penambangan terbuka), maka TNMB akan menetapkan status “siaga merah” pada eskosistem di sekitar Pantai Sukamade dan sekitarnya. Bila sudah begitu, maka mau tidak mau pengawasan ekosistem di sekitar kawasan TNMB akan dilakukan siang dan malam. “Celakalah ekosistem kita,” katanya.
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur memperkirakan, kerusakan ekologi akan menjadi bencana utama. Desa Pesanggaran dan Desa Sumber Agung (dua daerah yang masuk daerah penambangan emas) yang memiliki potensi air tanah dengan kapasitas 15-20 liter perdetik akan berubah. Dan hal itu akan menjadi awal terancam krisis air. Sekaligus berdampak pada hancurnya kedaulatan pangan sektor pertanian seperti; padi, jagung, jeruk, dan palawija. Padahal daerah ini merupakan salah satu lumbung padi Jawa Timur yang menyumbangkan 10 % dari total produksi. Saat ini pun, hal itu bisa dirasakan. Petani yang tinggal disekitar sungai Gangga, Banyuwangi, kini sudah mengeluh kekurangan air akibat air yang mengalir disungai itu dimanfaatkan untuk kepentingan eksplorasi PT. IMN.
Efek kedua adalah konflik sosial. Ini dapat dilihat dari munculnya penolakan nelayan Pancer terkait keberadaan perusahaan emas di dusun Pancer. PT. IMN juga telah mendirikan pos-pos penjagaan (militer) yang cukup ketat di Hutan Lindung Gunung Tumpang Pitu. Mulai dari pintu gerbang gunung tersebut, para pengunjung diharuskan mengisi daftar buku identitas. Pos-pos penjagaan militer juga bertebaran dibanyak sudut, khususnya puncak gunung yang kini sudah rata dan banyak berdiri bangunan dan infra struktur untuk keperluan menuju tahapan eksploitasi. Bahkan lapangan helikopter juga sudah dibangun di puncak gunung. Bukan tidak mungkin kasus Pelanggaran Hamseperti yang terjadi di Papua (160 warga dibunuh sejak tahun 1975 hingga 1997 di sekitar tambang Freeport, akan juga terjadi.
Juga soal kemiskinan, yang menjadi dampak pembuangan tailing dengan model pembuangan ke laut. Berbagai jenis ikan laut dan sungai akan hilang, hingga membuat ribuan nelayan kehilangan mata pencahariannya. Beberapa jenis hewan yang ada di Blok Tumpang Pitu, dipastikan akan musnah. Sebut saja Babi Hutan (Sus vittatus), monyet (Macaca fascicularis), Kijang (Muntiacus muntjak), Rusa (Cervus unicolor), Bajing, Landak, dan Musang. Burung Gereja (Passer montanus), Kuntul Cina (Egretta eulophotus), Perkutut (Geopelia striata), Pipit (Lonchura sp), Prenjak (Prinia flaviventris), Sikatan (Cyornis concreta), dan Tekukur (Streptophylia chinensis), Ayam Hutan (Gallus bankiva), dan Camar Laut. Raptor (burung pemangsa). Sekaligus kepunahan reptil seperti Kadal, Biawak, Ular Tanah, Ular Hijau, Ular Air, Kobra dan Katak.
No comments:
Post a Comment