Menjelang Pemilihan Gubernur Jawa Timur 2008
Iman D Nugroho
Pemilihan Gubernur Jawa Timur dan Wakilnya memposisikan Nahdliyin, sebutan untuk anggota Nahdlatul Ulama (NU), Jawa Timur sebagai rebutan. Hampir semua bakal calon gubernur dan wakil gubernur yang akan bertarung 23 Juli 2008 mendatang menggandeng tokoh-tokoh NU. Diharapkan, tokoh-tokoh NU itu akan menjadi vote getter.
Hal itulah yang dilihat pengamat politik Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Kacung Marijan. Namun, kata Kacung, belum tentu pilihan merangkul tokoh NU akan menjadi jaminan bahwa calon gubernur-calon wakil gubernur itu akan menang. "Masih harus dilihat lagi, siapa sosok calon gubernur dan wakilnya itu, dan pertanyaan terpenting, apakah rakyat jawa timur percaya kepada mereka," katanya.
Perebutan suara NU itu tampak dari empat pasangan bakal calon gubernur dan wakil yang sempat muncul. Wakil Gubernur Jawa Timur, Soenaryo yang diusung Partai Golkar, menggandeng Ketua Pengurus Wilayah NU (PWNU) Jawa Timur Ali Maschan Moesa sebagai calon wakil gubernurnya.
Hal yang sama juga dilakukan Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur Soekarwo yang diusung Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Demokrat. Tokoh yang akrab disebut Pakde Karwo itu menggandeng Syaifullah Yusuf, Ketua Nasional Ansor. Ansor adalah organisasi kepemudaan di bawah NU.
Sementara Partai Kebangkitan Bangsa yang kemungkinan akan berkoalisi dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), memunculkan Bupati Kabupaten Mojokerto yang juga tokoh NU, Ahmady, sebagai calon gubernur. Hingga saat ini, Ahmady masih belum menemukan calon wakil gubernur yang akan mendampinginya.
Koalisi partai kecil yang ada di DPRD Jawa Timur, agaknya juga akan ikut "bermain" memunculkan calon gubernur dan wakil gubernurnya. Sosok Mantan Pangdam V Brawijaya, Djoko Soebroto disebut-sebut sebagai sosok yang akan didukung oleh partai kecil itu. Wakilnya, tak lain adalah salah satu tokoh PKB Nasional, Khofifah Indarparawangsa.
Kacung Marijan menilai, saat ini Nahdliyin sudah mengalami pergeseran kultur. Kalau dulu, kaum Nahdliyin selalu mengamini langkah politik kyai (pemimpin agama), tapi sekarang tidak lagi. "Nahdliyin bisa membedakan mana urusan agama, dan mana urusan politik, diawali tahun 1984, ketika NU kembali ke khitah dan keluar dari politik, maka saat ini pun tetap seperti itu. Apalagi, sekarang kaum Nahdliyin sudah pintar memilih," katanya.
Machmud Djujono, Ketua Tim Pilkada Gubernur pasangan Soenaryo-Ali Maschan Moesa memahami alasan Soenarjo memilih Ali Maschan Moesa. Machmud menyebut pasangan Soenarjo-Ali seperti gabungan nasionalis dan religius. "Ada juga yang menyebut gabungan antara kaum abangan dan kaum santri, seperti karakteristik masyarakat Jawa Timur," kata Machmud pada The Jakarta Post, Jumat (14/03/08) ini.
Ali, diharapkan menjadi vote getter dari konstituen Nahdliyin di Jawa Timur. Posisi Ali sebagai Ketua PWNU, menurut Machmud menjadi magnet bagi suara anggota NU di Jawa Timur. "Kami (tim Soenaryo-Ali) menyadari, banyak calon yang juga menggandeng tokoh NU, tapi jangan lupa, ketua PWNU itu Pak Ali, kami harap masyarakat memilih Pak Ali," kata Machmud.
Yang agak berbeda adalah pasangan calon yang didukung oleh Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan. PDI Perjuangan Jawa Timur memilih untuk melanjutkan kepercayaan Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarno Putri yang merestui Ketua DPP PDI Perjuangan Soetjipto menjadi calon gubernur Jawa Timur. Sutjipto menggandeng tokoh Partai Golkar Jatim, Ridwan Hisyam sebagai calon wakil gubernurnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar