Bantuan untuk korban banjir terus berdatangan. Kali ini bantuan datang dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya. Bantuan tahap pertama dalam bentuk obat-obatan, makanan cepat saji dan air mineral. Setelah itu bantuan tahap kedua akan difokuskan pada bidang pendidikan pada sekolah-sekolah yang terendam banjir.
Bantuan tahap pertama itu diserahkan Unair melalui Rektor Prof Fasich berupa 60 kardus mie instant dan obat-obatan serta air mineral Rabu (2/1) ini. Bantuan diserahkan langsung oleh kepada masyarakat Bojonegoro di Baurno dan Bojonegoro Kota, serta wilayah Kalitidu melalui posko RSU Dr Soetomo/Unair. Fasich mengatakan bantuan yang diberikan tersebut merupakan bantuan tahap awal karena nantinya Unair melalui Tim Crisis Centre akan melakukan identifikasi dan pemantauan bantuan apa yang diperlukan.
Unair juga akan memfokuskan bantuan tersebut kepada bidang pendidikan, terutamanya sekolahan yang terendam banjir. Dan ini merupakan bantuan jangka panjang. “Sebentar lagi akan Unas (Ujian Akhir Nasional) bagi siswa. Dengan kondisi ini tentu akan berpengaruh kepada para siswa, oleh karena itu harus dilakukan identifikasi, kira-kira bantuan apa yang diperlukan, dan Unair akan membantu, terutama di bidang pendidikan dan kesehatan, karena kami mempunyai para ahli di bidang itu,” ujar Fasich.
Sebelumnya, RSU Dr Soetomo/FK Unair sudah mengirimkan relawan yang terdiri dari 25 dokter serta dari mahasiswa pecinta alam (Wanala). Tim tersebut tersebut sudah melakukan identifikasi persoalan serta kebutuhan yang diperlukan korban banjir. Hasilnya diperlukan air bersih yang cukup serta obat-obatan khususnya obat panas, gatal serta diare. Obat-obatan tersebut diperlukan untuk kebutuhan hingga seminggu ke depan. Apalagi kini para korban tersebut mulai merasakan gatal dan diare. “Kita bahkan sudah mengirimkan Ambulans serta perahu karet milik Wanala yang digunakan untuk evakuasi warga Kalitidu, Purwosari dan Baurno,” katanya.
Rombongan Unair juga sempat mengunjungi posko Unair untuk pengungsi yang terletak di Gedung Wanita Bojonegoro di Jl. Mastrip (sebelah Alun-alun). Tampak beberapa relawan dari FK Unair/RSU Dr Soetomo sedang memberikan obat kepada korban banjir. Menurut salah seorang relawan, kebanyakan pengungsi menderita diare serta gatal namun ada beberapa diantaranya menderita panas. “Mungkin dehidrasi karena kurang minum atau mungkin ada penyakit infeksi,” kata dr Maranatha salah seorang relawan.
Sementara itu dari pantauan, di Posko SMA1 Bojonegoro dan Gedung Wanita, kebanyakan korban tampak mengungsi dengan tergesa-gesa. Hal itu terlihat dari alas yang digunakan untuk tidur yang menggunakan alas seadanya. Begitu juga dengan pakaian yang dikenakan, kata mereka hanya satu-satunya dan menempel di badan.
H. Marni warga Tulungrejo Trucuk ini mengaku ketika mengungsi juga tergesa-gesa karena banjir kali ini tidak seperti biasanya dan cukup deras. Dirinya tidak tahu bila banjir kali ini merupakan banjir kiriman. “Kulo mboten ngertos (saya tidik mengerti) banjir kiriman, pokoke kulo ngungsi mawon cepet-cepet, mergi banjire benter (kencang),” katanya ketika ditemui sedang mengambil obat di posko Unair.
Karena cepat-cepat, dirinya tidak memikirkan lagi kondisi rumahnya, namun ketika ditinggal rumahnya sudah dikunci rapat-rapat. Kini dia mengaku risau karena dari informasi tetangganya yang tidak ikut mengungsi, saat ini banyak penjarahan. Hal senada juga dikatakan oleh Mbah Kusiati (60) warga Kepatihan yang mengungsi di SMA 1. Menurut dia sejak dulu selama dirinya tinggal di Kepatihan tidak pernah merasakan banjir apalagi dengan volume yang cukup besar seperti ini.
”Sekali banjir langsung setinggi rumah. Itu rumah saya hanya tampak atapnya. Ini sudah surut kemarin tidak tampak sama sekali,” katanya. Kusiati yang mengungsi sejak Sabtu kemarin mengaku juga mendengar ihwal pencurian tersebut. Namun dirinya tidak terlalu risau memikirkannya karena yang penting adalah menyelamatkan dirinya dan keluarganya. “Yang penting selamat,” ujarnya.
Kusiati mengaku saat ini dirinya merasakan gatal-gatal terutama di sekitar kaki karena air cukup sulit didapat. Sementara ditempatnya mengungsi juga sulit air, hal ini disebabkan listrik mati sehingga sumur pompa tidak bisa dinyalakan. ”Sejak mengungsi hingga sekarang listrik padam dan setiap malam kami menggunakan lampu minyak tanah. Mandi juga sulit,” katanya. Yang menyedihkan, hingga saat ini kata Kusiati, Pemkab Bojonegoro belum memberikan bantuan sama sekali. Padahal lokasi mengungsi yaitu SMA 1 dan Gedung Wanita terletak di seberang Gedung Pendopo Bupati.
Banjir yang melanda kota Bojonegoro terutama di pusat kota disebabkan papan penutup tanggul yang terletak di Ledok Kulon dan di dekat Terminal lama dijebol oleh oknum yang tidak bertanggungjawab. Akibatnya air langsung masuk dengan sangat cepat ke kota.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar