Badan Rekonstruksi dan Rehabilitas (BRR) NAD-Nias di Singkil, Aceh Singkil NAD hanya bisa menyelesaikan 39 unit rumah yang seharusnya dibangun untuk korban gempa bumi Nias. Padahal jumlah rumah yang dibutuhkan mencapai 2064 rumah. Penyebab utamanya, kontraktor yang tidak memenuhi target yang sudah disepakati.
Hal itu dikatakan oleh Rudi Rizal, Kepala Distrik BRR NAD-Nias di Singkil, Minggu (16/12) ini. “Sampai hari ini, baru 39 rumah rekonstrukdi yang sudah ditempati, selebihnya masih dalam proses penggarapan,” kata Rudi Rizal. Secara keseluruhan BRR Singkil memiliki beban pembangunan rumah korban gempa bumi sebanyak 2920 unit rumah. Sejumlah 856 unit rumah sudah dibangun oleh berbagai lima NGO yang ada di Singkil. Sisanya, atau sejumlah 2064 unit rumah menjadi beban BRR Singkil.
Rumah beban BRR itu tersebar di 11 Kecamatan yang di wilayah Kabupaten Aceh Singkil. Paling anyak terdapat di Singkil sebanyak 1803 unit rumah, Pulau Banyak sebanyak 181 unit rumah, Gunung Meriya 173 unit rumah, Kota Baharu 160 unit rumah dan Sultan Daulat sebanyak 140 unit rumah. “Selebihnya tersebar di Kuala Baru, Sungkil Utara, Simpang Kana, Longkip, Penanggalan dan Surau Baru,” kata Rudi. Selain itu, BRR Singkil juga menggarap jalan masuk Bandara Syekh Hamzah Fansyuri dan Industri Terpadu Kuala Laut.
Sementara NGO justru lebih maju. Hampir semua jatah rumah yang dikerjakan oleh organisasi di luar pemerintah itu tuntas. Caritas Swistzerland misalnya. Dari 597 rumah yang dikerjakan oleh mereka, seluruhnya sudah selesai dikerjakan. Begitu juga dengan IOM dengan 139 rumah dan Rekompak 68 rumah. Sementara BRR, selama dua tahun bekerja hingga menjelang akhir Desember 2007 hanya bisa menyelesaikan 39 unit rumah saja.
Salah satu proyek terbesar BRR Singkil di Desa Pulau Sarok, Singkil sebanyak 838 unit rumah hingga saat ini belum selesai juga, Rudi mengatakan, hal itu bukan sepenuhnya salah BRR Singkil. “Ada berbagai kendala, mulai permasalahan lahan yang belum selesai, kontraktor bermasalah, rumah banyak dan tersebar serta sentralisasi otoritas mengambil kebijakan strategis,” kata Rudi.
Dalam kasus 838 unit rumah di Desa Pulau Sarok misalnya, dua kontraktor yang mengerjakannya tidak mempu menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu. Ketika digelar pertemuan antara BRR Singkil, Satuan Kerja (Satker) BRR Banda Aceh dan kontraktor, sempat disepakati waktu selesainya pembangunan rumah itu pada Desember 2007. “Tapi sampai tanggal ini mereka pun belum selesai,” kata Rudi.
Rumah Terendam
Sementara itu, sekitar 597 rumah bantuan Caritas Swistzerland untuk warga Teluk Ambon, Tangkal Pasir dan Siti Ambiya di Teluk Ambon dalam kondisi yang memprihatinkan. Ratusan rumah panggung itu terendam air banjir. Akibatnya, seluruh penghuni harus membangun jembatan kayu yang menghubungkan rumah dengan jalan desa. Bahkan, ada pula warga yang terpaksa menggunakan perahu bila akan keluar rumah.
Terendamnya rumah bantuan korban gempa bumi itu dikeluhkan oleh penerima rumah bantuan. Mereka menyesalkan pemilihan lokasi pembangunan yang berada di lahan gambut yang sering kebanjiran. “Dalam setahun ini, sudah tiga kali kai kebanjiran, karena nggak ada rumah, kami pun tetap tinggal di rumah ini,: kata Zainal Abidin, salah satu penduduk Teluk Ambon.
Zainal mengatakan, akibat air yang menggenang itu, saluran pembuangan air kotor dari rumah-rumah tidak bisa berjalan lancar. Air kotor yang digunakan ikut tercampur dengan air banjir. Efek lain dari banjir yang menggenangi rumah itu adalah meningkatnya jumlah nyamuk. “Setiap malam, kami harus menghindari nyamuk dengan obat nyamuk atau memasang kelambu,” kata laki-laki yang tinggal dengan dua orang tua, istri dan anak balitanya ini.
Teks Foto:
Rumah di Desa Pulau Sarok, Singkil yang menjadi "beban" BRR Singkil
Tidak ada komentar:
Posting Komentar