Seperti malam-malam sebelumnya. Instalasi Rawat Darurat (IRD) RSU Dr. Soetomo Surabaya Sabtu (13/10) dini hari lalu diwarnai lalu lalang keluarga pasien, bersanding dengan deru ambulan dan mobil pribadi pengangkut pasien yang butuh pertolongan secepatnya. Hanya saja, malam itu sedikit berbeda. Gema takbir terdengar di mana-mana. "Inginnya sih pulang kampung dan bertakbir di rumah, tapi bagaimana lagi,.." kata M. Sukri, petugas ambulance RSU yang bertugas malam itu.
Datangnya Hari Raya Idul Fitri yang ditandai dengan takbir yang membahana pada malam hingga menjelang sholat Idul Fitri memang tidak selalu berarti liburan. Karena di malam itu, masih ada orang-orang yang dengan gigih bekerja untuk masyarakat. Tanpa mereka, bisa jadi suasana Idul Fitri akan berjelan “terseok”. Sebut saja petugas rumah sakit, polisi, petugas pemadam kebakaran (PMK), oporator telepon, pegawai stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) hingga wartawan.
Kesadaran itu juga yang dimiliki petugas ambulance RSU Dr. Soetomo M. Sukri. Bersama dua tim ambulance lain, laki-laki 27 tahun ini tetap bertugas ketika gema takbir terdengar. “Saya mendapat jatah jaga saat Idul Fitri, gimana lagi, sudah resiko,” kata M. Sukri sambil mempersiapkan peralatan ambulance yang malam itu siaga di depan IRD RSU Dr. Soetomo. Sukri tidak menampik. Dirinya pun sangat ingin seperti kebanyakan umat muslim yang yang merayakan Idul Fitri bersama keluarga. “Tapi tetap saja ada waktu bersilaturahmi meskipun lewat telepon,” katanya.
Selain petugas rumah sakit, polisi juga sebuah profesi yang tetap bekerja ketika Idul Fitri tiba. Salah satunya Brigadir Hariyadi, petugas Polsek Gayungan Surabaya. Sabtu malam lalu, Hariyadi dan empat petugas lain berjaga Pos Operasi Ketupat 2007 di ujung Jl. Ahmad Yani Surabaya. Pos tempat Brigadir Hariyadi berjaga tergolong ujung tombak pengamanan. Karena jalur ini adalah pintu gerbang menuju kota Surabaya dari arah Kabupaten Mojokerto maupun Kabupaten Sidoarjo.
Petugas polisi asal Kabupaten Ngawi, Jawa Timur ini mengaku, tidak ada dalam kamus pekerjaannya untuk membedakan hari istimewa, seperti Hari Raya Idul Fitri misalnya. “Tidak peduli apapun harinya, ketika kebagian waktu bertugas, harus dilaksanakan,” kata Brigadir Hariyadi. Meskipun dirinya mengakui sangat ingin pulang ke Ngawi untuk merayakan Idul Fitri bersama kedua orang tua dan keempat saudaranya. “Kita jarang bertemu, hanya bila Idul Fitri saja, tapi sudahlah,..” katanya.
Polisi yang bertugas saat Lebaran dibagi menjadi sua shift, siang dan malam. Mulai pukul 07.00-19.00 dan 19.00-07.00 WIB. Tugas yang dibebankan kepada mereka pun tergolong berat. Mulai mencatat kegiatan harian yang mereka lakukan, juga terus berwaspada terhadap gangguan keamanan yang mungkin terjadi. Termasuk bila ada ancaman bom atau menemukan barang yang dicurigai sebagai bom. Semua tertuang dalam Konsignes Operasi Ketupat 2007 yang dipasang besar-besar di tiap pos jaga.
Beruntung, M.Sukri dan Brigadir Hariyadi dikaruniai keluarga yang memahami penuh kegiatan mereka. Brigadir Hariyadi misalnya, jauh-jauh hari sudah meyakinkan istri dan dua anaknya yang masih balita untuk mengetahui dengan pasti apa dan bagaimana pekerjaan dirinya. “Jadi tidak ada protes-protes dari keluarga, mereka tetap tenang menunggu saya selesai meskipun tetangga dan kerabat sudah berlebaran,” katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar