Kening Zefrizal sedikit berkerut usai membaca pertanyaan dalam test hari kedua di Olimpiade Astronomi International ke-XII di Crimea, Ukraina, Selasa (2/10) malam lalu. Dengan melihat langit secara langsung, siswa SMPN 1 Trenggalek Jawa Timur ini diminta menunjukkan tingkat kecerlangan (istilah ke-terang-an bintang-RED) bintang berjarak 24 derajat dari resi Dhelpinut.
"Setelah saya hitung, luas bidang Resi Dhelpinut yang terdiri dari Bintang Sadr, Bintang Deraph dan Bintang Althaer, berjumlah 50 derajat, dengan rumus segitiga bisa diketahui 24 derajat dari resi Dhelpinut memiliki tingkat ke-terang-an 0,1 magnitudo," kenang peraih medali emas dalam Olimpiade Astronomi International itu.
Jawaban Zefrizal Nanda Mardani saat itu memang tidak tepat benar. Meleset sekitar 0, 74 magnitudo. Namun, hal itu tidak menghalangi prestasi yang berhasil diraih remaja yang akrab dipanggil Zef ini. Yakni, meraih medali emas dalam Olimpiade Astronomi International. Sebuah prestasi yang luar biasa di usia Zef yang ke 14.
Perjalanan Zef meraih medali emas di Olimpiade Astronomi International pun tergolong unik. Di sekolahnya, SMPN 1 Trenggalek, penggemar game komputer itu adalah sosok yang biasa-biasa saja. Nilai keseluruhan di rapornya pun tidak hebat benar. “Dia lemah di ilmu sosial, tapi kuat di ilmu eksak,” kata Radan, ayah Zef.
Namun, keisengannya mengikuti seleksi Olimpiade Science Nasional di Universitas Brawijaya Malang, seakan membuka nasib baik anak ke dua pasangan Radan dan Mariyani ini. Apalagi, ketika test IQ, Zef masuk dalam jajaran 14 besar, meski berada di urutan terakhir. Ia tetap berhak mengikuti pendidikan dan latihan di Sawangan Bogor.
“Uniknya, saat ada test International Junior Science Olimpiad-IJSO, Zef malah gagal, karena hanya diambil tujuh orang” kata Radan. Beruntung, saat itu ada peluang untuk masuk sebagai peserta Olimpiade Astronomi International. Saat test di yang sama, Zef tetap berada di urutan terakhir.
Pelatihan pun dilakukan di PPPG IPA, Kampus ITB, Observatorium Bosscha Lembang dan Planetarium Jakarta. Dalam fokus pelatihan dasar-dasar pengetahuan, kemampuan analisis teori, praktek pengamatan dengan teropong dan pengolahan data hingga pengenalan benda-benda langit, Zef menunjukkan kemampuannya. Hingga pada test akhir, remaja penggemar bola ini menduduki peringkat pertama. Zef pun terpilih menjadi Tim Nasional Indonesia pada event itu.
Bersama Anas Maulidi Utama dari Sumenep Madura, Veena Salim dari Medan, Sumatera Utara, Zefrizal Nanda Mardani menjadi mewakili peserta junior. Peserta senior terpilih Hizbullah Abdul Aziz Jabbar dari Yogyakarta dan Teguh Santoso Lembono dari Bandung. Pada 28 September 2007, Tim Nasional Indonesia berangkat ke Simeiz, Crimea, Ukraina.
Didampingi dua team leader yang juga dosen Program Studi Astronomi, Dr. Suryadi Siregar dan Dr. Moedji Raharto, serta observer dari Direktorat Jenderal Manajeman Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional, Yan Binsar Marpaung, tim akan melawan jago-jago atronomi senior dan junior dari seluruh dunia.
Zef menceritakan, tiga hari pelombaan adalah pengalaman tidak terlupakan. Di awal perlombaan, remaja penggemar musik slow ini sempat grogi, karena peserta lain dari luar negeri seperti sudah dalam bidang ahli astonomi. Namun “Apalagi ketika ujian observasi benda langit dan ketrampilan mengoperasikan teropong bintang, mereka seakan-akan sudah terbiasa,” kenangnya.
Kesan itu semakin kuat ketika usai test dilakukan, Zef menyadari bahwa jawabannya tidak sempurna. Dari 10 pertanyaan yang diajukan, Zef hanya bisa menjawab tepat sekitar 5 pertanyaan. Salah satu jawaban Zef yang paling tepat adalah ketika ia diminta menunjukkn nama bintang dalam peta buta perbintangan. “Bintang yang dimaksud adalah bintang Lyra,” katanya.
Menurut remaja murah senyum ini, separuh dari jawabannya meleset dari jawaban yang benar. Terutama dalam soal teory. “Saya sulit menghafal,” katanya. Karena itulah, saat pembacaan penerima medali dibacakan, Peraih Medali Perunggu dalam Olimpiade Matematika Internasional 2006 ini menghapus mimpinya untuk membawa pulang medali.
Namun, Dewi Fortuna berkata lain. Zef justru meraih mimpinya. Nama Zef tidak masuk dalam 29 penerima medali perunggu dan 27 penerima medali perak. Nama Zef masuk dalam jajaran 20 penerima medali emas. “Ternyata, orang Indonesia tidak kalah hebat dengan orang luar negeri ya,..haha,” kata remaja yang bercita-cita menjadi dosen ini.
Mas Nugroho, saya Juni sedang belajar ngeblog. Saya Ijin mengambil Banner mas Nugroho yang stop violence di Burma dan Dampak Lapindo. Kemarin sudah saya pasang, di blog saya: juniest.wordpress.com. Bila keberatan banner itu bisa saya cabut. Terima kasih.
BalasHapusTernyata Mas Zef sekarang ke kedokteran :p
BalasHapusSuka sedih.
BalasHapus