30 September 2007

Berbekal Genjer-Genjer Lirik Negara Baru

Luka yang dirasakan selama bertahun-tahun hidup sebagai anak anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) memang sudah mengering. Namun, kehidupan yang tak kunjung berubah membuat Sinar Syamsi, anak pencipta lagu Genjer-Genjer Muhammad Arief, memilih pindah kewarganegaraan. “Saya ingin pindah ke Belanda atau China,” katanya.

................................

Lembaran di tiga buku catatan lagu itu tidak lagi utuh. Kertasnya lapuk dimakan usia. Meski masih bisa terbaca jelas, tulisan yang tergores di atas kertas itu pun mulai memudar. Di tiga buku itulah tertuang naskah asli lagu Genjer-genjer (Gendjer-Gendjer) milik sang penciptanya, Almarhum Muhammad Arief .

Lagu berjudul Genjer-genjer menjadi salah satu penggalan cerita yang mengiringi peristiwa Gerakan 30 September atau yang dikenal dengan sebutan G30S-Partai Komunis Indonesia. Konon, lagu yang menceritakan tentang tanaman genjer (limnocharis flava) itu dinyanyikan oleh anggota Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani)-PKI, saat menyiksa para petinggi TNI di Lubang Buaya.

Cerita mengerikan versi Orde Baru yang lambat laun mulai diragukan seiring tidak terbuktinya penyiksaan para jenderal itu, membuat image lagu Genjer-genjer ikut pula mengerikan. Apalagi, G30S diikuti rentetan penculikan dan pembunuhan di beberapa kantong PKI. Termasuk di Banyuwangi, tempat pencipta lagu Genjer-genjer Muhammad Arief tinggal.

Benarkah lagu Genjer-genjer identik dengan PKI? Pertanyaan lama yang selalu dibantah, namun tetap tidak menghapus stigma. Budayawan Banyuwangi Fatrah Abbal, 76, menceritakan, lagu Genjer-genjer diilhami oleh masakan sayur genjer yang disajikan Ny. Suyekti, Istri Muhammad Arief di tahun 1943.

“M.Arief heran, tanaman yang awalnya dikenal sebagai makanan babi dan ayam itu ternyata enak juga dimakan manusia, akhirnya ia mengarang lagu Genjer-genjer,” katanya. Begitu terkenalnya lagu yang nadanya mirip dengan lagu rakyat berjudul Tong Ala Gentong Ali Ali Moto Ijo itu hingga Seniman Bing Slamet dan Lilis Suryani pun menyanyikannya.

Kedekatan lagu itu dengan PKI tidak bisa dilepaskan dengan kondisi politik di tahun 1965. Masa di mana politik Indonesia membuka ruang bagi ideologi apapun itu membuahkan persaingan antar partai politik. Termasuk persaingan dalam hal berkesenian.

Seperti Partai Nasional Indonesia (PNI) dengan Lembaga Kesenian Nasional (LKN), Partai Nahdlatul Ulama (NU) dengan Lesbumi, Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan Lembaga Kesenian Rakyat (Lekra) serta Masyumi dengan Himpunan Seni dan Budaya Islam (HSBI). “Lekra menggandeng seniman Banyuwangi, termasuk Muhammad Arief,” kata Fatrah yang dulu aktif di HSBI ini.

Sejak digandeng Lekra, seni Banyuwangi-an semakin dikenal. Banyak lagu-lagu Banyuwangi yang sering dinyanyikan di acara PKI dan underbownya. Termasuk lagu Genjer-genjer yang diciptakan di tahun 1943, lagu Nandur Jagung dan lagu Sekolah.

Muhammad Arief sebagai seniman pun ditawari bergabung dengan Lekra dan ditempatkan sebagai anggota DPRD Kabupaten Banyuwangi. Seniman yang dulu bernama Syamsul Muarif itu juga diminta mengarang lagu yang senapas degan ideologi PKI. Seperti lagu berjudul Ganefo, 1 Mei, Harian Rakyat, Mars Lekra dan Proklamasi.

“Kalau kita resapi, lagu Genjer-genjer memang tidak memiliki makna apa-apa, hanya bercerita tentang tanaman genjer yang dulu dianggap sampah kemudian mulai digemari,” kata Fatrah. “Genjer-genjer, nong kedok’an pating keleler, emak’e tole, teko-teko, mbubuti genjer, oleh sak tenong, mungkor sedot, seng tole-tole, genjer-genjer, saiki wis digowo muleh,” Fatrah menyanyikan bait lagu Genjer-genjer.

Entah, siapa yang memulai, pasca G30S, syair lagu Genjer-genjer pun dipelesetkan dengan syair yang menceritakan aksi penyiksaan para jenderal korban G30S. “Jendral Jendral Nyang ibukota pating keleler, Emake Gerwani, teko teko nyuliki jendral, Oleh sak truk, mungkir sedot sing toleh-toleh, Jendral Jendral saiki wes dicekeli,” Begitu bunyi gubahan lagu itu. “Gubahan itu sebenarnya tidak ada!” kata Fatrah.

Sinar Syamsi (53) anak semata mayang Muhammad Arief dan Suyekti menceritakan, tidak lama setelah peristiwa G30S meletus di Jakarta, terjadi demonstrasi besar di Alun-Alun Kota Banyuwangi. Demonstrasi itu menuntut agar para anggota PKI ditangkap. Muhammad Arief adalah salah satu target kemarahan massa. Di tahun itu mantan anggota TNI berpangkat Sersan itu adalah anggota DPRD Kabupaten Banyuwangi dari PKI. Sekaligus aktivis lembaga kebudayaan di bawah PKI, Lembaga Kesenian Rakyat atau Lekra.

“Orang-orang menyerbu ke rumah saya di Kawasan Tumenggungan Kota Banyuwangi, mereka membakar rumah dan seisinya,” kenang Syamsi yang ketika peristiwa itu terjadi sudah berumur 11 tahun. Muhammad Arief melarikan diri bersama anggota Lekra/PKI yang lain. Hingga akhirnya tertangkap dan markas CPM Malang. “Setelah itu nasib bapak tidak mendengar lagi hingga sekarang,” kenang Sinar Syamsi.

Meski begitu, Syamsi tetap menganggap Muhammad Arief sebagai pahlawan keluarga. Naskah asli lagu yang hingga kini masih “tabu” untuk dinyanyikan itu pun disimpan. “Bagi saya, buku-buku catatan ini adalah sejarah keluarga yang harus dijaga, agar anak cucu saya kelak bisa mengetahui dengan pasti apa yang terjadi,” kata Sinar Syamsi.

Sinar Syamsi menyadari, sejarah keluarganya hitam kelam akibat peristiwa itu. Ibunda Sinar Syamsi, Suyekti sempat stress karena stigma keluarga PKI. “Politik telah membuat keluarga saya harus mengalami peristiwa yang mengerikan selama bertahun-tahun, hingga ibu saya meninggal dunia 26 Januari 2007 lalu,” kenang Syamsi.

Dengan alasan itu jugalah, laki-laki yang sempat di-PHK beberapa kali dengan alasan tidak jelas ini pun mulai berpikir untuk pindah kewarganegaraan. Belanda dan China adalah dua negara yang diliriknya. “Dengan membawa naskah asli ini, saya ingin pindah ke Belanda dan China. Siapa tahu di sana posisi saya sebagai anak pencipta lagu Genjer-Genjer lebih dihargai,” katanya.

Keterangan foto:
1. Gambaran sosok Muhammad Arief, mengarang lagu Genjer-Genjer.
2. Naskah asli lagu Genjer-Genjer di catatan lagu Muhammad Arief.
3. Sinar Syamsi, anak tunggal Muhammad Arief.


5 komentar:

  1. Anonim8:18 AM

    Mas Nugroho, postingannya saya link ke blog saya ya. (http://blognya-roi.com)
    Thanks

    (roi)

    BalasHapus
  2. Oke. Boleh aja bos,...semoga lebih banyak yang bisa menikmati cerita ini,..

    BalasHapus
  3. Tragedi yang memang penuh msiteri , tapi Order baru juga memiliki misteri dengan memanipulasi data data mengenai G 30 S nya.

    Anak anak mantan anggota PKI mereka sebagai individu sebenarnya tidak tahu apa yang di lakukan ayah dan ibunya selayaknya mendapatkan Tempat yang layak juga tidak ada diskriminasi

    itu semua adalah kesalahaan Kita bangsa Indonesia yang selama 32 tahun membiarkan sejarah berbelok tanpa arah yang jelas

    BalasHapus
  4. postingannya saya link ke blog saya juga ya..tengkyu

    BalasHapus
  5. Mas Nugroho, postingannya saya link ke blog saya http://brasco-brasco.blogspot.com
    terima kasih

    BalasHapus