11 Juni 2007

Menjaga "Rumah Bersalin" Penyu di Pantai Sukamade

Mendung tebal memayungi Pantai Penyu Sukamade, Banyuwangi, Jumat (8/6/2007) malam ini. Bintang-bintang yang tersebar di langit, hanya sesekali menunjukkan wajahnya, setelah itu kembali tenggelam dalam gulungan mendung. Pantai pun gelap gulita. Di antara gelapnya malam itu, dua Polisi Hutan Resort Sukamade terus beraktivitas. Menjaga pantai yang selama ini menjadi "rumah bersalin" penyu.

Pantai penyu Sukamade di Banyuwangi dan Pantai Puger di Jember, adalah dua pantai di Jawa Timur yang sering dijadikan lokasi pendaratan penyu liar untuk bertelur. Namun, sejak beberapa tahun lalu, hanya pantai Sukamade yang masih eksis dikunjungi penyu. Hampir setiap malam, selalu ada penyu yang "mampir" ke pantai yang berjarak 239 KM dari Ibukota Jawa Timur Surabaya itu. Untuk bertelur, atau sekedar bermain-main di pasir pantai.

Dalam catatan tahun 2006 lembaga swadaya masyarakat (LSM) lingkungan ProFauna Indonesia, pelanggaran hukum terhadap binatang penyu terus terjadi. Pada itu, Polisi Air Polda Bali menangkap 2 kapal yang mengangkut ratusan penyu. Bahkan, di tahun yang sama, Kepolisian Nusa Tenggara juga menangkap satu kapal yang berusaha menyelundupkan penyu.

Investigasi yang dilakukan ProFauna Indonesia menghasilkan data beragamnya cara perdagangan penyu. Mulai perdagangan dalam bentuk daging, telur, karapas dan souvenir yang terbuat dari bagian tubuh penyu. Pantai Puger Jember, sebagai satu rangkaian pantai SUkamade adalah salah satu pusat penjualan ilegal penyu. Selain itu, pergadangan juga dilakukan di Pantai Teluk Penyu Cilacap Jawa Tengah, Pangandaran Jawa Barat, Pelabuhan Ratu Jawa Barat, Pangumbahan Sukabumi dan Pantai Samas Yogyakarta.

Telur penyu, menjadi salah satu bagian dari kehidupan penyu yang paling banyak diperdagangkan. Selain, minyak penyu, souvenir terbuat dari penyu dan daging penyu. Penyu jenis penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu hijau (Chelonia mydas) dan penyu lengkang (Lepidochelys olivacea) adalah jenis penyu yang sering dijual bebas.

Setiap tahun, sekitar 1000-2000 ekor penyu dibunuh untuk dijual. Puluhan lain tertangkap tidak sengaja oleh nelayan yang kemudian membunuhnya. Hal itu jelas bertentangan dengan UU Nomer 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, perdagangan satwa dilindungi. Ancaman pelanggaran pasal ini adalah hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp 100 juta.

Di Banyuwangi sendiri, telur penyu banyak dijual di Pasar Kota Banyuwangi dan Pasar Kecamatan Jajag, Banyuwangi. Biasanya pedagang menawarkan dagangannya di pagi hari, secara diam-diam. Meskipun beberapa tahun belakangan jumlah penjual telur penyu jauh berkurang. "Sudah beberapa tahun ini sudah sulit mendapatkan telur penyu, kalau pun ada jumlahnya sedikit dan sangat mahal," kata Bambang, penduduk Sarogan pada The Post. Satu butir telur dijual Rp.1500-2000/butir.

Dengan semangat untuk melindungi telur penyu dari tindak pencurian itulah, patroli polisi hutan dilakukan setiap hari. Termasuk di pantai penyu Sukamade. Tepatnya pada malam hari, waktu di mana penyu mendarat di pantai dan bertelur. Patroli biasa dimulai sekitar pukul 19.00 WIB hingga menjelang waktu terbitnya matahari.

Jumat malam lalu, The Jakarta Post mengikuti proses penjagaan pantai bersama dua petugas polisi hutan Resort SUkamade, Slamet dan Jumadi. Di tengah gelapnya malam, dua polisi hutan itu mengawali penjagaan dengan perjalanan menembus hutan bakau, satu-satunya jalan menuju pantai penyu. Setelah itu, keduanya menggunakan gethek (perahu bambu) untuk menyeberangi Kali Gethek seluas 20-an meter.

Sesampainya di bibir pantai, keduanya berbagi tugas. Dua orang petugas berjaga di sisi barat dan timur pantai yang berjarak 3,5 KM. Berjalan di pantai penyu pada malam hari hanya diterangi cahaya bulan dan bintang. Remang-remang, bisa terlihat banyaknya bekas-bekas jalur pendaratan penyu di pasir pantai. Termasuk beberapa lubang bekas sarang telur.

Salah satu standart operation procedure (SOP) dalam penjagaan penyu adalah tidak diperbolehkan menyalakan kegiatan yang menghasilkan cahaya. Seperti senter dan menyalakan api. Penyu adalah binatang yang sensitif dengan cahaya lampu. Penyu akan mengurungkan niatnya untuk mendarat bila insting mereka menganggap cahaya adalah tanda hadirnya "predator" manusia. Senter hanya bisa digunakan bila penyu sudah melakukan aktivitas bertelur.

"Biasanya, pencuri telur penyu beraksi di malam yang gelap seperti ini," kata Jumadi, salah satu Polisi Hutan yang bertugas malam itu. Benar juga. Malam itu, sekitar pukul 00.30 WIB, polisi hutan sempat memergoki beberapa orang yang dicurigai sebagai pencuri telur penyu. Mereka menyaru sebagai nelayan dan pencari ikan. Meski akhirnya mereka dilepas karena tidak ditemukan bukti telah terjadi pencurian telur penyu. "Mereka mengatakan hanya mencari ikan dengan memancing," kata Slamet.

Dalam pengamatan The Jakarta Post, gerombolan yang mengaku pemancing itu terlihat membawa karung dan sekrop (alat penggali tanah). Selain kerasnya medan, keterbatasan peralatan adalah salah satu hambatan yang harus dihadapi polisi hutan. Tidak adanya alat komunikasi berupa handy talky (HT) menjadikan Senter menjadi satu-satunya alat komunikasi yang mereka miliki. Bila ada penyu yang mendarat di pantai, biasanya senter berubah fungsi sebagai alat morse untuk memberitahu petugas yang lain. "Nyala tiga kali berarti ada penyu yang mendarat, itupun dilakukan kalau penyu benar-benar sudah bertelur," kata Slamet.

Tidak adanya senjata api, tidak membuat nyali polisi hutan surut. Meski mereka mengaku akan mengalami kesulitan bila ada pelaku menyerangan yang menggunakan senjata tajam, bahkan senjata api rakitan. "Anda bisa lihat sendiri, malam membuat kita tidak bisa melihat sekeliling, kalau ada tembakan, bagaimana kita membalasnya?" kata Slamet.

Ketua LSM ProFauna Indonesia Asep R. Purnama mengatakan, penjagaan yang dilakukan polisi hutan sangat tidak evektif. Tidak adanya fasilitas yang memadai, membuat penjagaan itu sia-sia. Tidak adanya perahu karet untuk melakukan pengejaran di laut misalnya akan menyulitkan pengejaran. "Aktivitas pencurian itu dilakukan lewat laut, polisi hutan di Sukamade tidak memiliki perahu itu, apa mau berenang!" kata Asep R. Purnama pada The Post.

Juga kondisi pantai Sukamade yang sangat mudah dijangkau baik melalui jalan darat susur pantai, maupun dengan perahu nelayan, membuat celah pencurian terus terbuka. Belum lagi jumlah petugas yang sangat sedikit. Untuk mengamankan resort Sukamade yang luasnya 10 hektar lebih, hanya ada tujuh petugas. Lima polisi hutan dan dua Pengendali Ekosistem Hutan (PEH). "Mutlak harus ada penambahan petugas penjagaan," kata Asep.

Dan Telur Pun Menjadi Tukik

Menjaga pantai penyu Sukamade, berarti pula menjaga salah satu siklus terpenting dalam perkembanganbiakan penyu. Mulai menjaga agar kawasan pantai penyu Sukamade tetap nyaman bagi penyu, sampai menjaga penyu agar bisa bertelur dengan tenang. Selanjutnya, menyelamatkan telur penyu dari predator alami dan membantu penetasan telur menjadi tukik atau anak penyu.

Setelah itu, melepaskan kembali tukik-tukik itu ke laut lepas agar berkembang menjadi telur dewasa. Tugas itulah yang menjadi kewajiban pokok Polisi Hutan Resort dan petugas Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) Resort Sukamade. Setiap hari, tujuh anggota resort Sukamade secara bergantian menjaga bibir pantai. Bila ada penyu yang mendarat di pantai dan bertelur, dengan cekatan petugas yang kebetulan berjaga saat itu mengambil seluruh telurnya dan membawa ke tempat menetasan di kantor Resort Sukamade yang akrab disebut Wisma Sukamade.

Lokasi penetasan telur terletak di bagian belakang wisma seluas hampir dua hektar itu. Ketika The Post mengunjungi lokasi itu Jumat (8/6/2007) itu ada 57 ember plastik yang berisi 30-80 telur setiap embernya. Setiap hari, keadaan masing-masing telur itu diperiksa dan dicatat. "Telur-telur ini akan berada di ember selama tiga bulan, ketika waktunya tiba, telur akan dipindah ke tempat penetasan yang lebih luas, dan dibiarkan menetas menjadi tukik," kata Jumadi Tukik-tukik itu kemudian dipindah ke ember khusus berisi air laut. Tujuannya untuk memperkenalkan tukik pada ekosistem laut.

Bila jumlahnya mencapai ratusan ekor, baru kemudian tukik-tukik itu dilepas ke laut. "Bisa saja melepas tukik-tukik itu sejak awal, namun banyaknya predator membuat kemungkinan hidup tukik-tukik itu semakin kecil," kata Jumadi. Proses penetasan yang dilakukan polisi hutan dan PEH dinilai keliru oleh LSM ProFauna Indonesia melalui Ketua LSM ProFauna Indonesia Asep R. Purnama. Kepada The Post Asep mengatakan, cara yang selama ini dilakukan polisi hutan itu membuat tukik semakin tidak mengenal lingkungannya. Bahkan, cara yang tidak alami itu membuat tukik tidak bisa survive di alam bebas.

"Seharusnya, tukik-tukik itu dibiarkan menetas di pantai tempat induknya menetas, dan dibiarkan langsung kembali ke alam bebas," kata Asep. Hal itu mutlak dilakukan. Karena ada mekanisme alamiah dari tukik utuk mengenali tempat ia ditetaskan. Insting itu juga yang kemudian dipakai panduan untuk kembali menemukan lokasi tempat ia dilahirkan, bila tukik itu sudah tumbuh menjadi penyu dewasa yang siap bertelur. "Kalau dia ditetaskan di darat, maka tukik akan kehilangan kesempatan untuk mengenali pantai tempat ia ditetaskan, dia akan kesulitan menjadi tempat bertelur di kemudian hari," jelas Asep.

Cara penanganan telur penyu hingga menjadi tukik yang paling ideal, menurut Asep, bisa dilakukan dengan cara yang diperkenalkan Prof. Colijn Lympus asal Selandia Baru. Profesor yang serius melakukan penelitian soal penyu ini memiliki lahan khusus yang sengaja diisolasi untuk pendaratan dan peneluran penyu. Isolasi itu termasuk menjauhkan telur penyu dari predator alami dan predator tidak alami, seperti manusia.

Atau, ProFauna menawarkan sistem ecoturism. Menjadikan ekosistem sebagai daya tarik turis. Cara ini, melibatkan masyarakat sekitar pantai tempat pendaratan penyu. "Masyarakat akan merasa memiliki pantai penyu itu, sekaligus menjadi bagian dari kelompok yang menjaga kealamian penyu, karena kealamian itu yang juga bisa dijual sebagai daya tarik, yang pada ujungnya akan menguntungkan warga sekitar juga," kata Asep.

Serunya Perjalanan Ke Pantai Penyu


Pantai penyu Sukamade terletak di bagian selatan Kota Banyuwangi. Lokasi ini adalah bagian dari Taman Nasional Meru Betiri (TMNB) seluas 55.845 ha. Untuk menjangkau pantai ini, perjalanan bisa dilakukan dari Surabaya melalui Kabupaten Jember, dan diteruskan ke Kecamatan Jajag-Pesanggaran-Sorogan-Sukamade. Dari arah Denpasar, Sukamade bisa dijangkau melalui Kabupaten Banyuwangi, dilanjutkan menuju menuju Kecamatan Jajag-Pesanggaran-Sorogan-Sukamade. Keseluruhan perjalanan bisa mencapai 6 jam perjalanan darat.

Tanpa menggunakan kendaraan pribadi berjenis off road, perjalanan ke Pantai Penyu Sukamade, Banyuwangi sangat menyusahkan. Angkutan umum yang terjadwal secara pasti, hanya bisa didapatkan hingga kawasan Pesanggaran. Setelah itu, perjalanan bisa dilanjutkan dengan menggunakan truk bak terbuka langsung menuju ke Sukamade.

Truk, yang oleh masyarakat sekitar disebut "taksi" itu adalah satu-satunya kendaraan umum yang bisa menembus medan terjal menuju Sukamade. Selain mengangkut penumpang, truk ini juga digunakan untuk mengangkut hasil perkebunan di daerah itu. Seperti cokelat, kelapa, karet, kopi dan kayu. Tidak jarang, truk yang sama digunakan untuk mengakut ternak yang akan dijual ke kota.

Ada empat unit "Taksi" Sukamade yang memiliki jadwal sekali jalan. Pada pukul 6.30 WIB, truk akan berangkat dari Sukamade menuju ke Pesanggaran yang berjarak 35 KM, dengan memakan waktu tiga jam perjalanan. Pukul 13.00 WIB, truk akan kembali ke dari Pesanggaran menuju Sukamade. "Itu kalau ada penumpang yang naik, kalau tidak ada penumpang, biasanya truk tidak akan jalan," kata Kariyono, salah satu pengemudi truk.

Ketika The Jakarta Post ke Sukamade Jumat ini misalnya, tidak ada truk yang melayani trayeknya. Pilihan kedua jatuh pada angkutan pedesaan berubah mobil station yang memiliki jalur Pesanggaran-Sorogan yang berjarak 18 KM. Tidak seperti angkutan di perkotaan, angkutan pedesaan jenis bemo ini tidak akan berangkat bila tidak full terisi penumpang. Selain penumpang, angkutan pedesaan juga melayani pengiriman barang belanjaan milik penduduk setempat. Sesampainya di Sarongan, biasanya bisa dilanjutkan dengan ojek sepeda motor.

Jalan turun-naik berbatu cadas sepanjang 17 KM plus menyisiri jurang di kanan kiri, menjadi warna perjalanan ke Sukamade. Pengunjung selain penduduk asli setempat diwajibkan mengisi buku tamu di Pos Penjagaan Perkebunan Sukamade. Dari pemukiman Sukamade, perjalan dilanjutkan dengan menembus kebun kopi sepanjang 4 KM. Kali ini perjalanan bisa dilakukan dengan menyewa sepeda motor atau berjalan kaki, menyeberangi Sungai Gethekan selebar 7 meter dengan kedalaman 40 cm. Di sungai ini seringkali membuat mogok sepeda motor yang nekad menyeberang.

Wisma Sukamade adalah pos terakhir sebelum masuk ke kawasan pantai. Di wisma inilah, Polisi Hutan dan petugas Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) berkantor. Di tempat ini juga, proses pengumpulan dan penetasan telur penyu terjadi. Penyu-penyu yang sudah ditetaskan dilepaskan kembali ke laut lepas. Dari Wisma Sukamade ke pantai berjarak 300 meter. Menembus hutan bakau dan kembali menyeberangi sungai Gethek.

3 komentar:

  1. Anonim5:28 PM

    this is a nice story... i think i have to be there, one day, to see the turtle and tukek....
    would u drive me there?

    BalasHapus
  2. Thx for your comment, ruben. Nice name,..sure. I would love to guide you there. :)

    BalasHapus
  3. tuturan yang menarik. terima kasih mas. sangat membantu kami yang mau ke sukamade minggu depan... salam, sm

    BalasHapus