DITANGKAP. Satu dari dua demonstran warga empat desa yang terendam lumpur ditangkap polisi dalam demonstrasi Kamis (26/04) ini.
Warga Porong korban lumpur panas Lapindo yang menggelar demonstrasi di depan kantor DPRD Sidoarjo, merusak gerbang gedung DPRD, Kamis (26/04) ini. Pengerusakan itu terjadi karena keinginan warga korban lumpur bertemu Bupati Sidoarjo Win Hendrarso dan Ketua Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) Soenarso agar bergabung dengan demonstrasi dan memberikan penjelasan atas tuntutan mereka, tidak terpenuhi.
Aksi pengerusakan itu terjadi sekitar pukul 12.30 WIB. Ketika itu massa korban lumpur mendapatkan informasi tentang dihentikan sementara pertemuan antara perwakilan demonstrasi, BPLS, Pemerintah Kabupaten dan DPRD SIdoarjo. Lantaran perwakilan PT. Minarak Lapindo Jaya sebagai perusahaan yang menangani ganti rugi tidak hadir dalam pertemuan itu. Massa yang menggelar demonstrasi sejak pagi merasa dipermainkan. Mereka meminta Bupati Win Hendrarso untuk memberikan penjelasan akan hal itu.
Merasa permintaan mereka tidak direspon, massa memaksa masuk ke dalam gedung DPRD Sidoarjo. Massa pun merangsek ke arah gerbang gedung dan mulai mendorong gerbang besi setinggi tiga meter itu. Gerbang gedung DPRD Sidoarjo pun jebol. Lampu taman di gerbang pecah berantakan setelah sebuah batu melayang ke arah lampu berwarna putih itu. Polisi yang sedang duduk-duduk tidak memperkirakan aksi pengerusakan yang berlangsung cepat itu.
Polisi berusaha mengendalikan situasi dengan menenangkan massa. Warga yang emosi membalas dengan caci maki ke arah polisi. Aksi dorong mendorong tidak terelakkan. Massa terdesak. Polisi berlaku tegas dengan pentungan dan dorongan, menjauhkan warga dari gedung DPRD Sidoarjo. Di tengah kekacauan Bupati Win Hendrarso dan Ketua BPLS Soenarso hadir di tengah-tengah massa , dan disambut dengan tepuk tangan meriah.
Dalam demonstrasi itu Win Hendrarso mengatakan, warga Porong harus bersabar dan tidak menutup akses jalan. Win juga meminta warga untuk menjelaskan tuntutan mereka secara langsung pada PT. Minarak Lapindo Jaya. "Warga harus bersabar dan tidak menutup akses jalan, dalam pertemuan nanti warga juga harus menjelaskan secara langsung kepada PT. Minarak Lapindo Jaya yang sedang dalam perjalan ke sini (DPRD Sidoarjo)," kata Win Hendrarso.
Sementara Ketua BPLS Soenarso menekankan tugas yang dilakukan BPLS adalah senada dengan keinginan masyarakat korban lumpur. "Saya dan warga korban lumpur adalah saudara, bukan musuh, apa yang kami lakukan adalah memperjuangkan dan mempercepat pembayaran ganti rugi," kata Soenarso.
Sementara itu dalam dialog antara warga korban lumpur, Bupati Win Hendrarso, Ketua BPLS Soenarso dan DPRD Sidoarjo di Ruang Paripurna DPRD SIdoarjo terungkap tidak adanya kepastian dari PT. Minarak Lapindo Jaya untuk segera merealisasikan pembayaran. Dalam pertemuan yang dijadwalkan mencari solusi itu saja, PT. Minarak Lapindo Jaya tidak hadir.
Kepala Bagian Depsos BPLS Sutjahyono yang menghubungi General Manager Lapindo, Imam Agustino melalui telepon genggam mendapatkan kepastian bahwa Vice President PT. Minarak Lapindo Jaya Andy Darussalam sedang dalam perjalanan dari Jakarta menuju Sidoarjo. "Andy Darussalam masih dalam perjalan, kita harus menunggu," kata Sutjahyono.
Realisasi pembayaran uang ganti rugi rumah dan tanah warga agaknya masih jauh dari terealisasi. Hingga saat ini PT. Minarak Lapindo Jaya masih bersikeras untuk membayar tanah dan bangunan yang memiliki sertifikat resmi saja. Dari sekitar 600-an ha tanah warga porong yang terkena lumpur, hanya 430-an m2 saja yang memiliki sertifikat. Sisanya hanya tercatat di kelurahan secara tradisional dengan surat "Petok C" dan "Petok D". Hingga berita ini diturunkan, perwakilan PT. Minarak Lapindo Jaya belum ada di lokasi pertemuan.
Warga yang merasa kecewa dengan ketidakhadiran perwakilan PT. Minarak Lapindo Jaya melanjutkan demonstrasi ke Bandara Juanda. Setelah bernegosiasi dengan polisi, akhirnya rencana itu disetujui. Namun, lagi-lagi warga menemui jalan buntu. Di Jl. Raya Gedangan, tepatnya 20 meter sebelum pintu masuk menuju Bandara Juanda, rombongan warga dihadang brimob. Demonstran diminta tidak melanjutkan perjalanan.
Warga yang marah memblokade jalan. Polisi menambah ketat barikade dengan watercanon dan pasukan dalmas tiga lapis. Negosiasi pun kembali dilakukan. Polisi tidak mengabulkan apapun permintaan warga. Saat kondisi semakin tegang, warga nekat memblokade jalan pasukan brimob dan watercanon milik Poles Sidoarjo yang akan diperbantukan untuk mengendalikan massa. Bentrok tidak bisa dihindarkan. Beberapa warga saling pukul dengan polisi. Warga terdesak. Dua demonstran diamankan. Keadaan kembali tenang. Warga mengalah dan kembali ke DPRD Sidoarjo. Hingga malam ini, "rumah rakyat" itu diduduki demonstran.
DATA TANAH KORBAN LUMPUR
1. Total Tanah Bersertifikat: 430.676 m2 atau 522 bidang.
Perincian:
a. Desa Mindi: 67 bidang atau 115.945 m2
b. Desa Mindi2: 39 bidang atau 68.261 m2
c. Desa Kedungbendo: 9 bidang atau 22.065 m2
d. Desa Jatirejo: 105 bidang atau 123.145 m2
e. Desa Siring: 11 bidang atau 8.907 m2
2. Total Tanah Belum Bersertifikat: 921 m2 atau 291 bidang
Perincian:
a. Desa Siring 123 bidang atau 111.96 m2
b. Desa Kedungbendo: 82 bidang atau 210.47 m2
c. Desa Jatirejo 1: 48 bidang atau 477.62
d. Desa Jatirejo 2. 40 bidang atau 123.48 m2
cat. Baru 231 bidang yang dialporkan ke PT. Minarak Lapindo Jaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar