Sikap ini perlu diingatkan pada siapa pun yang memberikan simpatinya pada peristiwa penembakan Trump. Karena seruan keprihatinan dalam kasus penembakan calon Presiden AS yang sedang berkampanye ini, tidak otomatis membuat kasus Trump lebih penting ketimbang kekerasan dalam kasus-kasus lainnya.
Bicara soal besaran kasus, soal jumlah, bentuk kekerasan, jenis kekerasan dan sebagainya, kasus Trump bisa jadi tidak sampai seujung kuku dengan apa yang dialami masyarakat Palestina, misal.
Taruh kata, dalam soal efek kekerasan. Kasus Trump tidak membuat calon Presiden dari Partai Republik itu meregang nyawa. Meski ada seorang warga peserta kampanye yang terbunuh, dan seseorang lagi terduga pelaku tewas.
Di Palestina, ada 35 ribu orang meninggal dunia (hanya sejak Oktober 2023). Di Ukraina, Human Rights Monitoring Mission menyebutkan ada 30 ribu korban jiwa. Jumlah yang sangat fantastis bila seluruh kasus kekerasan di berbagai negara disebutkan.
Kita semua tentu merasakan kesedihan mendalam atas peristiwa ini. Menjadi korban luka atau meninggal dunia, tentu menyakitkan dan bahkan membuat marah.
Nah, coba rasakan apa yang dirasakan keluarga korban di Palestina, Ukraina, atau tragedi kemanusiaan lain di seluruh dunia. Kesedihan, kesakitan, kemarahan pasti muncul. Terlebih, bila kasus-kasus itu tidak diselesaikan.
Karenanya, melalui peristiwa penembakan Trump ini, mari kembali menengok berbagai peristiwa tragedi kemanusiaan di berbagai tempat. Keluarga korban sedang berjuang menuntut keadilan. Isak tangis dan teriakan korban masih terdengar di banyak tempat. (*)
No comments:
Post a Comment