Saya tidak selalu ingat peristiwa yang mengiringi peringatan Kemerdekaan RI. Tapi tahun ini, sepertinya susah dilupakan. Ulang tahun ke 77 RI, diperingati di antara hiruk pikuk peristiwa polisi tembak polisi.
Betul, yang saya maksudkan kasus Ferdy Sambo yang katanya terlibat pembunuhan Brigadir Yosua. Ketika tulisan ini dibuat, kasus itu masih berkutat pada penyelidikan keterlibatan Sambo, dan upaya Barada Richard Eliezer meminta perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Saya yakin sepenuhnya, ketika Badan Kepolisian Negara (BKN) dibentuk oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), 19 Agustus 1945, tidak pernah terbayangkan 77 tahun kemudian, para polisi akan saling tembak.
Apalagi drama menyedihkan ini justru melibatkan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri. Divisi ini bertugas mengawasi dan membina polisi. Tapi, reality bites memang. Kasus polisi tembak polisi itu menjerat "bos Propam".
Tapi, tentu kasus polisi tembak polisi ini tidak layak membuyarkan harapan baik pada Indonesia di ulang tahun ke 77-nya. Setidaknya, harapan baik milik saya.
Secara sederhana, harapan baik saya itu terbagi dalam tiga hal:
- Penyelesaian hukum kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM),
- Pencegahan kerusakan lingkungan
- Meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat.
Tentu saja, cita-cita luhur Republik ini masih banyak. Namun setidaknya, bila tiga hal itu bisa diwujudkan, maka itu akan menjadi awal gemilang di tahun-tahun mendatang. (*)
No comments:
Post a Comment