Indonesia adalah negara dengan potensi
besar berhadap-hadapan dengan bencana alam. Lalu apa yang harus kita
lakukan saat berjumpa dengan bencana? Tulisan ini membahas hal-hal sederhana yang bisa kita siapkan untuk menghadapi bencana.
Sebelum membaca lebih jauh tulisan ini,
saya harus menegaskan, bahwa saya bukan ahli dalam kebencanaan dan
tidak pernah menjadi korban bencana alam dengan skala besar. Tulisan
ini berisi tentang hal-hal masuk akal yang saya pikir bisa dilakukan,
sebelum bencana datang, saat bencana terjadi dan setelahnya.
Saya dan keluarga, bisa jadi adalah
bagian dari orang-orang yang merasa harus mempersiapkan diri atas
kemungkinan datangnya bencana alam. Ini tentu saja bukan doa agar
bencana datang, melainkan upaya bersiap diri sejak dini.
Kesadaran itu datang setelah kami
melihat datangnya bencana alam, non-alam dan sosial yang terjadi di
Indonesia. Apa saja bencana alam dan non-alam itu? Secara sederhana,
bencana alam disebabkan oleh alam, sementara yang bencana non-alam
disebabkan oleh aktivitas manusia seperti perkembangan teknologi.
Lalu bencana sosial, adalah buah dari pertikaian sosial (kelompok
orang), seperti kerusuhan, tawuran dll.
Coba pembaca ingat-ingat lagi. Berapa
banyak bencana-bencana itu menghantam Indonesia. Pantas kalau anda
kesulitan mengingatnya, karena memang jumlahnya ribuan. Badan
Nasional Penanggulangan Bencana atau BNPB mencatat, sepanjang tahun
2018 saja, ada 1999 bencana di Indonesia. Wow!
Oke, lalu apa yang harus kita lakukan?
Saya mempersiapkan diri sendiri dan
keluarga untuk selalu punya peralatan darurat. Apa itu? Rincianya
adalah peralatan “luar”, “dalam” dan “surat berharga”.
Peralatan luar adalah tenda, sleeping bag, selimut, flysheet
(lembaran 3x4 multi fungsi), dan peralatan pendukung lainnya.
Asumsinya, dalam kondisi terpaksa, peralatan luar itu akan bisa
menggantikan fungsi rumah sementara.
Untuk mendampingi “rumah pengganti”,
saya siapkan juga berbagai peralatan darurat yang siap digunakan:
Senter (plus baterai baru yang masih tersegel), pisau lipat,
obat-obatan kering, perban, obat merah, obat flu, minyak tawon,
balsem, korek dll. Saya membayangkan, dengan peralatan pendamping
itu, setidaknya saya bisa bertahan dalam kondisi yang paling
minimalis.
Selanjutnya adalah peralatan “dalam”.
Ini adalah peralatan yang melekat pada tubuh kita. Atau setidaknya,
peralatan ini yang akan menyelamatkan tubuh kita dalam keadaan
darurat. Misalnya baju satu paket (kaos, celana dalam, jaket, celana
panjang, sarung, dll). Pilih bahan yang tidak mudah kotor, cepat
kering, dan bisa digunakan dalam segala suasana (bila di Indonesia,
saat hujan dan saat kemarau).
Hal penting yang tidak bisa dilupakan
adalah berbagai makanan kering seperti snack, kraker dan
makanan-makan lain berkarbohidrat. Juga, air! Setidaknya, saya
memperkirakan, dengan makanan-makanan itu, saya akan bisa bertahan
selama dua hari. Kenapa dua hari? Entahlah. Yang pasti, untuk makanan
dan minuman, usahakan selalu dicek tanggal kadaluarsanya. Jangan
sampai pas dibutuhkan, eh, sudah kadaluarsa.
Lalu, item “surat berharga”.
Sebagaimana namanya, item ini berisi berbagai surat berharga yang
kami miliki. Mulai kartu keluarga, ijazah, resep dokter, kartu nikah,
akta rumah/tanah, passpor, dll. Tak lupa, fotocopy berbagai
kartu-kartu yang mungkin dibutuhkan. Mulai fotocopy KTP, kartu
asuransi, kartu BPJS, dan seterusnya.
Tahap selanjutnya adalah memastikan
seluruh peralatan itu disimpan dalam satu tas ransel (untuk
masing-masing anggota keluarga). Masing-masing tas ransel berisi
kebutuhan anggota keluarga yang dimaksudkan. Lalu, dipastikan,
keberadaannya mudah dijangkau. Bila sewaktu-waktu terjadi bencana,
maka tas-tas itu bisa diambil dengan cepat. (*bersambung)
ID Nugroho | foto repro
No comments:
Post a Comment