Bagi warga eks Gafatar,
kepergian ke Kalimantan adalah bagian dari Fase Hijrah, untuk
menyambut Fase Perang, Fase Futuh (menang) dan pada ujungnya, Fase
Khalifah, atau memiliki negeri sendiri. Sebuah peradaban Ilahiah baru
berdasar “ajaran Ibrahim”.
Ribuan orang yang
disebut sebagai eks anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar), diusir
dari Mempawah, Kalimantan Barat. Harta benda mereka dibakar oleh
penduduk sekitar.
Kini, mereka ditampung di kantong-kantong dinas
sosial di beberapa kota di Pulau Jawa. Sebagian telah dipulangkan.
Sementara pentolan mereka diproses secara hukum.
Begitulah. Gafatar
menjadi buah bibir sepanjang Januari 2016. Organisasi metamorfosa Al
Qiyadah Al Islmaiyah, yang didirikan oleh “Nabi” Ahmad Musadeq
2006 lalu, dan berubah menjadi Millah Abraham, lalu Gafatar ini,
memang fenomenal.
Tanpa dipaksa, warga
(begitu organisasi ini menyebut anggotanya) Gafatar meninggalkan
kehidupan lamanya, dan pergi ke Kalimantan.
Di lokasi itu mereka
berkumpul, dan hidup sebagai petani. Komunitas ini membangun sejarah
mereka, sampai sebuah kabar keluarga yang kehilangan anggota
keluarganya menyeruak pemberitaan. Dan tiba-tiba, seluruh perhatian
tertuju pada komunitas berjumlah 1500-an orang ini.
BELUM SELESAI
Siapakah mereka? Apa
tujuan gerakan ini? Mengapa Kalimantan? Apakah mereka sesat?
Pertanyaan-pertanyaan itu tiba-tiba muncul mengiringi deras
pemberitaan tentang Gafatar.
Tak ada penjelasan secara pasti. Yang
ada hanyalah komentar dari pemerintah yang secara tegas menyatakan:
Gafatar sesat, dan secara resmi sudah dibubarkan.
Bagi warga komunitas Al
Qiyadah Al Islmaiyah atau Millah Abraham atau Gafatar, tidak ada kata
“selesai”. Karena memang begitulah adanya.
Semua berawal dari
sosok Ahmad Musadeq yang sampai saat ini masih dipercaya sebagai
pimpinan spiritual. Bukan “nabi”, seperti yang banyak
diberitakan, lantaran, tidak ada ajaran baru yang diciptakan olehnya.
Musadeq adalah sosok
yang dipercaya akan mengembalikan lagi peradaban Ilahiah yang dulu
pernah dibangun oleh Muhammad SAW di Madinah. Bagi komunitas ini, era
Muhammad SAW sudah berakhir.
Salah satu tanda-tandanya adalah kondisi
kehidupan yang semakin lama semakin banyak persoalan.
Untuk melakukan
perbaikan, jalan satu-satunya menurut komunitas Gafatar adalah
kembali ke inti ajaran Ilahiah yang “murni”.
Yakni, ajaran Nabi
Ibrahim, bapak para nabi. Ajaran itu didapatkan dari intisari
agama-agama turunan Ibrahim, yang dipelajari melalui kitab-kitab suci
yang ada, Taurat, Zabur, Injil dan Alquran.
Khusus mengenai
Alquran, komunitas ini hanya memakai surat-surat yang diturunkan di
jaman Makkah atau dikenal sebagai Surat Makkiah.
Kondisi Makkah di
jaman surat-surat itu diturunkan, dinilai lebih pas dengan jaman
kekinian. Saat surat Makkiah diturunkan, Muhammad SAW dalam kondisi
berjuang.
Begitu juga, dengan cara Muhammad sholat. Di jaman Makkiah, Muhammad hanya melakukan sholat malam.
FASE-FASE
Pada poin inilah,
posisi Ahmad Musadeq menjadi penting. Sosok yang pernah mengaku
insyaf pada tahun 2008-setelah mengaku nabi pada 2006- itu menjadi
sosok sentral pembawa peradaban baru, yang dibentuk melalui enam
fase:
- Fase Sirron atau dakwah sembunyi-sembunyi.
- Fase Jahron atau dakwah terbuka.
- Fase Hijrah atau pergi ke tempat baru.
- Fase Qital atau perang.
- Fase Futuh atau menang.
- Fase Khalifah atau wilayah.
Meski Musadeq mendapatkan tekanan dari berbagai pihak, hingga diadili, penganut organisasi ini terus memperluas jumlah pengikut secara diam-diam.
Dalam fase ini, nama Al
Qiyadah Al Islmaiyah pun berganti dengan Millah Abraham. Orang-orang
yang tertarik dan setuju bergabung dengan Millah Abraham akan
dimisak/perjanjian dengan Tuhan, dengan cara membaca “Syahadat”
menyebut “Ahmad Muzadeq” sebagai Rasul Allah.
Mereka akan
dikelompokkan menurut kepengurusan kota, dan melakukan ritual yang
diajarkan secara khusus. Secara sederhana, komunitas Millah Abraham
tidak wajib melakukan shalat, zakat, berpuasa dan haji.
Alasannya,
semua ibadah itu hanya dilakukan ketika kondisi sudah membaik, yang
ditandai dengan munculnya peradaban Ilahiah.
Ritual penggantinya
adalah Qiyamullail atau Sholat Tahajjud. Tidak ada ajaran pasti dalam
pelaksanaan ritual ini.
Selain itu, diwajibkan untuk menghapal
ayat-ayat tertentu dan membayar sumbangan. Semua peribadahan itu
dicatat oleh pengurus kota. Bila ada yang tidak melakukannya, maka
akan dikenalkan denda.
Lalu, ketika kondisi
lebih terbuka, Fase Jahron pun datang. Fase ini sudah dilampaui
dengan memperkenalkan komunitas Gafatar pada 14 Agustus 2011, dan
beraktivitas secara terbuka.
Tak heran, lembaga yang lebih mirip
ormas modern ketimbang lembaga keagamaan ini melakukan aktivitasnya
secara terbuka. Meski akhirnya, dinyatakan bubar pada Agustus 2015,
melalui Kongres Gafatar di Yogyakarta.
KALIMANTAN
Namun, justru saat
itulah Fase Hijrah dikomandokan. Warga eks Gafatar melakukan hijrah
ke Kalimantan.
Dengan teratur, orang-orang yang merasa siap melakukan
hijrah, meninggalkan semua kehidupan di daerah asalnya untuk pergi ke
Kalimantan.
Hijrah wajib bagi yang mampu, namun tidak wajib bagi yang
tidak mampu.
Ada berbagai alasan
memilih Kalimantan. Salah satunya, di daerah inilah yang paling
memungkinkan melakukan proses bercocok tanam.
Warga eksGafatar
mempercayai, bercocok tanam perlu dilakukan untuk “menyambut”
datangnya paceklik yang ditandai oleh berubahnya cuaca. Proses ini
dilakukan hingga datangnya fase selanjutnya: Fase Perang.
Tak ada yang tahu,
kapan fase ini akan datang. Yang pasti, Fase Perang wajib untuk
dilakukan warga eks Gafatar pada orang-orang yang dinilai mengancam
keberadaan komunitas ini.
Masuknya Fase Perang dipercaya dihadapi
pula oleh para “pembangun peradaban Ilahiah” (baca: nabi) lain
yang pernah ada. Untuk perang di jaman ini, akan dilalui pula oleh
warga eksGafatar,
Fase itu akan berakhir
dengan hadirnya Fase Futuh atau atau Fase menang. Dan Gafatarlah yang
akan menang. Pada ujungnya akan ditutup dengan Fase Khalifah atau
wilayah.
Pada fase ini, peradaban Ilahiah yang baru akan lahir di
negeri baru, yang berisi orang-orang yang tunduk dan patuh kepada
Tuhan.
MENAHAN DIRI
Apakah fase-fase itu
akan berhenti setelah eks Gafatar dipulangkan ke daerah asalnya?
Sulit dipastikan. Seruan terbaru dari “pimpinan” mereka adalah
meminta eks Gafatar menahan diri dan mengikuti proses “netralisasi”
yang sekarang sedang terjadi.
Tak heran bila
kemudian, tidak ada perlawanan sedikit pun dilakukan oleh warga eks
Gafatar saat harta benda mereka dibakar di Kalimantan, dan mereka
dipulangkan di daerah asal.
Termasuk, saat mereka diwajibkan ikut
pelatihan agama dan kewarganegaraan. Eks Gafatar akan menjalaninya.
Namun, keyakinan mereka membangun peradaban Ilahiah baru, masih tetap
ada.
ID Nugroho
Padahal Gafatar sudah lama ada di Mempawah, saat saya bekerja di PKS dekat Mempawah mereka sering menjual hasil ladang mereka dengan harga murah.
ReplyDeleteSaya justru baru tahu mereka organisasi yang berkaitan dengan agama saat pindah ke Sumut, melalui berita yang ada di media.
Agama/kepercayaan memang urusan pribadi, dan (bagi sebagian orang) tidak untuk dibicarakan. Mungkin, itu yang mereka lakukan.
Delete