Saya harus berpikir cukup keras untuk menemukan “lead” tulisan tentang Hari Pers Nasional (HPN) 2015 ini.
Bukan karena rumitnya tema, tapi karena topik ini terus berulang pada tiap 9 Februari, dengan kesimpulan yang sama pula: Saya merasa tidak perlu memperingati Hari Pers.
Alasannya, bagi saya, Hari Pers bukan “Hari Pers” yang sebenarnya. Lalu, mengapa ada Hari Pers Nasional?
Untuk yang belum tahu, baiknya membuka Keputusan Presiden RI Soeharto nomor 5 tahun 1985.
Dalam Keppres yang ditetapkan pada 2 Januari 1985 itu, Soeharto menyatakan 9 Februari sebagai Hari Pers Nasional.
Mengapa 9 Februari? Wikipedia menyimpan catatan sejarah soal tanggal itu.
Dalam subjudul Hari raya dan peringatan di halaman itu disebutkan, 9 Februari sebagai Hari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
Ah, memang seperti ituah adanya.
Dalam halaman lain, Wikipedia juga menyimpan sejarah singkat PWI, yang notabene adalah organisasi wartawan pertama di Indonesia.
Di 9 Februari 1946, PWI didirikan di Solo, Jawa Tengah.
PRO-KONTRA
Banyak pihak menilai, penetapan Hari Pers Nasional tidak tepat.
Penolak HPN menilai, penetapan Hari Pers Indonesia harusnya lebih dari sekedar hari lahir organisasi profesi.
Apalagi, dalam sejarah Orde Baru, organisasi ini menjadi instrumen rezim Soeharto untuk mengontrol pers Indonesia.
Kasus pembredelan Tempo, Detik dan Editor pada 21 Juni 1994 menjadi tonggak tak terlupakan dalam sejarah pers Indonesia.
Ketika itu, organisasi profesi PWI yang seharusnya memberikan pembelaan pada para jurnalis yang ditindas Orde Baru itu, justru ikut tunduk pada Soeharto.
Sejarah lengkapnya ada di sini.
Lalu, muncul ide untuk mencari kembali Hari Pers versi Indonesia. yang sebenarnya.
Dalam sebuah pertemuan dengan Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto pada awal 2015, seorang tokoh pers kembali melontarkan ide itu.
Saya setuju. Bagi saya, penetapan Hari Pers yang tepat bisa menjadi momentum pengingat pentingnya fungsi pers yang tepat bagi negeri ini.
Bagi saya, dalam sejarahnya, kehadiran pers Indonesia tidak sekedar menjadi saluran informasi di era perjuangan Indonesia.
Pers juga menjadi cerminan kesetiaan pada gerakan pembelaan kepentingan publik.
Bukannya menjadi alat penguasa untuk ikut menindas.
Lalu, kapan Hari Pers Indonesia yang ideal?
Kita serahkan saja pada para peneliti. Yang pasti, bukan hari kelahiran organisasi.
ID Nugroho
Bukan karena rumitnya tema, tapi karena topik ini terus berulang pada tiap 9 Februari, dengan kesimpulan yang sama pula: Saya merasa tidak perlu memperingati Hari Pers.
Alasannya, bagi saya, Hari Pers bukan “Hari Pers” yang sebenarnya. Lalu, mengapa ada Hari Pers Nasional?
Untuk yang belum tahu, baiknya membuka Keputusan Presiden RI Soeharto nomor 5 tahun 1985.
Dalam Keppres yang ditetapkan pada 2 Januari 1985 itu, Soeharto menyatakan 9 Februari sebagai Hari Pers Nasional.
Mengapa 9 Februari? Wikipedia menyimpan catatan sejarah soal tanggal itu.
Dalam subjudul Hari raya dan peringatan di halaman itu disebutkan, 9 Februari sebagai Hari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
Ah, memang seperti ituah adanya.
Dalam halaman lain, Wikipedia juga menyimpan sejarah singkat PWI, yang notabene adalah organisasi wartawan pertama di Indonesia.
Di 9 Februari 1946, PWI didirikan di Solo, Jawa Tengah.
PRO-KONTRA
Banyak pihak menilai, penetapan Hari Pers Nasional tidak tepat.
Penolak HPN menilai, penetapan Hari Pers Indonesia harusnya lebih dari sekedar hari lahir organisasi profesi.
Apalagi, dalam sejarah Orde Baru, organisasi ini menjadi instrumen rezim Soeharto untuk mengontrol pers Indonesia.
Kasus pembredelan Tempo, Detik dan Editor pada 21 Juni 1994 menjadi tonggak tak terlupakan dalam sejarah pers Indonesia.
Ketika itu, organisasi profesi PWI yang seharusnya memberikan pembelaan pada para jurnalis yang ditindas Orde Baru itu, justru ikut tunduk pada Soeharto.
Sejarah lengkapnya ada di sini.
Lalu, muncul ide untuk mencari kembali Hari Pers versi Indonesia. yang sebenarnya.
Dalam sebuah pertemuan dengan Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto pada awal 2015, seorang tokoh pers kembali melontarkan ide itu.
Saya setuju. Bagi saya, penetapan Hari Pers yang tepat bisa menjadi momentum pengingat pentingnya fungsi pers yang tepat bagi negeri ini.
Bagi saya, dalam sejarahnya, kehadiran pers Indonesia tidak sekedar menjadi saluran informasi di era perjuangan Indonesia.
Pers juga menjadi cerminan kesetiaan pada gerakan pembelaan kepentingan publik.
Bukannya menjadi alat penguasa untuk ikut menindas.
Lalu, kapan Hari Pers Indonesia yang ideal?
Kita serahkan saja pada para peneliti. Yang pasti, bukan hari kelahiran organisasi.
ID Nugroho
No comments:
Post a Comment