Jiwa demokratisasi penyiaran yang terkandung dalam UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran termanifestasi dalam bentuk desentralisasi informasi, diversity of content dan diversity of ownership melalui berdirinya lembaga penyiaran yang berbadan hukum lokal atau lokal berjaringan. Melalui hadirnya lembaga penyiaran yang berbadan hukum lokal tersebut akan mendorong terjaminnya demokratisasi penyiaran. Oleh karena itulah, keberadaan lembaga penyiaran lokal tersebut harus sedapat mungkin mengangkat potensi lokal dalam berbagai sektor penyiaran, mulai dari kepemilikan, penggunaan sumber daya lokal hingga isi siarannya.
Oleh karena itu pula, proses pengurusan ijin lembaga penyiaran mengharuskan melibatkan partisipasi publik melalui mekanisme Evaluasi Dengar Pendapat (EDP) yang diatur oleh Undang-Undang No. 32 tentang Penyiaran, Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta serta peraturan lainnya.
Proses perijinan yang melibatkan publik tersebut merupakan garansi yang diberikan oleh Negara untuk menghindari praktek monopoli informasi dan praktek pemusatan kepemilikan lembaga penyiaran oleh satu badan hukum atau perseorangan saja. Hal ini telah ditegaskan dalam pasal 33 UU Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran dan pasal 4 PP 50 tahun 2005 Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta, bahwa sebelum menyelenggarakan kegiatannya lembaga penyiaran wajib memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran. Ijin siaran yang diberikan pemerintah melalui KPI tersebut merupakan kunci pembuka yang sah untuk menjalankan seluruh aktivitas penyiaran.
Selanjutnya lembaga penyiaran yang telah memiliki Ijin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) tetap, dapat melakukan Relai dan Siaran Bersama. Relai dan Siaran Bersama tersebut diatur dalam pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2005 sebagai berikut;
1. Lembaga Penyiaran Swasta dapat melakukan relai siaran lembaga penyiaran lain, baik dari lembaga penyiaran dalam negeri maupun dari lembaga penyiaran luar negeri, berupa relai siaran untuk acara tetap atau relai siaran untuk acara tidak tetap.
2. Durasi relai siaran untuk acara tetap yang berasal dari lembaga penyiaran, dalam negeri bagi lembaga penyiaran melalui sistem stasiun jaringan dibatasi paling banyak 40% (empat puluh perseratus) untuk jasa penyiaran radio dan paling banyak 90% (sembilan puluh perseratus) untuk jasa penyiaran televisi dari seluruh waktu siaran per hari.
3. Durasi relai siaran untuk acara tetap yang berasal dari lembaga penyiaran dalam negeri bagi lembaga penyiaran radio dan lembaga penyiaran televisi yang tidak berjaringan dibatasi paling banyak 20% (dua puluh perseratus) dari seluruh waktu siaran per hari.
Uraian tersebut menjelaskan bahwa:
1. Sebelum menyelenggarakan kegiatannya lembaga penyiaran wajib memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran.
2. Relai siaran dapat dilakukan dalam kerangka sistem siaran jaringan dengan ketentuan paling banyak 90% dari seluruh waktu siaran per hari.
3. Relai siaran dapat dilakukan dengan tidak menggunakan sistem siaran jaringan dengan ketentuan paling banyak 20% dari seluruh waktu siaran per hari.
Berdasarkan uraian yuridis tersebut, kehadiran Kompas TV (KTV) yang telah bersiaran pada sejumlah lembaga penyiaran swasta di sejumlah daerah disikapi oleh KPI sebagai berikut:
1. Kompas TV (KTV) belum memiliki ijin sebagai lembaga peyiaran, oleh karena itu secara yuridis belum dapat mengatasnamakan diri sebagai badan hukum lembaga penyiaran.
2. Stasiun televisi sebagai lembaga penyiaran swasta di daerah yang telah memiliki Ijin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) prinsip, harus menyesuaikan program siarannya dengan proposal awal pengajuan ijin siaran dan belum dapat melakukan relai siaran, lembaga penyiaran televisi lokal tersebut juga masih harus mengikuti Evaluasi Uji Coba Siaran, yang mensyaratkan adanya kesesuaian kriteria kelulusan yang meliputi aspek persyaratan administrasi, program siaran dan teknis penyiaran.
3. Stasiun televisi sebagai lembaga penyiaran swasta di daerah yang telah memiliki Ijin Penyelenggaraan penyiaran (IPP) tetap, dapat melakukan relay siaran dengan ketentuan paling banyak 90% dari seluruh waktu siaran perhari untuk sistem stasiun jaringan dan paling banyak 20% dari seluruh waktu siaran per hari untuk selain sistem stasiun jaringan.
4. Praktek sistem siaran berjaringan sebagimana diatur dalam Permenkominfo Nomor 43 tahun 2009 dapat dilakukan pada sesama lembaga penyiaran yang telah memiliki Ijin Penyelenggaraan penyiaran (IPP) tetap.
5. Setiap perubahan nama (termasuk call sign), domisili, susunan pengurus, dan/atau anggaran dasar Lembaga Penyiaran Swasta harus terlebih dahulu dilaporkan kepada Menteri sebelum mendapat pengesahan dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
6. Fenomena hadirnya KOMPAS TV yang bersiaran pada sejumlah lembaga penyiaran swasta lokal dengan mencantumkan logo Kompas TV (KTV) pada layar televisi di sejumlah stasiun televisi lokal dan menyembunyikan/mengaburkan/memperkecil identitas atau logo TV lokal tersebut, tidak sesuai dengan eksistensi dari TV Lokal tersebut yang telah cukup lama menempuh proses perijinan dengan semangat lokal yang perlu didorong.
7. Kerjasama antara Kompas TV dan beberapa TV lokal di daerah (yang sebagian besar masih belum selesai proses perijinanya) belum dapat dijadikan dasar legal bagi TV Lokal tersebut untuk mengubah format siarannya yang sebagian besarnya didominasi oleh program yang berasal dari Kompas TV.
8. KPI Pusat dan KPID se-Indonesia akan mencermati modus atau cara-cara yang yang mengurangi semangat demokratisasi penyiaran dengan kehadiran lembaga penyiaran lokal melalui praktek monopoli informasi, pemusatan kepemilikan dan pemindah tangan ijin yang telah dimiliki lembaga penyiaran swasta yang ada di daerah dan berpotensi melakukan pelanggaran terhadap UU Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran.
Demikian pandangan ini kami sampaikan sebagai bentuk sikap resmi KPI terhadap siaran Kompas TV (KTV) pada beberapa stasiun televisi lokal di sejumlah daerah.
Jakarta, 7 September 2011
Ketua
Dadang Rahmat Hidayat
No comments:
Post a Comment