Menjelang Hari Raya Idul Fitri 2011 yang akan jatuh pada 30-31 Agustus maka Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia kembali mengingatkan pengusaha media untuk memberikan hak Tunjangan Hari Raya (THR) kepada jurnalis dan pekerja media lainnya.
Menurut ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) No. 4 Tahun 1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan, THR adalah hak pekerja yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja atau keluarganya paling lambat tujuh hari sebelum hari raya keagamaan diperingati.
Dalam ketentuan ini, pengusaha wajib memberikan THR kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja tiga bulan secara terus-menerus atau lebih, dengan rumusan jumlah bulan/12 x jumlah gaji. “Pengusaha yang melanggar kewajibannya membayar hak THR bisa dikategorikan melakukan tindak pidana,” kata Ketua Umum AJI, Nezar Patria.
Menurut AJI, pemilik media mestinya tidak hanya memberikan THR untuk jurnalis yang berstatus sebagai karyawan tetap, tapi juga kepada jurnalis yang memiliki hubungan kontrak dengan perusahaan media seperti koresponden. Bagi pekerja media yang tidak mendapatkan gaji secara tetap, seperti koresponden dan kontributor, AJI merekomendasikan perhitungan THR menggunakan formulasi pendapatan selama setahun dibagi 12. Hal ini selain sebagai bentuk kepatuhan terhadap ketentuan undang-undang, juga merupakan bagian dari penghargaan terhadap pekerja media.
Berdasarkan catatan AJI, “Kelompok pekerja yang kerap menjadi korban pelanggaran hak THR adalah para pekerja kontrak, pekerja outsourcing, pekerja yang masih dalam sengketa, serta pekerja harian lepas,” kata Koordinator Divisi Serikat Pekerja AJI Indonesia, Winuranto Adhi.
Yang patut diwaspadai dalam momentum menjelang Hari Raya Idul Fitri ini, jangan sampai justru dimanfaatkan oleh berbagai pihak untuk menyogok jurnalis dengan memberikan “THR”—suatu praktik menyimpang yang selama ini masih sering terjadi.
“Kode Etik Jurnalistik pasal 6 dengan tegas telah menyatakan, Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap,” terang Nezar Patria. Bagi AJI, pemberian THR adalah kewajiban pengusaha, bukan kewajiban narasumber, lembaga pemerintah, pihak swasta atau pihak-pihak lainnya.
AJI Indonesia juga menyerukan kepada serikat-serikat pekerja media di Indonesia untuk membuka “Posko Pengaduan THR bagi Jurnalis dan pekerja media”, di perusahaannya masing-masing.
Press Release
No comments:
Post a Comment