Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menargetkan jumlah dana yang bisa dicegah dari kemungkinan tindakan korupsi adalah sekitar Rp.285 triliun. Dana yang tersebar di berbagai sektor, seperti perpajakan, migas sampai penyelamatan aset menunggu untuk dieksekusi. Di samping itu, hingga April 2011, tercatat sudah Rp. 895 miliar uang negara yang berhasil diselamatkan dan disetor ke kas negara.
Penjelasan itu diberikan Haryono Umar, Komisioner KPK dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III, Senin (23/5) kemarin. Perincian jumlah uang itu yang berhasil diselamatkan KPK itu, Rp. 883 miliar uang suap, dan Rp.12 miliar lainnya adalah uang gratifikasi. "Itu adalah uang sitaan dan uang pengganti yang sudah dieksekusi dan disetor ke kas negara," kata Haryono Umar.
Sementara dana yang bisa dicegah dari prilaku korupsi dengan total Rp. 285 triliun dilakukan dengan cara yang beragam. Pencegahan itu salah satunya adalah hasil kajian di sektor migas dan perpajakan. Untuk migas misalnya, salah satu sumber uang yang bisa diselamatkan adalah cost recovery yang dikeluarkan pemerintah untuk recovery pertambangan.
Namun sampai saat ini, uang yang berasal dari perusahaan-perusahaan pertambangan di dalam dan luar negeri itu masih belum dibayarkan oleh perusahaan bersangkutan. Dananya masih terimpan di bank-bank LN. "Dana inilah yang sudah dihitung dan sedang diupayakan untuk segera dicairkan, dan dibayarkan ke negara. Jumlahnya sekitar 195 triliun," jelasnya.
Selanjutnya adalah, penyelamatan dari dari perbaikan sistem pertambangan (khususnya minyak gas), yang selama ini diindikasikan banyak mengalami kebocoran karena sistem pencatatannya masih manual. Begitu juga dengan kemungkinan kebocoran di dunia perpajakan. Hasil diskusi dengan Direktorat Pajak menemukan adanya kewajiban pajak yang sudah inkrah tapi belum ditagih.
"Sudah inkrah dan tinggal ditagih. Jumlahnya sekitar Rp.50 triliun. Yang terakhir soal aset pejabat negara yang sedang ancang-ancang untuk dipindahtangankan, segera diminta untuk dibatalkan." katanya. | Iman D. Nugroho untuk Jurnalparlemen.com
No comments:
Post a Comment