Tidak terbayangkan, masyarakat bisa begitu gembira saat mendengar kabar kematian Osama Bin Laden. Sayangnya, sorak sorai itu tidak memastikan terorisme akan terhapus di kemudian hari.
Dalam logika yang paling sederhana terorisme masih akan ada. Karena terorisme memang bukan semata-mata milik Osama Bin Laden dan Al Qaeda-nya. Wikipedia bisa dijadikan rujukan untuk belajar pernak-pernik soal terorisme. Dan semuanya bermuara pada satu kesimpulan, aksi teror itu terjadi di mana-mana, dengan berbagai titik pijak yang berbeda-beda pula.
Sepanjang hari, sejak Presiden AS Barack Obama mengumumkan kematian Osama Bin Laden televisi tidak henti-hentinya menganalisa. Termasuk kemungkinan yang terjadi pasca kematian buronan nomor satu AS dan sekutunya serta diburu selama 10 tahun itu.
Tidak terkecuali kicauan para tokoh yang menghujani social media dengan analisa-analisa sederhananya. Ada yang sekedar mencaci maki Osama dan tokoh atau kelompok yang disebut-sebut terkoneksi dengan Al Qaeda atau Jamaah Islamiyah (JI), ada juga yang tegas mengingatkan untuk tidak tenggelam dalam euphoria kematian mantan sekutu AS dalam perang melawan Uni Sovyet itu. Radikalisme tetap ada meski Osama terbunuh.
Tiba-tiba Osama
Ayo melambung ke belakang. Sebelum WTC di New York ditabrak pesawat dan akhirnya roboh, Osama Bin Laden tidak seterkenal sekarang. Nama itu hanya hadir di kalangan terbatas, agen-agen intelijen atau kelompok radikal itu sendiri. Masyarakat di masing-masing Negara, lebih mengenal nama orang-orang ‘garis keras’ yang berasal dari Negara itu sendiri.
Perlahan, sejak AS memutuskan untuk menjadikan Arab Saudi sebagai basis pasukan dalam Perang Gurun I, pelan-pelan nama Osama muncul kepermukaan. Dari pro AS (perang melawan Uni Soviet) menjadi kontra AS. Osama dan Al Qaeda juga dianggap mendalangi peledakan di Kedutaan Besar AS di banyak Negara.
Namun, pasca WTC ambruk, gerakan terorisme seakan semakin diperjelas hadirnya master mind terrorism, yakni Al Qaeda atau lebih spesifik lagi Osama Bin Laden. Video-video tentang Osama pun silih berganti bermunculan. Mengabarkan ini dan itu, termasuk caci maki kepada pemerintahan AS.
Menariknya, kehadiran Osama juga diwarnai dengan gerakan serentak pemberantasan terorisme. Terutama, di Negara-negara yang memiliki basis Islam atau mayoritas Islam. Dikit-dikit, nama Al Qaeda disebut. Di Asia Tenggara misalnya. Jaringan JI yang katanya terkoneksi dengan Al Qaeda menjadi pembicaraan publik.
Stigmatized
Stigma pun hadir. Secara fisik, bila ada orang yang ‘menyerupai’ sosok kearab-araban, pastilah merasakan ketidaknyamanan. Orang tidak bisa lagi membedakan golongan-golongan dalam Islam. Setiap bersorban, berjenggot, celana cingkrang atau hal-hal lain yang terkonotasi ‘Islam’, dipandang miring. Jamaah Tabligh yang damai, meski secara fisik kearab-araban, pu dicurigai habis.
Di bandara Juanda misalnya, sekelompok aparat keamanan berpakaian preman, mengerubuti anggota Jamaah tabligh yang akan naik pesawat. Bisa dibayangkan, penumpang lain pun deg-degan karena satu pesawat dengan si celana cingkrang dan jenggot panjang. Sedih,..
Belum lagi bila urusan Negara. Beberapa kawan menceritakan adanya perlakuan yang tidak adil pada Negara-negara yang dinilai dekat dengan teror. Mulai Iran sampai Indonesia. Sekitar sebulan lalu, saat mengurus visa untuk pergi ke Jerman, dalam form visa ada pertanyaan: Apakah anda pernah tinggal di tempat-tempat ini?
Salah satu jawaban pertanyaan tertutup itu ada nama Indonesia, di antara Negara-negara lain yang diindikasikan dekat dengan terorisme. Dan percayalah, korban stigma seperti itu sangat tidak mengenakkan. Dalam perjalanan ke AS tahun 2008, dari 7 bandara yang dikunjungi penulis, 5 bandara ‘mengharuskan’ pemeriksaan khusus. Akankah semua berubah pasca kematian Osama?
Iman D. Nugroho, Video by Youtube
No comments:
Post a Comment